"AKHH!"
Brenda meringis kesakitan ketika rambutnya dengan sengaja ditarik keras oleh Matteo sampai tubuhnya terhuyung menabrak tubuh tegap pria itu. Tangan Matteo meraup dagunya dan mencengkramnya memaksanya agar mau menatapnya. Tatapan pria itu terlihat menggelap dan Brenda tahu dia benar-benar marah. Walaupun ia tidak tahu apa yang sudah membuatnya marah. Sementara itu Demian yang berdiri tak jauh dari mereka hanya tersenyum miring, jebakannya berhasil. Ia sudah mengira-ngira kalau Matteo akan datang ke ruang kerjanya untuk memanggilnya dan malah mendapatkan pemandangan yang tidak mengenakkan. Ya, agen FBI itu akan kena batunya sekarang karena sudah ikut campur urusan kawanan mafianya.
"Dasar wanita tidak tahu diri! Kau sudah berani menolak tawaranku tapi kau malah menggoda mafioso-ku?! Kau sudah merendahkan harga diriku sebagai seorang pria!"
"Aku tidak menggoda--"
Plakkk!
Tamparan keras melayang di pipi mulus Brenda dan lagi-lagi wanita itu hanya memekik kesakitan. Matteo benar-benar marah besar pada wanita itu, ini kali pertamanya ia merasa direndahkan oleh wanita yang notabenenya selalu mendambakannya.
"Jangan mengelak! Kau pikir mafioso yang sudah bertahun-tahun bekerja padaku akan dengan mudah mengkhianatiku?! Aku lebih mempercayainya daripada dirimu!"
Brenda menggelengkan kepalanya berusaha menampik tuduhan tidak berdasar dari Matteo, ia juga merasa diperlakukan tidak adil dan semua ini karena Demian. Pria itu ternyata sangat licik, Brenda ingin menangis rasanya karena beberapa bagian tubuhnya terasa sakit akibat ulah Matteo. Ia juga menyesal karena kurang berhati-hati dalam menjalankan misi ini, ia tidak mau hidupnya berakhir tanpa menyelesaikan misinya tapi karena ia sudah ketahuan, kesempatan dirinya untuk hidup hanyalah di atas angin.
"Sekali saja percayai aku, dia menjebakku!" ucap Brenda berusaha membela diri. Karena inilah cara satu-satunya, ia akan berusaha selamat dengan cara apapun.
Matteo berdecih dan mengeratkan cengkramannya pada dagu Brenda.
"Jangan membuat omong kosong, nona. Tong nyaring bunyinya, seperti itulah posisimu sekarang dan aku bersumpah akan membunuh--"
"Siapa yang berani membunuh calon menantuku?!" teriak lantang seseorang dari belakang.
Semua orang diruangan itu menoleh kecuali Matteo yang mengenali suaranya tanpa melihat sekalipun.
"Tuan Sean?" Demian langsung membungkuk memberi hormat. Ya, dia adalah Sean Rimora.
"Menjauhlah darinya, Matteo!"
"Jangan ikut campur urusanku, pa!"
"Kenapa aku tidak boleh? Wanita ini calon menantuku, jadi aku berhak ikut campur!"
"Ca.. calon menantu?" Ekspresi keterkejutan menghiasi wajah Brenda, apa ia tidak salah dengar?
Sean tersenyum, "Kemarilah. Kau aman di sampingku. Calon suamimu tidak akan berani melukaimu."
"Papa! Sudah kubilang aku tidak akan menikahi siapapun lagi!"
"Kata siapa? Keputusan hanya ada di tanganku!"
"Papa?!"
"Matteo Rimora, menjauhlah dari Lily, dan kau Lily, kemarilah."
Meskipun Brenda tidak mengerti mengapa ayah angkat Matteo itu menyebutnya sebagai menantunya, tapi setidaknya ia akan aman selama berada di dekatnya. Ia berniat akan mendekati Sean, tapi lengannya dicekal oleh Matteo begitu saja.
"Jangan pernah berani mendekati papaku!" ancam Matteo.
"Matteo, jangan mengintimidasinya!" teriak Sean marah setelah melihat perbuatan Matteo kepada Brenda barusan.
"Mengintimidasi? Mengapa aku tidak boleh? Asal papa tahu, dia sudah berani menggoda Demian!"
Sean menarik sebelah alisnya, "Wah, benarkah?"
Matteo mengangguk, "Iya!"
"Kau cemburu kan?"
"Apa?! Tidak!!" Matteo langsung menampik tuduhan Sean hingga membuat ayahnya itu tergelak tanpa henti, ia tahu jika Matteo sedikit memiliki ketertarikan pada pelayan itu.
"Jika kau tidak cemburu, mengapa kau marah?" tanya Sean.
"Karena dia menggoda mafioso-ku!"
"Lalu?"
"Sebelumnya ia menolak tawaranku untuk menjadikannya sebagai wanita bayaranku, pa!"
"Oke, berarti Lily memang tidak tertarik padamu. Kalau begitu bagaimana jika Lily menikah saja dengan Demian?"
"Tidak!" Mao menolak usulan itu. Dan ia terus menangapi perkataan Sean, sampai Brenda dan Demian yang sejak tadi menjadi topik pembicaraan mereka hanya diam menyimak.
"Demian, nikahi Lily."
"Tidak, jangan dengarkan orang tua itu Demian! Kau tidak boleh menikahi wanita bayaran itu!"
"Wanita bayaran? Hei, Lily bukanlah wanita yang seperti itu."
"Darimana papa tahu?"
"Rahasia."
Brenda menegang di tempatnya, apakah Sean juga menyelidikinya sama seperti yang dilakukan Demian padanya? Astaga, mengapa misinya harus berjalan lebih berat seperti ini? Ia sama sekali tidak menginginkannya.
"Rahasia? Cih! Sejak kapan papa main rahasia-rahasiaan denganku?"
"Aku hanya ingin melindungi calon menantuku." lalu tersenyum manis ke arah Brenda yang semakin menegang di tempatnya.
"Lily, selama Matteo masih bersikap kasar padamu, kau bisa tinggal denganku di mansion keluarga Rimora."
Mata Matteo seketika membulat, "Pa, jangan bercanda!"
"Aku memang suka bercanda, tapi kali ini aku serius. Jika kau ingin Lily kembali ke rumahmu, kau harus bersedia menikahinya."
"Tidak akan! Kalau begitu bawa saja dia pergi!"
Sean mengangguk-anggukkan kepalanya, "Oke, jadi kau menolaknya ya? Jika Demian juga tidak kau perbolehkan menikahi Lily juga, kalau begitu biar Robert saja yang menikahinya."
Matteo sontak terdiam, Sean tersenyum lebar, sementara Brenda mulai jengah karena ia merasa diperlakukan seperti barang yang seenak jidatnya dijadikan aksi tawar-menawar oleh orang-orang ini. Memangnya mereka siapanya? Keluarga juga bukan.
"Permisi, sepertinya saya juga harus ikut berbicara disini. Saya tidak tahu mengapa anda berniat sekali ingin menikahkan saya dengan Tuan Matteo, Demian, dan Robert? Tapi yang jelas saya tidak ingin menikah dengan siapapun saat ini dan anda tidak berhak mengatur hidup saya karena anda bukan siapa-siapa saya, Tuan Rimora."
"Ah, sepertinya aku melupakan sesuatu. Mulai sekarang kau kuangkat menjadi putri angkatku."
Mata Brenda sontak melebar, "Putri angkat? Bagaimana bisa?"
"Tentu saja bisa, putriku."
Matteo berdecih, "Kali ini apa rencanamu, pa? Kau sudah tua, jangan berulah lagi."
"Aku tidak akan berulah, jika kau bersedia menikahinya."
"Mengapa papa terus menyuruhku menikahi wanita itu? Seperti tidak ada wanita lain saja!"
"Karena kau peduli padanya."
Dan suasana berubah hening. Brenda berdehem untuk mencairkan suasana, rasanya ia sudah tidak sanggup mendengarkan perdebatan ini. Lantas ia memilih untuk pamit, tapi Sean mencegahnya.
"Aku serius dengan ucapanku, mulai sekarang kau tinggal di mansion keluarga Rimora." ucap Sean pada Brenda.
"Anda tidak berhak mengatur hidup saya, Tuan." jawab Brenda menolak permintaan Sean.
"Aku tidak suka penolakan, Lily. Ini demi kebaikan kita bersama."
Sebenarnya apa mau pria ini? Jika memang dia sudah tahu identitasku, mengapa dia tidak segera menyingkirkanku saja dan selesai. Batinnya.
"Apa maksud anda demi kebaikan kita bersama? Anda memanfaatkan saya?"
"Hmm, kau benar. Aku memanfaatkanmu untuk menghasilkan keturunan keluarga Rimora."
Deg!
Brenda seketika terdiam, pantas saja pria ini begitu kekeuh ingin menikahkan dirinya dengan Matteo. Ternyata pria itu ingin menjadikannya seperti Ritta kedua.
"Maaf, saya tidak bisa. Anda bisa mencari wanita lain untuk yang bersedia melakukan-- akhhh!"
Lagi-lagi Brenda terhuyung menabrak tubuh tegap Matteo karena pria itu menarik kuat tangannya.
"What the--"
Brenda hampir saja mengumpat, tapi ia segera menahannya. Sementara Matteo yang menyadari tindakan wanita itu menatapnya tajam seakan-akan ingin memakannya secara hidup-hidup.
"Sepertinya bibirmu itu memang harus diberi pelajaran, nona."
Matteo menyeret tangan Brenda dan pergi dari ruangan itu lalu meninggalkan Sean dan Demian berduaan. Demian yang sejak tadi diam tak bersuara mendekati Sean ingin menyampaikan sesuatu mengenai Brenda.
"Tuan, saya ingin--"
"Tutup mulutmu dan jangan berani berbicara padaku lagi. Kau sudah berani menggoda calon menantuku, aku bisa saja mendepakmu keluar dari sini tapi mengingat kau mafioso andalan putraku, aku memaafkanmu!" ucapnya dingin dan berlalu pergi dari sana.
Demian mengepalkan tangannya kuat sampai kuku jarinya memutih, "Setidaknya aku sudah berusaha untuk mengingatkan kalian tentang siapa wanita itu. Tapi tidak ada yang peduli satupun."