Fabio membawa Amanda keluar masuk tempat berbelanja. Tapi tak banyak yang gadis itu ambil. Dia hanya mengambil beberapa baju seperlunya dan beberapa make-up dasar yang ia gunakan sehari-hari.
"Kurasa ini sudah cukup, ayo makan siang," kata Amanda.
Fabio melihat istrinya itu tak banyak menghabiskan uangnya. Dia segera menarik lengan istrinya dan masuk lagi ke sebuah gerai baju wanita.
"Bungkus ini, ini, ini, ini, ini, ini dan ini." Fabio mengambil beberapa baju dari contoh display butik itu.
"Apa ini? Mengapa membeli baju yang sama sekali tak cocok untukku?" tanya Amanda.
Fabio menatap lembut wanitanya itu.
"Sstt, diam saja. Percuma kau pegang black card jika jajanmu hanya baju murah dan jumlah sedikit. Bukankah tujuanmu adalah memerasku?" canda Fabio.
Amanda meremat lembut lengan suami yang tengah ia peluk itu. Seorang pengunjung butik tersenyum miring menatap Amanda.
"Tuan Rezer, sudah lama tak bertemu. Apa kau menceraikan sahabatku itu dan menikah dengan wanita ini?" tanya seorang wanita berpenampilan elegan dengan frontal.
"Ah, kurasa itu bukan urusan Anda. Tidak perlu khawatir dengan rumah tangga saya dan Yoona. Jika memang Anda sahabatnya, seharusnya Anda tahu apa yang terjadi pada seseorang yang Anda akui sebagai sahabat," jelas Fabio.
"Sudah lama kami tak bertemu jadi aku tak tahu apapun," sabut wanita itu.
"Pantas saja," jawab Fabio dan berlalu.
Langkah anggun Amanda menyusuri butik itu mengikuti suaminya yang masih terus memilih baju untuknya.
Wanita itu memandang Amanda dengan sinis. Mulutnya komat kamit mengeluarkan umpatan untuk istri kedua Tuan Rezer itu.
"Tolong ini juga, pilih juga model ini dengan semua warna yang ada. Aku juga ingin ini dan beberapa model lain," ujar Fabio.
Amanda meremat lengan suaminya itu.
"Hentikan! Ini terlalu banyak." Amanda tampak khawatir.
Fabio duduk di sofa dan seorang penjaga butik menarik Amanda ke ruang fitting. Satu persatu baju itu dicoba dan Amanda keluar meminta pendapat Fabio.
"Sempurna. Tak ada cela untuk semua baju yang kau coba. Kurasa aku membawamu ke tempat yang tepat. Bungkus semua yang dia coba tadi," kata Fabio memerintah.
"Ah, tak perlu. Aku akan pilih yang aku suka saja," sela Amanda.
"Jangan dengarkan dia. Bungkus semua saja," potong Fabio lagi.
Penjaga butik mengangguk dan segera membungkus semua baju. Tak lama dia berjalan kearah Fabio memberikan struk tagihannya. Fabio menaikkan satu alisnya dan segera memberikan black card miliknya.
"Ini berlebihan," sela Amanda lagi.
Fabio hanya tersenyum. Dia tak ingin Amanda merasa tertekan dengan sikapnya itu.
"Sudah saatnya makan siang, ayo ikut aku," ajak Fabio bangkit dari sofa setelah memutar lengannya untuk melihat jam.
Amanda tak bergeming dan hanya bisa mengikuti langkah kaki suaminya itu. Sebuah restoran mewah dengan menu luar biasa mereka datangi.
"Pesan apa yang ingin kau makan," ujar Fabio.
"Aku tak tahu banyak tentang ini semua. Aku akan makan apa yang kau pesankan saja. Dan satu lagi, jangan mencoba mengejekku," jelas Amanda.
Fabio tersenyum manis melihat wanita yang sok bergaya angkuh itu tak tahu menu makanan mahal.
"Pelayan," panggil Fabio.
Dia memesan semua yang ada di buku menu itu. Fabio sengaja melakukannya untuk memperkenalkan semua menu mewah itu pada Amanda.
"Apa ini? Apa kau ingin meledakkan perut?" protes Amanda.
"Jangan banyak bicara saat kau tak tahu apapun. Aku butuh mengenalkanmu," jelas Fabio.
"Aish, sepele sekali dan kau menghabiskan banyak sekali uang," jawab Amanda.
"Hartaku tak akan habis hanya untuk memujamu, jangan khawatir," ucap Fabio.
Sepertinya dia keceplosan. Saat dia ingin menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya, dia justru berujar jika dia sedang memanjakan Amanda. Istrinya hanya diam tak mengerti. Baginya perasaannya adalah rahasia.
"Dia mengatakan memujaku? Apa dia benar-benar sudah jatuh cinta padaku? Apa secepat ini?" batin Amanda.
Matanya terpaku pada wajah tampan Fabio. Tak terasa suduh bibirnya terangkat.
"Kau tersenyum?" tanya Fabio.
Buru-buru Amanda mengalihkan pandangannya. Dia seperti tertangkap basah dan tak ingin menunjukkan perasaannya yang sebenarnya.
"Ah, bukan seperti itu," elak Amanda.
Makanan tersaji dengan rapi. Mata Amanda tan berhenti terkagum dengan semua jenis masakannya.
"Apa ini? Kau justru membuatku kehilangan napsu makan," ujar Amanda yang sudah terlanjur terheran.
Fabio dengan sabar mengenalkan satu persatu jenis menu itu, mulai dari steak, salad hingga dessert yang mereka pesan. Semakin lama suasana justru semakin mencair diantara keduanya. Mereka tak henti saling tertawa dan bercanda.
Tanpa sengaja Amanda memandang lekat suaminya yang tengah menjelaskan itu, dia merasa seperti sedang sekolah dan mendengarkan gurunya mengajar. Sesekali Fabio memintanya menirukan nama makanan itu. Sesekali juga kadang Amanda salah menyebutkan dan membuat Fabio tertawa lucu.
"Mudah sekali membuatmu tertawa, apa kau selalu seperti ini setiap hari?" tanya Amanda.
Fabio menghentikan tawanya. Dia kembali menerawang kehidupannya beberapa hari yang lalu. Bahkan dia lupa kapan terakhir dia tertawa seperti itu.
"Hyak! Mengapa melamun?" sapa Amanda.
Fabio kembali ke alam sadarnya.
"Ah, bukan apa-apa. Aku baik-baik saja. Lanjutkan makanmu," kata Fabio.
Amanda menikmati makanannya dengan lahap. Seperti biasanya, dia akan makan banyak.
"Perutku hampir meledak," keluh Amanda.
"Aish, kau mengatakan itu setelah menghabiskan hampir semuanya," ledek Fabio.
Amanda menghentikan kunyahannya. Dia memandang sinis pada Fabio yang meledeknya.
"Pria ini sungguh menyebalkan," ujarnya.
Makan siang selesai dengan banyak sisa makanan di meja.
"Aku akan membawamu ke rumah orang tuamu setelah ini, jangan permalukan aku. Kau mengerti?" kata Fabio.
"Ah, kapan aku membuatmu malu, Tuan?" tanya Amanda.
"Bersikaplah seperti seorang nyonya besar yang gila kehormatan," ujar Fabio.
"Aish, apa lagi ini? Mengapa meminta hal seperti itu? Kau ingin membunuhku?" protes Amanda.
"Ayahku lebih angkuh dariku, dan ibuku lebih mengerikan dari pada Yoona. Kau harus bisa bersikap baik pada mereka," jelas Fabio.
Amanda membayangkan kedua mertuanya itu seperti apa. Dia bergidik ngeri membayangkan itu.
"Aish, sial. Mengapa aku harus menghadapi keadaan seperti ini? Bagaimana jika mereka tahun kau memunggutku dari meja judi?" tanya Amanda khawatir.
"Mereka tak akan pernah tahu, Louis sudah membereskan semuanya," jawab Fabio.
"Louis? Apa ... apa ... dia berhubungan sebaik itu dengan kau?" tanya Amanda gemetar setelah mendengar nama Louis.
Fabio tersenyum melihat istrinya begitu panik. Dia sengaja mengatur siasat ini agar ayahnya bisa menerima Amanda. Keluarga Rezer tak akan tinggal diam saat tahu siapa Amanda yang sebenarnya mengingat status dan kasta keluarga mereka yang begitu tinggi.
"Jangan terlalu panik, hadapi saja seperti saat pertama kau bertemu denganku," jelas Fabio.
"Maksudnya?" tanya Amanda.
"Bersikaplah anggun, arogan dan angkuh seperti malam itu," bisik Fabio persis di samping telinga Amanda.
* * *