Chereads / Mission (un)Completed / Chapter 6 - Chapter 6

Chapter 6 - Chapter 6

Brenda melangkahkan kakinya menuju ke ruang kerja Matteo yang berada di lantai dua. Hari ini ia sengaja meminta kepada Ritta jika ingin membersihkan bagian sana. Beruntungnya nenek lampir itu tidak curiga padanya.

Setelah memastikan keadaan disekitarnya aman, Brenda masuk ke dalam ruang kerja Matteo dengan mudah. Ia pikir akan ada banyak bukti disana. Dan benar saja, ada banyak berkas di ruangan itu. Pria itu bukan kepala direktur di sebuah perusahaan, tapi mengapa ia menyimpan banyak berkas disini?

"Astaga, apakah di ruangan ini tidak dipasangi lampu?" rutuk Brenda kesal karena ruangannya begitu gelap. Sebenarnya ada untungnya jika ruangan ini tidak dilengkapi lampu yang terang, karena untuk berjaga-jaga jika ada yang masuk ke ruangan itu tiba-tiba. Dan ia bisa langsung bersembunyi tanpa ketahuan. Tapi disisi lain, ada kendala untuk mencari buktinya.

"Dapat!" Brenda memekik senang ketika ia mendapati sebuah brangkar di balik lemari kecil di ujung deretan berbagai macam minuman keras yang ada di dalam lemari kaca.

Tapi sayangnya ia juga harus bekerja lebih keras untuk membukanya karena brangkar itu menggunakan sandi elektronik.

"Oh Matteo, mengapa kau harus menggunakan kata sandi segala?!"

Entah sudah berapa kali ia mengumpat karena kesal terus-terusan salah mengetik sandi. Ia lupa tidak mencari tahu nomor yang sekiranya dianggap penting atau beruntung oleh Matteo, yang bisa ia referensikan sebagai sandi brangkar ini. Sepertinya ia harus kembali esok hari untuk menanyakan hal ini pada Simon. Ya, setidaknya ia sudah tahu dimana letak berkas penting milik Matteo berada. Semoga saja di dalam sana benar-benar ada petunjuk.

Ia pun kemudian memutuskan untuk pergi dari sana. Namun bertepatan dengan itu, pintu dibuka dari luar dan ia yang belum siap untuk bersembunyi tertangkap basah seperti seorang pencuri.

"Siapa kau?! Mengapa kau ada disini?!" marah suara itu dan Brenda tahu siapa dia.

Tangannya tiba-tiba ditarik kasar lalu tubuhnya terhimpit di antara dinginnya tembok dengan kungkungan tubuh milik pria itu. Dalam keremangan ruangan itu, Matteo mengernyit tidak merasa asing dengan wajah Brenda. Ya, orang itu adalah Matteo. Dan sepertinya pria itu mengenali Brenda.

"Mengapa kau bisa ada disini?!" tanyanya.

Sementara itu, Brenda yang sudah berjaga-jaga akan mendapati situasi semacam ini segera mengendalikan dirinya agar tetap tenang.

"Saya sedang membersihkan tempat ini, Tuan Matteo," ucapnya sambil menunjukkan kain lap yang ia bawa.

Bukannya mendapatkan jawaban yang tepat, Matteo menatapnya marah, lantas ia mencengkram dagunya kasar.

"Tidak ada siapapun yang boleh masuk ke ruangan ini kecuali atas perintahku! Apa kau bilang? Membersihkan tempat ini? Pelayan tidak tahu diuntung!"

Plakkk!!!!

Brenda merasakan hawa panas di sekitar pipinya setelah mendapatkan tamparan tidak terduga oleh Matteo. Beraninya dia, sebenarnya bisa saja Brenda melayangkan tamparan balasan, tapi ia tidak mau membuat dirinya berakhir ditendang keluar dari rumah ini dan tidak bisa menyelesaikan misinya. Lantas ia pun mulai berakting dengan raut wajah memelas.

"Ma--maaf, Tuan. Saya tidak tahu--"

Plakkk!!!

Tamparan kedua kembali dilayangkan oleh Matteo ke pipinya dan demi Tuhan, Brenda ingin mengumpat lalu meludahi wajah pria ini karena ia merasa kesabarannya sudah akan habis. Rasa perih dari tamparan pertamanya tadi belum sepenuhnya hilang. Dan ini malah ditambah lagi, rasanya benar-benar perih. Namun lagi-lagi ia harus tetap berakting.

"Tuan, ampuni saya. Saya hanyalah pelayan baru, saya tidak tahu jika tempat ini dilarang untuk dimasuki karena niat saya hanya ingin bersih-bersih saja," ucap Brenda beralasan.

Matteo masih menatapnya dan memaksanya agar membalas tatapannya. Bisa Brenda pastikan mata pria itu menggelap meskipun ekspresinya sangat datar. Pria itu mendekatkan wajahnya, hal itu membuat Brenda menegang di posisinya. Tidak, jangan bilang Matteo akan melakukan hal itu padanya. Batinnya skeptis.

Brenda tidak sudi berhadapan dengan penjahat ini. Lantas ia memalingkan wajahnya dan kini bibir Matteo hanya mengenai pipi mulusnya. Dia menggeram marah.

"Beraninya kau!"

"Tuan, ampuni saya. Saya janji tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi."

"Cih! Aku bukan Tuhan yang bisa mengampuni kesalahan, jadi berhenti meminta ampun dan jangan menolak perlakuanku jika kau ingin selamat!"

Matteo yang begitu mendominasinya seperti ini membuat tubuhnya jadi terbakar. Mengapa dalam keadaan seperti ini ia merasa jika pria itu begitu seksi dan maskulin? Tidak seharusnya Brenda seperti ini, ia harus tetap fokus demi melancarkan misinya. Namun disisi lain ia tidak akan selamat jika terus membangkang darinya dan dengan kata lain, ia harus pasrah diperlakukan semena-mena olehnya atau mungkin bisa lebih buruk dari itu.

Brenda menggigit bibirnya ketika ia merasakan benda basah itu membelai lehernya. Perasaan apa ini? Mengapa ia jadi ingin mengeluarkan suara aneh yang tidak bisa dikontrolnya? Tidak, tapi ia tidak punya pilihan. Matteo semakin menggila mencecapi area lehernya dan sebisa mungkin Brenda mengontrol dirinya untuk tidak menceloskan lenguhannya tapi pada akhirnya ia gagal. Perlakuan Matteo lagi-lagi mampu membakar tubuhnya dan membuatnya kehilangan akal. Pria ini benar-benar berbahaya!

"Aku suka aromamu," bisik Matteo tepat di tengkuknya dan membuatnya menggelinjang geli karena sapuan nafas pria itu.

Kini bibir tipis Matteo menempel di bibirnya, ia tersentak dikala pria itu menarik tengkuknya agar semakin menempel dengannya. Brenda yang sebelumnya tidak pernah melakukan hal ini hanya diam membeku. Ini pengalaman pertamanya dan Brenda hampir saja mati kelemasan jika saja Matteo tidak memeganginya. Dia mengulum bibirnya seperti permen dengan penuh kelembutan tapi menuntut. Brenda terlena karena ulahnya. Jadi seperti inikah rasanya? Tapi ia sedikit menyesal karena dia harus menjadi yang pertama melakukan ini padanya.

Matteo semakin menuntut, pria itu mengetuk bibirnya berkali-kali untuk membukanya dan ia tidak punya pilihan. Pria itu benar-benar lihai dalam hal ini. Sepertinya akal sehatnya memang sudah hilang, ia melupakan misinya dan terlena pada perbuatan Matteo.

Tidak berapa lama pria itu menarik bibirnya menjauh, Brenda segera menghirup pasokan oksigen sebanyak-banyaknya karena nafasnya tidak beraturan gara-gara hal itu. Matteo membelai bibirnya yang sudah membengkak dan memberikan sebuah kecupan singkat sebagai penutup.

"Aku akan memberimu penawaran, layani aku dan kau kubebaskan."

Sontak mata Brenda membulat, harga dirinya terasa terinjak-injak karena sudah direndahkan oleh pria itu karena tawarannya barusan.

"Tidak mau!" tolaknya cepat.

Matteo nampak terkejut akan penolakannya, namun itu tidak bertahan lama karena ekspresinya kembali berubah datar namun ada senyum sinis di bibirnya.

"Tidak mau ya?"

"Aw!" Brenda meringis kesakitan ketika Matteo kembali mencengkram kuat dagunya.

"Aku tidak suka ditolak, nona. Dan kau tahu? Suatu penolakan tidak akan pernah berakhir baik," katanya memperingatkan.

Brenda meneguk ludahnya susah payah, ucapan Matteo mulai memengaruhinya. Ini tidak benar, ia adalah agen FBI yang tidak pernah bisa dipengaruhi siapapun karena ia memiliki prinsip, tapi berhadapan dengan Matteo membuatnya merasa lemah dan berbeda.

"Tu--tuan, saya--"

Tok! Tok!

"Tuan Matteo, apakah anda ada di dalam? Tuan Sean datang mengunjungi anda." Intrupsi seseorang dari luar memotong kalimat Brenda. Matteo mengumpat.

"Iya, aku akan menemuinya! Suruh papa menunggu di ruang keluarga!"

"Baik, Tuan."

Dwinetra Matteo kembali terfokus ke arah manik mata Brenda.

"Siapa namamu?" tanyanya.

"Lily, Tuan."

Matteo tersenyum, dan hal itu malah membuat Brenda menegang di tempatnya. Senyuman itu, Brenda mengerjapkan matanya kembali.

"Tidak sembarang wanita bisa melayaniku, Lily. Apalagi aku sendiri yang memintanya. Aku akan menemuimu lagi. Oh iya, insiden di kandang kemarin anggap saja kau sudah berhutang padaku."

Dan setelah mengatakan hal itu Matteo pergi meninggalkannya yang jatuh luruh ke lantai karena tak mampu menopang berat badannya sendiri. Brenda termangu, jadi ucapan Yesi kemarin benar? Matteo lah yang menolongnya? Tapi mengapa? Apakah pria itu tertarik padanya? Tidak, pertemuan mereka bahkan berjalan tidak menyenangkan. Brenda memeluk lututnya sendiri, mengapa harus ada yang menganggunya ketika ia ingin merealisasikan misinya? Ya, ini yang pertama dan hanya Matteo saja pelakunya. Ia tidak boleh jatuh pada pesona pria itu, tidak boleh.