Chereads / Mission (un)Completed / Chapter 1 - Chapter 1

Mission (un)Completed

🇮🇩Shawingeunbi
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 27.7k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Chapter 1

On behalf of The Airlines and the entire crew, I'd like to thank you for joining us on this trip. We are looking forward to seeing you on board again in the near future. Have a nice day!

Brenda melepas salah satu airpodnya setelah mendengar kalimat perpisahan seorang pramugari pesawat ini lewat speaker jika pesawat sudah mendarat dengan selamat. Karena perjalanan yang cukup panjang, ia lebih memilih untuk tidur. Butuh waktu lebih dari sebelas jam untuk dirinya tiba di Palermo, Sisilia. Tidak berbeda dengan misi sebelumnya, Brenda menjalankan misi ini dengan dimonitori oleh Simon dari Washington. Rekan kerjanya itu bertugas sebagai pelacak dan pemberi informasi untuknya.

Selamat pagi, Sisilia.

Setelah mengambil kopernya di bagasi, Brenda pun melangkahkan kakinya keluar dari bandara itu untuk mencari taksi yang akan membawanya menuju ke kediaman Matteo Rimora.

"Ugh! Sepertinya aku harus urut ke tukang urut lebih dulu sebelum memulai misiku," ucapnya lewat airpods yang menghubungkan telepon dengan Simon dari sebrang sana.

"Jika kau mau tahu, di Sisilia tidak ada tukang urut yang mau menerima anggota FBI," jawab Simon diiringi candaan.

"Jangan konyol, Simon. Lagipula tidak akan ada yang tahu jika aku termasuk dalam FBI," katanya singkat dan disambut tawa oleh pria itu.

"Benar, mereka tidak akan tahu jika kau tidak menunjukkan kartu keanggotaanmu."

"Sepertinya kau sedang mabuk, karena kau terus melantur tidak jelas."

"Iya, iya. Maafkan aku, sekarang apa yang kau lakukan?"

"Aku sedang mencari taksi sekarang. Nanti jika aku sudah tiba, aku akan menghubungimu lagi."

Brenda mengakhiri sambungan teleponnya dengan Simon, kemudian ia mencari taksi yang berada di depan bandara. Setelah memilih salah satu taksi, Brenda pun pergi menuju ke rumah Matteo, si mafia itu. Namun sebelum itu, ia harus merubah penampilannya lebih dulu sebagai langkah awal penyamarannya.

"Tujuan anda sudah tiba, Nona," ucap sopir taksi itu memberitahu.

"Terima kasih, Sir. Berapa ongkosnya?"

"10 euro, Nona."

Brenda mengambil uang dari dalam tasnya dan memberikan uang itu kepada sopir taksi. Harga taksi di Italia memang cukup mahal, namun ia tidak mempermasalahkan hal itu karena pada umumnya harga taksi disini dihitung per kilometer.

Sebuah rumah yang begitu nampak besar bak istana itu langsung menyambutnya ketika ia turun dari dalam taksi. Ini sih bukan rumah lagi, melainkan sebuah mansion mewah. Dilihat dari bangunannya, Matteo benar-benar pemimpin mafia paling kaya di antara kawanan mafia lainnya di Italia, atau bahkan dunia ini.

Brenda menarik kopernya untuk segera masuk ke dalam rumah itu, namun sebelum masuk, ia memastikan penampilannya saat ini melewati ponselnya dengan membenarkan kaca matanya, lalu rambut kepang duanya dan pakaian super longgarnya. Penampilannya saat ini berbeda tiga ratus enam puluh derajat dari biasanya, rasanya sangat tidak nyaman ketika Brenda harus menjadi orang lain, tapi ini demi merealisasikan misinya.

"Halo, Simon. Aku sudah tiba di depan tempat tinggal Matteo. Sekarang aku akan masuk ke dalam." Brenda memberi tahu Simon melewati airpod yang menyambungkan telepon mereka selama bekerja.

"Kerja bagus, Brenda. Semoga misimu berjalan lancar dan ah, jangan sampai kau naksir pada mafia itu," tukas Simon memperingatkan Brenda.

"Ck. Tutup mulutmu Simon. Kau pikir aku ini wanita seperti apa?" jawab Brenda marah-marah. Simon terkikik di sebrang sana.

"Iya, maafkan aku Brenda. Aku tahu kau hanya menyukaiku saja," kata Simon terdengar percaya diri. Brenda memutar bola matanya jengah.

"Jangan terlalu percaya diri, Simon. Aku bahkan selalu ingin muntah setiap melihatmu."

"Jangan mengelak dari kenyataan, Brenda. Aku tahu hingga saat ini kau masih menyukaiku."

"Bukankah seharusnya terbalik? Kau yang mengejar-ngejarku, tapi sayangnya aku menolakmu!" Brenda tahu Simon hanya bercanda tadi, namun kali ini ia mengungkapkan fakta yang sebenarnya. Ya, Simon selama ini tidak pernah menyerah menyatakan perasaannya padanya, namun Brenda selalu menolaknya.

"Baiklah, sudah cukup. Sebaiknya kau cepat masuk ke dalam dan mengakhiri perdebatan ini. Kau melukai perasaanku." Simon pada akhirnya mengalah, Brenda tidak menyangka jika hal ini masih menjadi kelemahan pria itu.

Ketika ia akan menjawab ucapan Simon lebih lanjut, tanpa disadarinya bertepatan dengan itu sebuah mobil akan masuk ke dalam rumah. Tanpa aba-aba, terdengar bunyi klakson cukup keras sehingga membuatnya reflek menutup telinganya. Brenda bahkan tidak sadar jika ia sudah terduduk tepat di depan gerbang rumah itu.

"Hei, apa yang kau lakukan disana?!" teriak seorang pria lantang dari dalam mobil itu.

Brenda mengangkat wajahnya untuk melihat siapa orang itu, hingga akhirnya ia langsung merasa tidak asing dengan wajahnya. Dia adalah Matteo Rimora, Brenda sama sekali tidak menyangka akan bertemu dengannya secepat ini.

"Maafkan saya, Tuan. Saya tidak bermaksud--" Brenda berniat akan meminta maaf, namun pria itu begitu tidak sabaran.

"Menyingkir dari sana sekarang! Aku mau masuk atau kau mau kutabrak?!" bentaknya.

Tempramen pemimpin mafia itu sepertinya begitu buruk. Brenda bisa saja melawannya sekarang, namun mengingat penyamaran yang sedang dilakukannya, membuatnya mengurungkan niatannya. Sebelum membuatnya semakin marah, Brenda pun segera menyingkir dan membiarkan mobil yang membawa Matteo itu masuk ke dalam halaman rumah itu.

Sepeninggal Matteo, Brenda hanya menyalurkan kekesalannya pada pria itu dalam hati. Ia bersumpah serapah dan berjanji akan segera menjebloskan Matteo ke dalam penjara, setelah ia menemukan bukti jika pria itu pelaku dibalik kematian jaksa itu.

"Ehem!"

Deheman seseorang membuyarkan lamunan singkatnya, Brenda menoleh ke sumber suara dan seorang pria sudah berdiri tepat di sampingnya. Hal itu tentu saja membuat Brenda terkejut.

"Astaga, anda membuat saya terkejut!"

Pria asing itu nampak tersenyum setelah merasa lucu dengan reaksi yang Brenda tunjukkan barusan. "Permisi, apakah kau sedang butuh bantuan, Nona?" tanyanya.

Brenda membalas senyum pria itu dengan sedikit canggung sambil membenarkan kacamatanya. "Tuan, apakah ini kediaman Tuan Matteo Rimora? Saya pelayan baru yang mulai bekerja besok pagi."

"Iya, benar. Silahkan masuk. Sini aku bantu membawakan kopermu."

"Tidak usah repot-repot, Tuan. Saya bisa membawanya sendiri." Brenda menolak bantuannya dengan halus.

"Jangan sungkan, Nona. Oh iya, panggil saja aku Demian tanpa menggunakan Tuan, karena aku tidak setua itu," ucapnya memperkenalkan dirinya.

Brenda mengangguk mengerti. Sebenarnya ia sama sekali tidak menyangka akan menemukan orang yang ramah di sarang mafia ini.

"Kalau boleh tahu namamu siapa?" Ternyata percakapan mereka masih berlanjut.

Brenda menatap manik mata Demian yang ternyata bewarna biru, dan hal itu mengingatkannya pada milik Simon.

"Aku Lily."

Ya, itu adalah nama barunya saat melancarkan misinya. Tentu saja Brenda tidak akan memperkenalkan nama aslinya. Karena hal itu bisa membahayakan penyamarannya.

Demian tersenyum. "Baiklah, Lily. Mulai sekarang jika kau butuh sesuatu, kau bisa mengandalkan aku."

Brenda ikut tersenyum. "Tentu."

Anggap saja ini hanya sebuah obrolan basa-basi, karena mau bagaimana pun, Brenda tidak bisa mempercayai siapapun disini. Dan ia pun mengikuti Demian dari belakang untuk masuk ke dalam rumah itu. Brenda bisa merasakannya, jika petualangannya akan segera dimulai.