"Karena tujuanmu adalah memerasku aku hanya ingin satu hal. Segeralah hamil dan buat aku memiliki seorang anak," bisik Fabio.
Amanda membalik tubuhnya.
"Kau pikir aku bisa hamil tanpa kau sentuh? Apa Tuan Rezer tahu jika putranya ini begitu bodoh?" canda Amanda.
"Aku ambil tiga hari bersamamu dengan pergi ke luar kota besok. Kita menginap di hotel. Aku ada beberapa pekerjaan di sana. Kita berangkat lusa," kata Fabio.
"Bagaimana dengan istrimu? Apa dia bisa terima?" tanya Amanda.
"Kau juga istriku. Aku akan temukan cara untuk membuatnya mengerti. Tapi ingat, malam ini aku harus tahu dahulu. Apa itu masih benar-benar bersegel?" kata Fabio.
"Baiklah, malam ini," jawab Amanda.
Mereka hampir saja khilaf, bibir Fabio hampir menyentuh bibir ranum Amanda. Tapi suara ketukan pintu membuat keduanya tersentak.
Fabio segera turun dan membuka pintu kamar itu.
"Tuan, ini di kirim oleh kurir. Pesanan Anda," kata bibi pembantu.
"Ah, apa tanganmu tak sakit mengetuk pintu sekeras itu?" cecar Fabio.
"Maaf, Tuan. Menganggu," katanya sembari malu.
"Jangan lupa ucapkan terima kasih pada Bibi," teriak Amanda.
Kata terima kasih pun tak pernah Fabio ucapkan untuk hal kecil pada para pembantu di rumahnya.
"Ah, terima kasih, Bi," ucap Fabio dengan sangat kaku dan terbata.
Pembantu itu hanya menunduk dan kemudian membungkuk hormat. Fabio menutup kembali pintunya dan membawa paper bag itu masuk.
"Cepat turun dan mandi. Kau mengatakan ingin menggunakan black card itu," kata Fabio.
Amanda segera turun. Bahkan kancing kemeja paling atas itu tak tertutup dan membuat Fabio kepalang melihat belahan dada gadis itu. Dengan susah payah putra tunggal keluarga Rezer itu menelan ludahnya.
Gadis cantik itu berjalan ke kamar mandi tanpa tahu jika Fabio terkesima padanya.
"Ah, Tuan. Biasakan dirimu memberi penghargaan atas usaha orang lain untukmu dengan terima kasih. Kata itu mudah sekali untuk diucapkan. Buatlah orang yang membantumu merasa dihargai. Jangan terlalu angkuh," jelas Amanda.
Dia sengaja melakukan hal itu karena sepertinya budaya terima kasih Fabio hanya sekelas kolega dan rekan bisnis saja. Untuk para pekerja kecil dan sepele tak pernah menerima ucapan terima kasihnya.
"Wah, dia begitu detail. Apa dia akan mentreaningku tentang aititud? Tapi bukankah dia juga seorang arogan?" gumam Fabio setelah mendengarkan ocehan Amanda tadi.
Amanda selesai menyisir rambutnya. Dia sedikit kusam karena tak ada make-up kecuali perona bibir yang dia bawa malam itu.
"Ah, kita juga harus ke toko make-up. Kau terlalu biasa tanpa riasan wajah," jelas Fabio.
"Tentu saja, wanita manapun butuh itu," sambung Amanda.
"Kita sarapan di luar saja. Bergantilah baju dan aku akan pamit pada Yoona dahulu," kata Fabio.
"Hm," jawab Amanda acuh.
Hatinya sedikit nyeri melepaskan Fabio menemui istri pertamanya. Baginya itu adalah suatu hal yang asing. Dia merasa cemburu.
"Aish, perasaan apa ini? Mengapa aku merasa tak rela" lirih Amanda.
Dia berjalan ke ranjang dan membuka paper bag itu. Sebuah setelan cantik Fabio beli dari aplikasi belanjanya. Brand baju itu juga sangat terkenal. Di dalamnya juga ada sepasang underwear berwarna gelap.
"Ah, ini pasti sangat mahal," lirih Amanda.
Dia bergegas berganti pakaian.
Di sisi lain Fabio masuk kamar istrinya tanpa mengetuk. Yoona masih berbaring di tempat tidur.
"Sudah pagi, kau terlambat bangun?" kata Fabio.
"Tidak, aku sengaja tak bangun. Kepalaku sakit sekali. Aku tak bisa ke kantor hari ini." Yoona menaikkan kembali selimutnya.
"Aku akan meminta bibi membuatkan sarapan dan menyiapkan obat. Istirahat saja. Aku bisa bekerja sendiri, sampai jumpa," pamit Fabio.
"Hyak, kau tak menyentuhku?" tanya Yoona.
"Bukankah kau sedang flu? Bukankah berbahaya jika kita saling mendekat?" jawab Fabio.
"Aish," umpat Yoona.
Fabio segera keluar dan kembali ke kamar Amanda. Dia dibuat kagum oleh penampilan gadis itu. Baju itu melekat sempurna di tubuh indahnya. Modelnya sederhana walau dari brand ternama. Agaknya baju model apapun akan sangat menarik jika Amanda yang memakainya.
Perawakannya yang ideal membuat dia selalu anggun dengan berbagai model potongan baju.
"Sempurna," lirih Fabio sembari memandang lekat istri keduanya itu.
"Aku akan menghabiskan uangmu hari ini. Bersiaplah, Tuan," kata Amanda.
Fabio tak tahan dengan kecantikan Amanda. Wajahnya tak menggunakan apapun kecuali perona bibir yang ia poles sebagai eyeshadow dan blush-on. Dia segera menarik gadis cantik itu dalam pelukannya. Harum tubuhnya sama persis dengan Fabio. Karena memeng Amanda memakai parfum miliknya.
"Jangan katakan apapun. Kita sudah mulai terbiasa bersama. Jangan bergerak sebelum aku melepaskanmu," kata Fabio.
"Baiklah, Tuan. Aku akan biarkan karena aku akan jajan banyak hari ini," candanya lagi.
"Kau pakai parfumku?" tanya Fabio.
"Tak ada parfum lain yang bisa ku pakai," sahut Amanda.
Senyuman manis lelaki itu membalas perkataan istrinya yang cantik itu. Fabio mulai tergila-gila pada Amanda. Dan salah satu tujuan Amanda adalah membuat Fabio tergila-gila sampai tak bisa berbuat apapun selain menuruti semua keinginan gadis cantik itu.
Pelukan keduanya menjadi semakin erat dan erat lagi. Hingga saat mereka sedang saling memeluk pintu tiba-tiba dibuka oleh seseorang. Yoona melihat keduanya tengah berpelukan. Amanda sengaja menahan Fabio agar tak melepaskan pelukannya. Dia ingin istri pertama Fabio Rezer itu melihat keduanya saling memeluk.
"Kami akan segera keluar dan sarapan di luar. Jangan terlalu khawatir," kata Amanda ambigu.
Fabio tak melepas pelukan walau Amanda mengatakan sesuatu pada si pembuka pintu. Dia meyakini jika itu adalah bibi yang akan menawari sarapan. Yoona menatap tajam pada Amanda yang tersenyum menang. Amanda satu langkah lebih maju darinya.
Pintu kembali di tutup dengan kasar. Suara hentakan pintu mengagetkan keduanya.
"Siapa dia? Mengapa membanting pintu seperti itu?" tanya Fabio.
Amanda tersenyum kecut. Dia sengaja melakukan itu untuk membuat Yoona cemburu.
"Yoona," jawab Amanda sinis.
Fabio segera melepaskan pelukannya. Dia merasa istrinya itu pasti tersakiti. Saat hendak mengejar Yoona, Amanda menahan tangan suaminya itu.
"Kau milikku hari ini. Jangan membuatku kecewa," kata Amanda.
Fabio menghentikan langkahnya. Dia menjadi ragu untuk melangkah. Haruskah dia menuruti permintaan istri mudanya itu. Hatinya benar-benar bimbang.
Amanda dengan cepat mengambil tindakan dengan mendorong Fabio keluar. Mereka pergi tanpa pamit pada Yoona.
"Dia tak enak badan. Aku hanya ingin pastikan," kata Fabio.
"Hubungi bibi saja. Minta dia mengurus Yoona," jawab Amanda.
Fabio memberikan ponselnya pada Amanda dan memintanya menghubungi bibi.
"Aku sedang menyetir. Tak aman jika aku yang menelpon. Ambil dan hubungi," titah Fabio.
Amanda tak bisa menolak dan langsung menghubungi pembantu rumah. Sekali perintah pembantu itu mengerti dan segera melaksanakan perintah sang Nyonya Muda. Amanda langsung memblokir kontak Yoona agar dia tak menganggu kencan pertamanya dengan Fabio.
* * *