Chereads / Noktah Merah Muda Pernikahan / Chapter 6 - Perawan

Chapter 6 - Perawan

"Apa mungkin gadis seperti dia masih perawan?" batin Fabio.

"Bagaimana, Tuan?" tanya Amanda tak sabar.

"Haruskah memanggil Tuan pada suamimu? Mau sampai kapan bersikap seperti itu? Kaku dan terlalu formal," tanya Fabio.

Amanda tersenyum.

"Bagiku kau adalah orang asing, Tuan. Aku sama sekali tak mengenalmu kemarin. Dan dalam waktu 24 jam kau memaksaku menjadi istri kontrakmu. Apa mungkin kita sudah akrab dalam waktu dua kali 24 jam saja?" jelas Amanda.

Fabio melayangkan pandangan pada Amanda. Dia merasa telah melakukan sebuah kejahatan pada gadis itu.

"Kau membuatku terintimidasi seperti seorang penjahat," balas Fabio.

"Jangan merasa seperti itu jika kau bukan seorang penjahat. Aku hanya sedang mengajukan negosiasi. Haruskah aku melelang keperawananku hanya untuk sebuah cek?" gertak Amanda.

Fabio berdiri dari kursinya. Gadis itu terlalu berani mengatakan sebuah cek tanpa tahu nominalnya.

"Kau mudah sekali mengatakan sebuah cek tanpa bertanya nominalnya. Kau sudah gila," jelas Fabio.

"Apa arti milyaran dolar sekalipun? Itu tak akan pernah bisa membuat setahun kontrak ini hilang dari takdirku. Kau harus membayar mahal untuk keperawanan dan juga setahun kehancuranku ini," teriak Amanda.

"Kau akan bayar lebih mahal lagi jika dalam waktu dua bulan ini kau tak hamil," sahut Fabio dan berlalu.

"Apa kau tak berani bertaruh? Apakah ini alasanmu tak tidur bersamaku semalam? Kau takut menyakiti aku bukan?" desak Amanda.

Fabio menghentikan langkah kakinya itu. Hatinya merasa sedikit nyeri. Benar adanya jika dia merasa takut Amanda tersakiti. Dia memang hidup di lingkungan jalang, tapi Fabio tahu benar dia bukan seorang jalang.

"Masuklah, aku akan tidur bersamamu malam ini. Aku akan menerima taruhanmu dan membuktikan jika kau sudah tak perawan lagi. Aku akan membayar taruhannya dan menghadapi semua dengan senyum lebar, Gadis Baik," ujar Fabio.

Amanda tersenyum miring. Dia banyak sekali meminta syarat. Hatinya benar-benar takut. Dia berjuang keras untuk selamat dari Louis dan Tommy saat itu dan nyatanya dia harus hancur di tangan Fabio.

"Aku harus membuatnya tergila-gila padaku, dengan cara apapun," batinnya sembari menatap lekat punggung lebar Fabio itu.

Matanya tak henti kagum pada body kekar tapi ramping Fabio itu.

"Dia menarik walau sebenarnya sangat bodoh," batin Amanda lagi.

Fabio memang bodoh. Dia tak bisa membedakan cinta dan keserakahan. Yoona sengaja memintanya untuk segera mencari istri untuk menitipkan benih karena tak ingin dicoret dari pewaris keluarga Rezer.

Fabio berada di ruang kerjanya, dia menuang wine pada gelas berisi es batu itu. Pikirannya terlalu kalut sejak bau hangus daging yang membuat keributan kedua istrinya di dapur tadi. Baginya ini sebuah pertanda buruk.

"Aku masih sangat mencintai Yoona. Hingga aku tak pernah tega dia dibentak oleh siapapun. Aku tak rela dia dicemooh oleh siapapun dan aku tak akan siap jika aku harus kehilangan dia," ujar Fabio dalam kesendiriannya itu.

Dia tengah gundah, dia bingung dengan taruhan yang Amanda berikan. Jika sampai gadis itu benar-benar masih perawan artinya dia harus menceraikan istri yang sangat dia cintai itu.

"Haruskah aku benar-benar mempertaruhkan pernikahanku dengan wanita yang aku cintai itu? Apa aku bisa hidup tanpa Yoona?" lirihnya lagi

Fabio merasa tubuhnya panas karena emosi di hatinya yang mengoyak habis pikirannya. Dia melempar gelasnya ke dinding dan membuat pecahannya berceceran. Dia merampas kancing piyamanya dan masuk ke kamar Amanda.

Gadis itu tampak sedang duduk di meja rias merapikan rambutnya setelah mandi.

"Tuan, kapan kau akan membelikan aku baju? Aku punya black card tapi kapan aku bisa keluar rumah untuk menikmati hidupku? Apa ini caramu membuatku tersiksa? Memiliki black card tanpa bisa menggunakannya?" seloroh Amanda.

Fabio mematung. Amanda memang tak pernah bisa ditebak. Dia selalu membuat suasana terombang-ambing. Hati Fabio yang dipenuhi emosi seketika meleleh karena sikap dan nada bicara gadis itu yang manja.

"Apa bisa aku menawar pertaruhan itu?" tanya Fabio dengan nada serius.

"Menawar? Apa kau tak bisa kehilangan istri pertamamu yang tak bisa mengurusmu itu?" ejek Amanda.

"Aku tak akan menceraikan dia sampai kapanpun. Dia adalah wanita yang sengaja aku sakiti karena aku menikahimu," jelas Fabio.

"Kau terlalu munafik, Tuan. Bukankah kau sudah tergila-gila padaku? Jangan berbohong, kau tak bisa membuat matamu itu berbohong," ujar Amanda setengah mengoda.

"Aku benar-benar tak bisa meninggalkan dia demi apapun," jawab Fabio.

"Jangan membuatku semakin terhina, pernikahan ini juga bukan keinginanku," kata Amanda.

Fabio segera membuang muka setelah Amanda menatap tajam matanya. Bola mata biru itu membuat Fabio semakin tak berdaya.

"Jangan katakan jika kau terhina, aku tak pernah bermaksud menghinamu. Aku hanya butuh kau memberi satu anak dan semua selesai. Ayo bekerja sama dan sudahi semuanya. Aku berjanji akan memberimu kompensasi besar jika kau mau bekerja sama," jelas Fabio.

Amanda tertawa keras dan bertepuk tangan. Suaranya begitu melengking. Sudah lengkap penghinaan yang Fabio lakukan padanya. Dia sedikit kecewa karena pria itu menolak menceraikan istrinya. Tapi tak ada pilihan lain. Pergi dari tempat ini pun hanya akan membuat dirinya terlunta-lunta.

"Murahan sekali diriku. Bahkan aku hampir membunuh Louis dan Tommy untuk selamat saat itu. Tapi ternyata Tuan ini tak jauh berbeda dengan ayahku. Memperalat dan memaksakan apa yang dia mau pada diriku tanpa berpikir." Amanda yang frustasi begitu kecewa.

"Turunkan harga taruhannya. Jika kau perawan aku berjanji akan memprioritaskan dirimu dari pada istri pertamaku. Tapi jika kau tak perawan, cukup lakukan kewajibanmu dalam kontrak kita itu," jelas Fabio.

"Kau menang banyak untuk kontrak itu. Kau tetap akan menikmati dua wanita dan itu sangat tak adil untukku." Amanda sedikit keberatan.

"Prioritas tak cukup untukmu?" tanya Fabio.

"Beri aku segalanya dua kali lebih besar dan lebih banyak dari istrimu," kata Amanda.

"Harta?" tanya Fabio.

"Cih, aku bukan pemuja harta seperti istri pertamamu. Aku hanya ingin menjadi Nyonya Rezer seutuhnya. Aku harus bisa dua kali lebih segalanya dari Yoona. Beri aku kesempatan untuk itu dan kau tak boleh melarangku untuk apapun," jelas Amanda tak ingin membuang kesempatan untuk memeras Fabio.

Fabio mencoba mencerna segala perkataan istri keduanya itu. Dia berusaha membuat keadaan menjadi lebih mudah. Penawaran kali ini sedikit lebih mudah dari pada harus menceraikan Yoona.

"Baiklah aku akan terima taruhan itu," jawab Fabio.

Dia mulai ragu jika gadis ini sudah tak perawan. Dia masih berpikir jika pertaruhan itu adalah hal yang salah dan menjadi bumerang untuknya. Tapi dia tak bisa mundur lagi. Harga dirinya terlalu mahal untuk mundur. Menawar saja sudah sangat membuat harga dirinya terluka.

"Jika dia tak perawan mengapa dia mempertaruhkan hidupnya. Dia bukan gadis bodoh. Aku tahu benar itu," batin Fabio.

* * *