Pria berambut merah, muncul di depan gua tempat Aarav bersembunyi. "Bergabunglah bersama dengan mereka." Pria tersebut mengangkat tangan.
Tidak dapat bergerak sedikit pun, Aarav hanya bisa memejamkan mata. Pasrah dengan kematian yang akan segera dia dapatkan.
Namun, apa yang dipikirkan Aarav bertolak belakang dengan apa yang baru saja terjadi. Sebelum serangan pria berambut merah berhasil mengenai Aarav, sebuah cahaya putih terang menyelimuti tubuhnya. Kemudian membawanya pergi begitu cepat, tanpa terlihat oleh pasukan desa Fa Ma.
Ketika Aarav membuka mata setelah lama terpejam, dia merasa sudah tidak ada di dunia ini lagi. Apalagi ketika dia membuka mata, pemandangan yang dia lihat pertama kali adalah tempat yang berwarna putih.
"Apa aku sudah ada di surga? Ternyata tidak seperti yang kubayangkan selama ini." Aarav menghela napas, seakan masih belum menerima kenyataan atas kematiannya.
"Kau masih hidup," ucap seseorang di dalam kepala Aarav. "Sebentar lagi, kita akan sampai tempat tujuan."
Aarav yang masih tidak mengerti, hanya bisa menatap sekeliling. Tidak ada satu pun noda yang berada di ruangan tersebut. Detik berlalu menjadi menit, hingga akhirnya menjadi jam. Cahaya kuning terang menusuk mata Aarav.
Tubuh Aarav terus melayang dan terhempas begitu cepat, mengarah pada titik cahaya kuning yang ada di depan mata. Rasanya sudah seperti jatuh dari ketinggian ribuan kilo, tanpa menggunakan pengaman apapun pada tubuh.
Walaupun terlihat dekat, cahaya tersebut sangat lama untuk dijangkau. Hingga akhirnya, cahaya kuning semakin membesar dan membungkus seluruh tubuh Aarav.
Pada saat melewati kilauan cahaya, Aarav terus menutup mata. Hingga suara menenangkan memanggil namanya, kemudian menepuk bahunya dengan lembut.
"Bukan matamu," ucap seseorang begitu menenangkan. Telapak tangan yang menyentuh bahu Aarav, terasa begitu lembut bagaimana sebuah sutra. "Sekarang bukan saatnya untuk tidur."
Aarav membuka mata secara perlahan, menyaksikan sebuah pemandangan yang selama ini tidak dia kenal. Dibesarkan di sebuah desa yang gersang tanpa kehidupan, pertama kali dia melihat pemandangan yang begitu menakjubkan.
Sebuah hamparan sawah yang hijau terbentang di depan mata. Burung-burung terbang sambil bernyanyi, bagaikan melodi yang indah. Begitu juga dengan suara gemericik air terjun yang terdengar merdu menusuk telinga.
"Tempat apa ini?" tanya Aarav terus mengedarkan pandangan, tidak henti-hentinya kagum dengan apa yang ada di hadapan mata. Bahkan, dia sampai tidak mempedulikan siapa orang yang membawanya ke tempat ini.
"Inilah desa Aqua, tempat di mana seluruh kehidupan bermula," kata seseorang tepat di belakang Aarav.
Mendengar ucapan tersebut, Aarav segera memalingkan wajah. Menatap orang yang baru saja berbicara dengannya. Bola mata Aarav terbelalak , ketika melihat orang yang tengah berdiri di belakangnya saat ini.
Wajah kotak dengan mata bulat, rambut hitam berantakan bagaikan orang gila, senyuman yang tidak pernah terkikis dari wajah, serta baju compang-camping dengan motif sobek di sana sini.
"Siapa kau? Apa aku mengenalmu?" tanya Aarav sembari memicingkan mata. "Apa mungkin!" Aarav bangkit dari duduk, memasang kuda-kuda mantap hendak menyerang. "Kau salah satu orang dari desa Fa Ma!"
Mendengar pertanyaan Aarav, pria berwajah kotak hanya tersenyum ramah. "Jika memang kau menganggapku seperti itu, aku tidak akan mempermasalahkannya." Pria itu melangkah beberapa langkah, kemudian menjulurkan tangan di atas kepala Aarav.
Aarav yang hendak diperlakukan entah seperti apa, hanya bisa menutup mata ketakutan. Beberapa saat kemudian, sentuhan nyaman di atas kepalanya menyadarkan Aarav dari lamunan. Bola mata yang sebelumnya terpejam, perlahan mulai terbuka.
"Tidak perlu khawatir seperti itu. Aku tidak akan menyakiti dirimu." Pria berwajah kotak mengelus kepala Aarav begitu lembut.
Perasaan hangat yang diberikan pria berwajah kotak, berhasil membuat butiran bening keluar dari sudut mata Aarav. Suara tangisan bagaikan anak kecil yang kesepian, menghiasi langit cerah tanpa awan.
Melihat Aarav yang menangis sesenggukan, pria berwajah kotak duduk di samping Aarav. Secara perlahan dan penuh kasih sayang, tangannya meraih bahu Aarav. Kemudian menyandarkan kepala Aarav pada pundaknya.
Layaknya seorang Ayah yang akan melindungi putranya, pria berwajah kotak terus menenangkan Aarav yang masih merasa ketakutan.
"Sekarang kau tidak perlu khawatir. Aku akan selalu melindungi dirimu dari mereka semua." Pria berwajah kotak menatap langit cerah, meneteskan air mata hingga mengenai kepala Aarav.
"Apapun yang terjadi, tidak akan kubiarkan mereka mendapatkanmu dan orang itu. Walaupun harus mengorbankan nyawa, aku akan terus melindungi dua orang yang sedang mereka incar," batin pria berwajah kotak sembari mengelus kepala Aarav.
Setelah merasa tenang, Aarav mengusap air mata yang sempat membasahi wajah. Kemudian menatap pria berwajah kotak dengan mata kesedihan.
"Si–siapa kau? Kenapa kau menyelamatkanku?" tanya Aarav masih dengan perasaan sedih. Apalagi ketika membayangkan saat seluruh warga desa dibantai tepat di depan matanya.
"Emm ..." Pria berwajah kotak berpikir sejenak. "Bisa dibilang, aku yang akan merawatmu mulai saat ini. Jadi, kau bisa menyebutku sebagai Ayah," sambungnya masih dengan tangan mengelus kepala Aarav.
"Kau ... ayahku?" Aarav memiringkan kepala.
"Kau sangat lucu." Pria berwajah kotak tertawa kencang. "Namaku Eiireen. Kepala desa dari desa Li Bi."
"Eiireen?" tanya Aarav dengan nada kesal, kepala yang menunduk membuat raut wajahnya tidak terlihat dengan jelas.
"Iya. Itukah namaku ... Eiireen!" Eiireen bangkit dengan posisi berkacak pinggang, mengapa langit yang mulai ditutupi awan di beberapa tempat. "Jadi, kau tidak perlu khawatir lagi. Mulai sekarang, aku yang akan menjaga dan merawatmu."
Meskipun mendengar kabar yang menggembirakan, tetap saja hal itu akan sangat sulit diterima oleh Aarav. Baru saja seluruh warga desa berserta keluarganya dibantai di depan mata. Tidak akan mungkin perasaan tersebut akan mudah digantikan dengan kedatangan orang lain yang tidak dia kenal.
"Kenapa!" Tatapan mata Aarav penuh dengan kesedihan. "Kenapa hanya aku? Kenapa kau tidak menyelamatkan yang lainnya!"
Eiireen menundukkan kepala, tidak dapat menjawab pertanyaan yang dilayangkan Aarav terhadap dirinya. "Maafkan aku, Aarav." Hanya permintaan maaflah yang dapat keluar dari mulut Eiireen saat ini.
"Hanya dengan permintaan maaf, apa kau pikir dapat menghidupkan mereka kembali!" bentak Aarav dengan tatapan penuh kemarahan. "Apa dengan permintaan maaf, aku dapat bertemu dengan Ayah dan ibuku kembali! Apa dengan permintaan maaf ..." Aarav menghentikan ucapannya. Kembali meneteskan air mata penuh kesedihan.
Eiireen menggigit ujung bibir hingga berdarah, kemudian memeluk Aarav begitu erat. "Maafkan aku, Aarav. Memang benar, permintaan maaf ini tidak akan pernah bisa mengembalikan mereka yang sudah tiada. Akan tetapi, aku berjanji akan merawatmu dengan penuh kasih sayang." Mendorong tubuh Aarav sedikit menjauh dari tubuhnya, kemudian menatap wajah Aarav dengan senyuman lebar.
"Aku berjanji akan melatihmu hingga menjadi orang yang kuat. Dengan begitu, kau akan bisa membalaskan dendammu pada desa Fa Ma."