Chereads / Mission (un)Completed / Chapter 8 - Chapter 8

Chapter 8 - Chapter 8

"Aku ingin bercerai dengannya!" tegas Matteo pada Sean, ayah angkatnya itu.

Sementara itu, Sean nampak tidak bereaksi, sikapnya tetap santai walaupun Matteo sudah mengatakan maksudnya. Dan ia tidak tahu apa yang sedang ayahnya itu pikirkan saat ini karena ekspresi datar menghiasi wajahnya.

"Pa?" panggilnya berusaha mengalihkan pandangannya dari koran di tangannya. Itu korannya, mengapa Sean bisa membacanya seolah-olah itu koran miliknya? Matteo kesal sendiri. Sekarang ia dan Sean sedang berada di ruang keluarga setelah Matteo menyuruh Demian agar Sean mau menunggunya disini sesaat, setelah ia memberi sedikit hukuman kepada si penyusup itu yang dengan seenaknya masuk ke dalam ruangan kerjanya. Sepertinya Matteo sudah kehilangan akal, mengapa bisa-bisanya ia memberikan sebuah penawaran padanya agar menjadi wanitanya? Dia sama sekali bukan tipenya, tapi ia merasa kehilangan akal setelah berhasil merasakan bibirnya yang terasa seperti morfin. Matteo merasa ketagihan dan ingin merasakan bibir manisnya lagi. Sebenarnya Matteo sudah mengamati bibir ranum itu sejak insiden di kandang buaya dimana dengan tanpa seizinnya juga dia masuk ke sana untuk bersih-bersih. Matteo akui, dia pelayan yang paling rajin, tapi sayangnya dia sudah memasuki wilayah yang ia larang untuk kedua kalinya.

Seharusnya Matteo marah padanya dan tidak mentolerir tindakannya memasuki dua wilayah pribadinya sekaligus, tapi entah mengapa ia malah tidak melakukannya. Dan tentu saja Matteo memiliki alasan. Pertama, sewaktu di kandang buaya dia pingsan karena buaya peliharaannya yang belum jinak itu berbondong-bondong menghampirinya mengira jika dia adalah santapan makan siang mereka. Dan tanpa berpikir panjang, ia malah melayangkan tembakan peringatan pada buaya-buaya kesayangannya itu dengan pistol yang kebetulan selalu ia bawa untuk berjaga-jaga. Matteo jamin, pasti buaya-buaya kesayangannya itu sedang membencinya sekarang.

Pasti mereka berpikir jika ia sudah menduakan kasih sayangnya pada si pelayan lancang ini. Karena ia membantunya yang jatuh pingsan keluar dari sana dan bertepatan dengan itu Demian juga datang untuk membantu. Tapi ia tidak menyerahkan tubuh penyusup itu yang sedang berada digendongannya begitu saja padanya dan malah membopongnya masuk ke dalam kamarnya setelah bertanya pada salah satu pelayan yang kebetulan juga ada di tempat kejadian. Matteo kesal apa yang sudah ia lakukan waktu itu. Bagaimana bisa ia meneriaki semua orang agar cepat menghubungi dokter untuk memeriksa keadaan si penyusup itu.

Kedua, berselang sehari setelah insiden itu tepatnya hari ini, disaat ia berniat untuk berkunjung ke ruang kerjanya, Matteo menangkap basah si penyusup itu lagi.

Tentu saja ia marah dan tanpa berpikir langsung menyudutkannya ke dinding mengurungnya dengan tubuhnya. Tapi setelah dirinya melihat lehernya yang begitu jenjang, ia pun tergoda untuk merasakannya. Ya, rasanya menakjubkan, tapi bibirnya yang tak luput dari sasarannya juga terasa lebih memabukkan.

Dan ya, berbicara tentang ayahnya, ia sengaja mengundangnya datang ke rumah untuk membicarakan perceraiannya dengan Ritta.

Ini tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian di kandang buaya ataupun diruang kerjanya, karena Matteo sudah merencanakan perceraian ini dari lama. Walaupun pernikahan kontrak ini belum memasuki masa akhir seperti yang tertulis pada peraturan kontrak, ia tidak peduli. Ya, dirinya hanya menginginkan keturunan dari pernikahan ini, tapi setelah dua bulan lebih menikahinya ia belum hamil sama sekali.

Mungkin ia juga kurang berusaha agar dia bisa hamil, karena Matteo melakukannya hanya sekali dengannya. Ia tidak mau melakukannya untuk kedua kalinya karena itu prinsipnya. Matteo tidak melakukan itu yang kedua kalinya dengan wanita yang sama. Karena selama ini tidak ada yang ia spesialkan dari sekian banyak wanita yang sudah menyerahkan tubuhnya secara sukarela untuknya, karena tujuannya hanya ingin memuaskan hasratnya saja.

Cinta? Jangan membuat lelucon, cukup sekali ia merasa bodoh demi mencintai seseorang dan sekarang ia tidak akan mengulangi kebodohannya lagi. Semua wanita itu sama, mereka diciptakan hanya untuk memuaskan nafsu para pria dan dibuang setelahnya seperti sampah jika sudah bosan.

"Kau ingin aku bereaksi apa? Jika aku menolak permintaanmu, toh kau juga tidak akan mendengarkanku. Itu urusanmu," ucap Sean pada Matteo. Hal itu tentu saja membuatnya langsung tersenyum senang.

Akhirnya ia akan terbebas dari ikatan ini. Sean memang paling memahaminya, meskipun dia bukan ayah kandungnya tapi dia yang terbaik. Matteo jadi teringat dihari dimana dirinya diangkat menjadi putra pria itu. Waktu itu ia masih berumur 12 tahun. Dirinya hanyalah seorang yatim piatu, ia tidak punya siapapun dan hidup di jalanan. Karena ia butuh makan agar tetap hidup, jadi Matteo kecil memilih jalan pintas dengan mencopet.

Ia terpaksa melakukannya karena tidak punya cara lain untuk bisa menghasilkan uang. Jadi dihari dimana ia akan memulai aksinya, korban copetannya itu ternyata adalah Sean yang kebetulan sedang berada di Korea untuk mengunjungi rekan mafianya. Entah ini disebut keberuntungan atau apa, ia yang tertangkap karena akan mencopet dompetnya justru malah diadopsi.

Sean mengadopsinya menjadi putranya dan memberikan semua yang ia butuhkan dengan fasilitas-fasilitas yang selama ini tidak pernah ia dapat bahkan dari mendiang orang tuanya sendiri.

Tapi semua itu tidak gratis, karena setelah Matteo tumbuh dewasa, Sean mengangkatnya sebagai pimpinan kawanan mafianya. Ia pikir selama ini Sean adalah seorang direktur perusahaan, tapi ternyata dia adalah seorang bos mafia.

Dulu sewaktu Matteo masih tinggal satu rumah dengannya, ia memang sering melihat tamu dengan penampilan sangar mengunjunginya. Ia pikir itu adalah preman yang disewa Sean untuk menjadi bodyguard-nya, tapi ternyata mereka adalah rekan bisnisnya.

Setelah ia diangkat menjadi bos mafia untuk menggantikannya, Sean mengajarinya bagaimana caranya berjudi, menjual obat-obatan terlarang, dan juga memuaskan diri dengan menyewa para wanita bayaran. Awalnya ia kesusahan memasuki dunia kelam itu, tapi setelah Matteo dicampakkan oleh seseorang yang ia cintai, Matteo semakin dalam memasuki pekerjaan barunya dan terbiasa sampai sekarang.

"Matteo?!" Panggilan Sean membuyarkan lamunannya. Matteo beralih menatap Sean, dan dia nampak marah padanya. Ia memasang ekspresi seperti 'ada apa?' dan dia pun langsung menoyor dahinya dengan seenaknya.

"Apa yang sedang kau pikirkan? Kau menyuruhku kemari untuk membicarakan perceraian atau untuk memperhatikanmu melamun?"

Matteo mengusap tengkuknya, sepertinya ia memang melamun cukup lama.

"Bukankah papa tadi sudah menyetujui perceraian ini? Sekarang apalagi?"

Sean terlihat memutar bola matanya jengah, korannya yang tadi berada di tangannya juga sudah ditekuk rapi di atas meja. Matteo mengernyit menyadarinya, sejak kapan Sean serapi ini? Dan selanjutnya ia merasakan toyoran kedua di dahinya, Matteo meringis.

"Pa?!" pekiknya kesal karena ulahnya. Sean tergelak merasa puas sudah mengerjainya, dia memang usil. Sean suka sekali membuatnya marah, mungkin ini adalah hiburannya di masa pensiunnya menuju akhir hayatnya.

"Mati satu tumbuh seribu. Kau harus mencari istri baru," katanya enteng dan hal itu membuat Matteo melotot lebar ke arahnya. Pantas saja dengan mudah dia menyetujui permintaannya, ternyata dia juga berpikiran sama seperti dirinya kalau Ritta tidak bisa hamil sesuai perkiraan.

Mengapa hal ini sama sekali tidak terpikirkan olehnya?

"Pa, tak bisakah kau memberiku kesempatan untuk kembali menjadi pria single lagi?" tanyanya dengan ekspresi memelas dan malah mendapatkan decakan darinya.

"Memberimu kesempatan? Oh ayolah, memang selama kau menikah dengan wanita itu kau menganggap dirimu sebagai suaminya? Kau bahkan tidak peduli dengan pernikahan ini dan tidak memperdulikan istrimu yang hampir saja tewas."

Matteo mengedikkan bahunya acuh, ucapan Sean memang benar, ia memang tidak peduli pada keadaan Ritta waktu itu. Karena Matteo memang tidak menganggapnya spesial meskipun mereka sudah diikat oleh pernikahan. Tapi meskipun begitu, ia juga menyelidiki siapa pelaku yang berusaha membunuhnya.

"Ayolah pa, kau pasti tahu aku menganggap wanita itu seperti apa. Jangan marah-marah begitu, nanti kau cepat tua dan mati."

"Dasar anak durhaka! Beraninya kau mendoakan aku yang tidak-tidak. Kau berkata begitu supaya bisa menguasai hartaku kan?"

Matteo memutar bola matanya jengah, Sean memang suka mendramatisir keadaan. Dan dia tidak benar-benar serius mengatakan hal itu karena tanpa hartanya pun, ia sudah memiliki kekayaan setara seorang bilyoner dengan kerja kerasnya sendiri.

"Aku akan mengusirmu dari sini jika kau mulai bersikap alay seperti itu lagi, pa. Aku bersumpah!" tekannta membuat Sean tergelak sampai menitikkan air matanya.

"Well, aku merasa panjang umur karena leluconmu, putraku."

"Lebih baik kau pulang dan jangan kembali kemari," ucapnya dengan kesal.

"Aku tidak akan datang kemari tanpa kau undang, terima kasih atas undangannya," sindirnya, dan Matteo semakin kesal dibuatnya karena dia memang benar.

Sudahlah, ia tidak akan pernah menang jika beradu argumen dengan Sean. Dia tidak akan mau kalah darinya.

"Kudengar, ada sedikit kekacauan di mansion ini kemarin. Apa kau tidak mau menceritakannya padaku, putraku?" ucapnya dengan ekspresi serius.

Matteo berdecih, sepertinya Sean meletakkan mata-mata di rumah ini. Pria tua ini memang tidak pernah bosan ikut campur dengan urusannya.

"Jika papa sudah tahu, mengapa bertanya padaku?"

Lagi-lagi Sean tergelak, demi Tuhan ia membenci tawanya sekarang. Matteo bersumpah.

"Kau bilang ingin kembali menjadi pria single lagi, tapi mengapa--"

"Papa, cukup! Aku tidak akan menikahinya!" tegasnya memotong kalimat Sean yang sudah ia tebak arahnya kemana.

"Kau tidak pernah peduli pada siapapun selama ini, putraku. Mengapa kau tidak membiarkannya dimakan buaya-buaya kesayanganmu saja? Setidaknya kau bisa menghemat daging ayam selama satu bulan."

"Papa?!"

Lagi-lagi tawa Sean terdengar menggelegar lalu tersenyum penuh arti ke arahnya. Matteo tidak boleh tinggal diam, ucapan spontannya pada penyusup tadi sepertinya memang harus ia realisasikan secepatnya. Dia akan ia jadikan sebagai wanita bayarannya, lalu setelahnya ia buang sama seperti yang lainnya. Matteo tidak mau membuat ayahnya memutar otak, dan menjadikan penyusup itu sebagai pengganti Ritta, sudah cukup ia menikah sekali, sekarang tidak akan lagi.

"Pa, sepertinya obrolan kita sudah cukup sampai disini, kau boleh pulang."

Sean mengangguk. "Baiklah," jawabnya singkat dan pergi dengan santainya tanpa perlawanan. Dan Matteo tahu jika Sean pasti sudah punya rencana di kepalanya.

Ia tidak akan membiarkannya. Setelah Sean pulang, Matteo bergegas menuju kamar si penyusup itu. Ia ingat dimana letaknya, karena kemarin dirinya sendiri yang membawanya masuk ke dalam kamarnya saat dia pingsan.

Matteo mengabaikan sapaan para pelayan di rumah ini dan berjalan dengan langkah lebar menuju kamarnya. Tanpa berbasa-basi, Matteo mengetuk--, lebih tepatnya menggedor pintu kamarnya agar dia cepat keluar dari dalam. Ia tidak suka menunggu.

Tok! Tok! Tok!

"Siapa!?" bentak kesal seseorang dari dalam kamar. Beraninya dia membentaknya, mari kita lihat jika dia tahu dirinya yang menggedor pintunya, apa dia masih berani membentaknya?

"Brenda, keluarlah! Ini aku!" teriakku lantang dan suasana berubah hening.

Apa dia pingsan lagi? ujarku dalam hati, karena tidak kunjung dibukakan pintu olehnya.