Chereads / Mission (un)Completed / Chapter 3 - Chapter 3

Chapter 3 - Chapter 3

"Apakah pekerjaanmu sudah selesai?" tanya Yesi kepada Brenda yang terlihat mengangguk sambil mengusap peluh yang menetes di dahinya.

"Aku sudah membersihkan semuanya, Yesi. Semuanya!" jawab Brenda.

"Sepertinya kau butuh minum," ucap Yesi sambil memberikan segelas air putih padanya.

"Terima kasih Yesi. Aku memang haus," katanya lalu meneguk air putih itu sampai tandas tak bersisa dan menghela nafas lega.

Brenda sama sekali tidak menyangka jika penyamarannya kali ini harus terasa seberat ini. Menjadi seorang pelayan itu tidak mudah, ia harus menyapu, mengepel, bahkan membersihkan kloset yang selama ini tidak pernah ia lakukan. Walaupun ia menyukai kebersihan, tapi di Washington tiap minggunya selalu ada petugas kebersihan yang ia sewa untuk membersihkan apartemennya. Jadi ia hanya menikmati hasilnya saja tanpa turun tangan sendiri.

Dan ya, meski ini tidak berjalan mudah, ia tidak akan menyerah. Tentu saja ini terasa melelahkan, namun ia yakin dirinya akan terbiasa sendiri dan penyamarannya pun berjalan lancar. Ia pun memutuskan untuk beristirahat sejenak, sementara Yesi kembali melanjutkan pekerjaannya. Dan tanpa ia sadari, seseorang datang sambil mengawasinya dari jauh sambil bersedekap dada.

"Apa kau dibayar untuk bersantai ria, Nona?" ucap suara lembut itu tapi penuh penekanan seolah tengah menyindirnya.

Reflek Brenda menoleh dan langsung berdiri dari kursinya setelah tahu siapa orang itu. "Maaf, Saya hanya beristirahat sejenak setelah--"

"Aku tidak butuh penjelasanmu! Tunggu, sepertinya aku belum pernah melihatmu?" ucap wanita itu memotong kalimat Brenda.

Sementara itu Brenda terdiam, namun tatapannya sama sekali tidak beralih dari wanita berambut pirang di depannya itu. Ia pun mengutuk dirinya sendiri mengapa tidak ada satu kata patah pun yang keluar dari mulutnya untuk menjawab pertanyaan wanita ini seolah-olah ia berubah menjadi gagu begitu saja.

"Dia pelayan baru, Ritta. Namanya Lily," sambung Yesi memecah keheningan dan sepertinya Brenda memang harus berterima kasih kepada wanita itu karena sudah membantunya.

Ya, wanita berambut pirang ini adalah Ritta Frasel, kepala pelayan dan juga istri kontrak seorang Matteo Rimora. Darimana ia tahu sementara ini kali pertamanya bertemu dengannya? Tentu saja dari foto yang dikirimkan Simon kemarin. Wanita malang, namun sayang hatinya busuk.

Flashback on.

"Terima kasih, Simon. Aku sudah melihat fotonya," ucap Brenda melalui sambungan telepon.

"Sejujurnya aku merasa kasihan padanya, Brenda. Tapi sayangnya dia wanita yang jahat," kata Simon memberitahunya dan membuat dahinya mengernyit menanggapi informasi yang diberikan pria itu.

"Apa kau sudah menemukan identitas wanita ini?" tanyanya dan mendapatkan decakan keras dari sebrang sana.

"Kau sudah meremehkan aku, Brenda. Katakan padaku jika kau sedang mencari informasi seseorang, maka aku akan mendapatkannya secepat kilat."

Kini ganti Brenda yang berdecak. "Apakah sekarang kau sedang menyombongkan dirimu? Kau bahkan ketinggalan informasi wanita ini di biodata diri Matteo."

Terdengar gelak tawa disebrang sana, Simon menertawainya. Memang benarkan ucapannya? Simon ketinggalan informasi Ritta Frales sebagai istri Matteo sebelumnya.

"Tentu saja aku ketinggalan informasi si Ritta ini karena wanita itu dinikahi secara kontrak oleh Matteo dua bulan yang lalu. Dan aku mulai mencari tahu biodata diri Matteo sejak kapan? Satu tahun yang lalu, Brenda. Satu tahun yang lalu." Simon menegaskan kata-katanya dan hal itu tentu saja membuat Brenda terkejut.

Apa maksud Simon yang mengatakan kalau Ritta dinikahi secara kontrak oleh Matteo? Jadi mereka menikah bukan karena saling mencintai? Batinnya bertanya-tanya.

"Brenda, kau masih disana?" Intrupsi Simon membuyarkan lamunan singkatnya.

"Iya, aku masih disini Simon. Tolong jelaskan maksudmu barusan kalau Ritta adalah istri kontrak Matteo." Brenda mengurut dahinya yang tiba-tiba terasa pening karena informasi Simon. "Jangan memberiku informasi yang setengah-tengah."

"Baiklah." Dan Simon pun mulai menjelaskan siapa Ritta, apa hubungannya dengan Matteo dan mengapa pria itu menikahinya secara kontrak. Dan hal itu tentu saja langsung membuat Brenda tercengang setelah mendengarkan penjelasan Simon.

Flashback end.

Demi Tuhan, Brenda ingin sekali mengumpat dengan keras setelah mendapatkan hukuman dari si nenek lampir Ritta Frasel karena menangkap basah dirinya yang sedang beristirahat sebentar setelah menyelesaikan pekerjaannya. Bagaimana mungkin wanita itu bisa bersikap semena-mena? Padahal ia juga sudah bekerja dan tidak bersantai ria seperti yang dia tuduhkan padanya. Ya, walaupun memang benar ia tadi sedang duduk, tapi dirinya hanya beristirahat sebentar saja, apa itu masalah? Tidak untuk yang lain dan mungkin hanya untuk Ritta si nenek lampir itu saja.

"Lily, kau baik-baik sajakan?" tanya Yesi khawatir.

Brenda memaksakan senyumnya, meski suasana hatinya dalam keadaan tidak baik. Yesi itu wanita yang baik, Brenda tidak mungkin mengabaikan wanita itu.

"Aku baik-baik saja, Yesi." Brenda menghela nafas panjang. "Kau benar, seharusnya aku lebih berhati-hati pada nenek lamp-- maksudku Ritta," ucap Brenda hampir saja keceplosan mengolok-ngolok Ritta.

Yesi tergelak, raut tegang yang awalnya menghiasi wajahnya jadi hilang karena Brenda. Yesi sama sekali tidak menyangka jika Brenda berani mengolok seorang Ritta.

"Kau tidak akan mengadukan aku padanya kan karena hal itu, kan?" tanya Brenda hati-hati.

Yesi menggeleng. "Tentu saja tidak, bahkan nenek lampir masih terlalu bagus untuknya," jawabnya menyetujui sebutan Brenda.

Kini ganti Brenda yang tergelak keras, sepertinya ia lupa kalau Yesi juga sangat membenci Ritta sama seperti yang diakuinya kemarin. Ya sesuai janjinya, Yesi kemarin menemuinya kembali dan tentu saja menceritakan orang seperti apa Ritta itu, sesudah ia mendapatkan informasi resmi dari Simon. Namun, apa yang Yesi ceritakan begitu berbeda dari yang Simon informasikan padanya karena wanita itu tidak mengetahui ada pernikahan kontrak di antara Matteo dan Ritta atau mungkin, semua orang di rumah ini juga tidak mengetahuinya?

Setelah berpamitan dengan Yesi, Brenda memutuskan untuk segera mengerjakan hukumannya atau Ritta akan kembali menghukumnya dan bisa saja malah menambah hukumannya.

Tentu saja Brenda tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Sekarang ia sudah berada di halaman belakang untuk membersihkan kolam. Dahinya sontak mengernyit ketika mendapati ada dua kolam berbeda di taman itu dengan gerbang yang masih ditutup di salah satu kolamnya.

Sebenarnya ia agak heran kenapa harus ada gerbang di kolam itu, tapi ia tidak mau ambil pusing dan segera membuka gerbangnya dengan mudah kemudian mulai membersihkan daun-daun yang berjatuhan di sekitar kolam. Ia juga mengambil daun yang jatuh ke dalam kolam dengan jaring pembersih yang sengaja ia bawa dari gudang tadi. Karena Brenda yakin akan membutuhkan alat itu, dan tentu saja dugaannya memang benar. Kolam ini sangat-sangat kotor seperti tidak pernah dibersihkan.

"Ritta Frasel, si nenek lampir menyebalkan. Bisa-bisanya wanita itu menghukumku dengan cara seperti ini!"

Hati Brenda masih saja dongkol, namun ia berusaha menerima ketidakadilan ini. Ia pun kembali melanjutkan pekerjaannya, dan saat ia tidak sengaja menegok ke arah luar gerbang, ia mengernyit ketika mendapati Demian yang dari kejauhan melambai-lambaikan tangannya padanya.

"Astaga, pria itu ramah sekali," ucap Brenda mengartikan jika lambaian tangan dari Demian adalah jika dia sedang menyapanya.

Brenda melambaikan tangannya balik sebagai balasan. Namun disaat Demian semakin berlari mendekat, ia merasa kalau Demian seperti memperingatkannya akan sesuatu.

"LILY, PERGI DARI SANA SEKARANG!!!" teriak pria itu.

"Apa? Kenapa?"

"PERGI DARI SANA SEKARANG!! AWAS DI BELAKANGMU!!" teriak Demian makin panik dan Brenda pun mau tidak mau kembali menoleh ke belakang sesuai permintaan Demian. Seketika kedua mata Brenda membulat mengetahui apa yang ada di belakangnya.

"LILY, LARI!!! KAU BERADA DI KANDANG BUAYA!!!"

Kaki Brenda langsung terasa lemas seperti jelly ketika puluhan buaya berukuran lumayan besar itu tengah berebut menuju ke arahnya seakan dirinya adalah daging yang segar untuk santapan makan siang mereka.

Tubuhnya bergetar hebat dan matanya semakin mengabur lalu terdengar suara dorrrrr!!!! dan kemudian gelap.