Chereads / Mission (un)Completed / Chapter 14 - Chapter 14

Chapter 14 - Chapter 14

Brenda tahu, tidak seharusnya ia merasa kecewa disaat Matteo dengan secara terpaksa akan menikahinya. Tapi mafia itu, apakah di dalam dirinya tidak memiliki rasa tulus secuil saja? Iya, hanya secuil seperti menghargai perasaannya misalnya. Meskipun disisi lain ia juga memanfaatkan situasi ini untuk merealisasikan misinya, tapi ia adalah wanita yang dimana menginginkan bagian itu di dalam sebuah pernikahan.

Kepalanya menggeleng tanpa sadar setelah menyadari imajinasinya yang berlebihan, sepertinya otaknya memang sudah bergeser dari posisinya. Mengapa ia harus mengharapkan ketulusan dari seorang mafia? Ia adalah salah satu agen institusi terbesar di dunia, banyak pria mengeluh-eluhkannya karena ia selalu menyelesaikan kasus-kasus besar, tapi mengapa sekarang ia harus jatuh pada pesona seorang mafia bernama Matteo Rimora yang sedang diburunya sendiri? Jika Simon atau bahkan Liam tahu hal ini, karirnya akan tamat.

Brenda menghela nafas dan menyudahi lamunan singkatnya, mengapa akhir-akhir ini ia suka sekali melamun? Lawannya bisa menyerangnya dengan mudah jika ia terus memberikan kesempatan kalau begini terus. Ia bangkit dari ranjangnya berniat akan melanjutkan pekerjaannya lagi setelah beristirahat sejenak, tapi ketika ia keluar dari kamarnya bertepatan dengan itu Yesi melewatinya begitu saja.

"Yesi?" panggil Brenda. Namun anehnya tidak digubris sama sekali oleh wanita itu. Meski awalnya Brenda kebingungan karena teman pelayannya itu tidak berhenti saat ia panggil, tapi ia pikir mungkin saja Yesi memang tidak mendengarnya, jadi ia tidak mempermasalahkan kejadian barusan dan melanjutkan langkahnya menuju dapur.

Namun kali ini langkahnya terhenti ketika semua orang menatapnya dengan tatapan aneh dan baru ia sadari disana juga ada Yesi yang terlihat menunduk di samping Ritta. Dahinya seketika mengernyit untuk memahami situasi sekarang, namun sayangnya ia tidak menemukan jawabannya.

Sementara itu Ritta tersenyum sinis ke arah Brenda. "Wah, Akhirnya si pencuri ini muncul juga!"

"Pencuri?" Brenda menoleh ke belakangnya dan tidak mendapati siapapun disana lalu kembali memandang Ritta kembali, "Apakah ada pencuri disini?"

"Ya, pencuri itu adalah kau, Lily."

"Apa? Aku? Aku tidak mencuri--"

"Yesi! Dimana kau menemukan kalungmu yang hilang?" ucap Ritta memotong kalimat Brenda.

"Kalung itu ada di dalam lemari Lily, tadi aku berniat akan meminjam baju padanya dan menemukan kalungku ada disana." jawab Yesi dengan masih menundukkan kepalanya.

Seketika mata Brenda membulat mendengar pengakuan dari Yesi. "Hei, apa yang kau katakan barusan Yesi? Kapan aku melakukannya?" ucapnya tidak terima setelah mendapatkan tuduhan itu.

"Apakah kau mengarang Yesi?" tanya Ritta.

Yesi mengangkat wajahnya untuk memandang Brenda dan tatapan mereka saling beradu. Mata wanita itu nampak berkaca-kaca.

"Padahal selama ini aku sudah mempercayaimu, Lily. Aku juga sudah menganggapmu sebagai saudaraku sendiri. Mengapa kau tega melakukan hal ini padaku? Jika kau butuh uang, kau bisa mengatakannya secara langsung padaku tanpa mencurinya dariku."

Brenda semakin memandang Yesi dengan tatapan tak percaya, omong kosong apa ini? Mengapa ia dituduh dengan tuduhan yang bahkan tidak dilakukannya? Batinnya kesal.

"Omong kosong apa yang sedang kau buat, Yesi? Mencuri apanya? Kita bahkan tidak bertemu selama seharian ini dan sekarang kau mengarang sesuatu yang tidak aku lakukan? Lucu sekali!"

Ritta berdecih. "Memang lucu, jika pencuri mengaku pasti penjara sudah penuh."

Brenda merasa ada aneh dengan situasi ini. Ia memandang Ritta dan Yesi secara bergantian dan berdecih sesudahnya.

"Apakah kalian berdua bersengkongkol untuk mengeluarkan aku dari rumah ini dengan cara keji seperti ini?" tuduh Brenda langsung dan membuat Ritta maupun Yesi terkejut.

"Jaga bicaramu! Aku kepala pelayan dan istri Tuannmu! Bagaimana bisa pelayan rendahan seperti dirimu berani berkata kasar dan menuduh sembarangan seperti itu?!"

Lagi-lagi Brenda berdecih dan melipat tangannya di depan dada bermaksud untuk menantang.

"Nona Ritta, sepertinya anda sekarang harus berhenti berbesar kepala dan mengatakan hal jujur pada semua orang kalau Tuan Matteo akan segera menceraikanmu." ucap Brenda sambil tersenyum miring.

Semua orang nampak terkejut, mereka saling berbisik-bisik mendengar berita ini dan mereka juga sama sekali tidak menyangka, jika Brenda berani mengatakan hal itu secara gamblang di depan Ritta, meskipun mereka semua juga sudah mendengar rumor itu sebelumnya. Ritta marah, ia tidak terima dipermalukan seperti ini dan Brenda pun tersenyum menang, namun kemudian matanya terbelalak ketika mendapatkan tamparan keras dipipinya.

Plakk!

"Kau sudah mencuri kalungku dan sekarang kau mengatakan omong kosong tentang kepala pelayan kami? Dimana rasa sopan santunmu?!" ucap Yesi terlihat marah.

"Yesi, kau menamparku?" ucap Brenda memandang Yesi dengan tak percaya.

"Kau pantas mendapatkannya, Lily."

Brenda berusaha menahan emosinya, sementara itu Ritta memasang senyum miring ke arahnya.

"Aku memang tidak seharusnya mengatakan hal ini, berhentilah menjadi wanita simpanan Tuan Matteo, sementara dia masih memiliki istri sah yaitu Ritta." tegas Yesi.

Brenda berdecih. "Oh ya? Mengapa aku tidak boleh menjadi wanita simpanannya sementara Tuan Mateo sebentar lagi akan menceraikannya? Lagipula Tuan Matteo juga akan menikahiku setelah perceraian itu!" ucap Brenda percaya diri. Ia tahu ini memang gila, tapi dalam situasi ini, status dari pernikahan bodoh itu ternyata berguna juga.

"Jangan berkata omong kosong, Lily. Mana mungkin Tuan Matteo mau denganmu? Apakah selama ini kau tidak pernah melihat penampilanmu sendiri di cermin?" ucap Yesi tepat di depan wajah Brenda.

Semua orang tertawa menertawakannya karena kalimat Yesi barusan. Sementara Brenda hanya memandang Yesi datar, jadi seperti inilah sifat asli wanita ini? Memang seharusnya ia tidak pernah mempercayai siapapun disini. Ia pikir Yesi memang benar-benar peduli dan baik padanya, tapi pada nyatanya ia sama seperti Ritta. Batinnya.

Disaat aura panas masih menyelimuti di antara Brenda dan Yesi, bertepatan dengan itu Matteo bersama Demian muncul dan membuat semua orang berada disana membungkuk memberi hormat tak terkecuali Yesi.

"Ada apa ini? Mengapa kalian berkumpul disini?" tanya Matteo mencari tahu.

Brenda yang awalnya memunggungi Matteo pun nampak berbalik arah dan berjalan mendekati pria itu terburu-buru. Matteo yang melihat itu menarik sebelah alisnya, namun kejadian tidak terduga pun terjadi. Brenda meraup dagu Matteo dan kemudian menempelkan bibirnya pada bibir milik Matteo secara tiba-tiba. Lagi-lagi semua orang dibuat sangat terkejut karena ulah Brenda, apalagi Matteo juga terlibat di dalamnya.

Walaupun pada awalnya Matteo juga dibuat terkejut karena perlakuan Brenda yang begitu tiba-tiba, namun ia tersenyum dalam kecupan bibir wanita itu yang kini semakin jago dan tentu saja Matteo tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dengan membalas kecupan di bibirnya tanpa memperdulikan beberapa pasang mata yang sedang terfokus ke arah mereka.

Bibir Brenda masih terasa begitu memabukkan dan membuatnya ingin merasakannya lagi dan lagi. Sebenarnya ia sama sekali tidak membayangkan akan merasakan bibir ini lagi, dan diluar dugaannya Brenda malah memberikannya secara cuma-cuma tanpa paksaan.

"Wah, adegan apa ini?" Tiba-tiba Sean muncul di antara mereka dan mau tidak mau membuat tautan bibir Matteo dan Brenda terlepas karena wanita itu langsung buru-buru menjauh dari Matteo setelah menyadari keberadaan Sean disana.

Sean terkekeh melihat wajah Brenda yang memerah menahan malu, "Bagaimana mungkin kalian melakukan pemanasan di depan semua orang? Apakah kalian berniat untuk bercinta juga di depan mereka semua?"

Kalimat vulgar Sean membuat Brenda bersembunyi di balik punggung Matteo karena kedua pipinya kini terasa sangat merah seperti tomat. Kini Brenda menyesal mengapa harus melakukan itu tanpa berpikir dua kali.

"Mengapa kau bersembunyi setelah melakukan hal nekad tadi, hmm?" tanya Matteo dengan suara lembut pada Brenda dan membuat semua orang yang berada disana tercekat karena seorang Matteo Rimora yang begitu kasar dan suka marah-marah bisa selembut itu.

Brenda pun menegakkan tubuhnya sambil berdehem lalu memandangi semua orang yang masih berada disana termasuk ke arah Yesi, Ritta, dan Demian.

"Aku hanya ingin menegaskan pada orang-orang kalau sebentar lagi aku akan menjadi istrimu menggantikan Ritta seperti saran Tuan Sean kemarin." tegasnya.

Sean bersiul. "Benar, memang seharusnya begitu calon menantu."

Sementara itu disisi lain Ritta menggenggam tangannya kuat menahan amarahnya, Demian juga terlihat memasang ekspresi yang sama, Yesi yang hanya menunduk menyesali perbuatannya serta begitu merasa bersalah, dan Matteo yang tersenyum tanpa sadar ke arah Brenda seolah bangga dengan klaim wanita itu barusan.