Wajah kesal Amanda membuat Fabio tersenyum. Dia terlihat begitu manis walau tengah marah. Yoona merasa sedikit cemburu pada suaminya yang diam-diam tersenyum.
"Ah, kau tersenyum untuknya?" tanya Yoona.
"Bukan, Sayang. Jangan terlalu khawatir," dusta Fabio.
Yoona tersunggut-sunggut dan melebarkan langkahnya menuju kamar. Dia menutup keras pintunya hingga membuat Fabio kaget.
"Aish, apa yang dia lakukan?" gerutu Fabio.
Dia mencoba membuka pintunya tapi tak bisa. Yoona menguncinya dari dalam. Fabio kembali menuruni tangga dan melihat Amanda tengah memotong beberapa bahan masakan.
"Ah, kau mau ambil makan malammu?" sapa Amanda.
"Maksudmu?" tanya Fabio.
"Nyonya Yoona memasak daging untukmu, Tuan. Silakan Anda nikmati," jelas Amanda dengan nada mengejek.
Fabio menoleh ke arah tangga. Dia takut Yoona mendengar umpatan madunya.
"Ini baru hari kedua, Amanda. Jangan membuat masalah," jelas Fabio.
"Hari kedua dan aku sudah diperlakukan seperti ini. Aku tak dapat jatahku walau aku hanya istri kedua," keluh Amanda.
Fabio tak bisa menahan diri dan segera menarik lengan wanita yang baru ia nikahi kemarin itu.
"Kau mau apa? Kau tak lihat aku membawa pisau?" ancam Amanda.
Fabio segera melepaskan cengkeramannya.
"Masuk dan mandilah. Aku jamin makan malammu akan lebih baik jika aku yang menyiapkan," kata Amanda.
Entah apa yang membuat pria itu menurut. Dia segera berjalan ke kamar istri keduanya itu dan membersihkan dirinya.
"Dia pria yang aneh, mudah sekali emosi," lirih Amanda.
Fabio membuka kancing bajunya satu persatu dan segera masuk bathup. Dia menikmati sensasi air hangat yang bisa mengendorkan lelah di tubuhnya. Bayangan Amanda menyapa dalam pejaman matanya.
"Dia wanita yang berbeda. Louis mengatakan dia sangat baik walau sedikit kasar," lirihnya.
Fabio terhanyut dalam lamunannya. Dia mengingat kejadian kemarin malam saat dia merobek gaun gadis itu. Tubuhnya yang indah membuatnya sedikit bergidik.
"Aku akan segera memulainya. Aku tak bisa terus menunda untuk dapatkan segalanya," ujar Fabio.
Dia bergegas ke ruang makan. Amanda masih sibuk dengan peralatan dapurnya walau beberapa makanan sudah tersaji.
"Banyak sekali yang kau siapkan," tegur Fabio.
"Apa semua pelayan di sini tak kau beri makan? Kejam sekali bos mereka," umpat Amanda.
Fabio tak menyangka jika Amanda akan memikirkan hal sekecil itu. Baginya para pelayan di rumah itu sudah diurus oleh pembantu yang biasa mengurus mereka.
"Kau ini nyonya atau pembantu di rumah ini?" desak Fabio.
"Aku akan gagal jadi nyonya jika aku tak bisa mengurus rumah," jelas Amanda.
Fabio terkejut dengan perkataan Amanda. Apa yang wanita itu katakan memang benar. Dia butuh wanita yang bisa mengurus rumah dan juga mengurus segalanya.
Amanda memulai hal kecil itu untuk mengambil hati Fabio. Dia tak ingin menyiakan satu tahun ini untuk malas dan menerima keadaan. Dia harus bisa bertahan dan mendapatkan apapun yang seharusnya dia dapatkan.
"Aku hanya memiliki waktu satu tahun, dan aku harus ambil itu semua darimu," ujar Amanda.
Fabio bangkit dari kursi menuju kamar Yoona. Setelah lama mengetuk akhirnya Yoona membuka pintunya. Fabio memeluknya dengan erat.
"Ayo makan, Amanda memasak banyak untuk kita dan para pelayan. Kau harus makan," jelas Fabio.
"Apa kau sudah gila. Kami baru saja bertengkar dan kau meminta aku makan dengannya? Apa kau sudah tak waras?" cecar Yoona.
"Bagaimana bisa aku membiarkan kau lapar di sini?" tanya Fabio.
"Turun dan malanlah. Malam ini kau harus melakukannya. Aku ingin dia segera hamil dan semua berakhir," jelas Yoona.
Dia kembali masuk dengan membanting pintu.
"Baiklah, aku akan mencobanya malam ini," batin Fabio.
* * *
"Duduk dan makanlah. Bukankah dia ingin kau segera menggarapku?" tanya Amanda vulgar.
"Aish, kau ini. Apa tak bisa tak membahas itu?" jawab Fabio.
"Ah, tak usah munafik. Bukankah ini adalah yang kau pikirkan saat memenangkan judi dari ayahku?" desak Amanda.
Fabio hanya tersenyum miring. Tak ada kata yang dia ucap. Dia hanya merasa sedikit ragu. Apakah dia benar-benar bisa menyentuh wanita itu.
"Aku memiliki satu syarat dan kau harus memenuhinya," kata Amanda.
"Syarat? Untuk apa?" tanya Fabio.
"Aku tahu mungkin setelah aku mengatakan ini kau akan merasa aku berlebihan. Tapi aku tak peduli karena memang aku sudah menjadi istrimu," kata Amanda.
Fabio merasa bingung. Dia tak pernah terlibat pembicaraan serius dengan wanita ini. Tapi kali ini dia memberi isyarat akan mengatakan hal besar dan terkesan sangat serius juga.
"Apa ini tentang harta? Pembagian waktu? Atau ...," tanya Fabio.
"Bukan, aku tak pernah menganggap harta itu adalah segalanya. Kau membeliku dari ayahku kemarin, dan aku tak ada pilihan selain tetap di sini. Bukan karena aku senang kau nikahi, tapi aku hanya ingin selamat saja," kata Amanda.
"Aish, kau picik sekali," keluh Fabio.
"Karena kau sudah menikahiku, aku ingin satu hal saja," kata Amanda.
"Mengapa bertele-tele? Cepat katakan," ujar Fabio tak sabar.
"Tuan, aku akan bertaruh padamu. Apa kau percaya jika aku masih bersegel?" goda Amanda.
Fabio tersenyum kecut.
"Cih, tak mungkin," ujar Fabio.
Menilai dari latar belakang dan dunia sekitar Amanda, Fabio tak percaya jika gadis itu masih perawan. Fabio memilih Amanda karena dia hanya perlu rahimnya saja. Dia ingin anak pertama darinya lahir dari seorang ibu yang baru pertama kali hamil dan melahirkan juga.
"Mau bertaruh?" tanya Amanda.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Fabio.
"Kau harus memilih satu di antara aku dan Yoona jika aku masih perawan," kata Amanda.
"Pilihan macam apa itu?" ujar Fabio.
"Aku memiliki waktu satu tahun untuk bersamamu. Dan aku akan menjual mahal segelanku ini dengan menjadi istrimu satu-satunya," pinta Amanda.
"Ku kira kau gadis pintar. Tapi ternyata kau sangat bodoh," kata Fabio.
Amanda memicingkan matanya. Dia merasa sudah dihina oleh pria yang sebenarnya sudah jatuh cinta padanya itu.
"Tuan, aku sudah menemui banyak lelaki di luar sana. Dan hanya kau saja yang terlihat begitu gengsi mengakui jika kau sudah jatuh cinta padaku," ejek Amanda.
"Omong kosong apa itu, jangan berlagak tahu jika sebenarnya kau tak tahu." Fabio bersikeras dengan sikap gengsinya itu.
"Ayo bertaruh jika kau berani," ujar Amanda lagi.
Fabio terdiam. Dia tak yakin Amanda masih perawan.
"Apa yang kau pertaruhkan jika kau sudah tak perawan?" tanya Fabio.
"Hidupku, aku akan pertaruhkan hidupku padamu. Aku akan menjadi budakmu seumur hidup bahkan aku akan rela mati di tanganmu," jelas Amanda.
Dia menggertak seperti ini karena dia ingin Fabio benar-benar mengayominya sebagai seorang istri. Dia ingin lelaki itu bertanggung jawab sepenuhnya dan memberikan haknya sebagai seorang istri.
* * *