Chereads / Rena Dreams / Chapter 3 - Kekecewaan

Chapter 3 - Kekecewaan

"Kalau saya mengikut saja bagaimana baiknya," jawab Rena melemah setelah mempertimbangkan tak ada bakat bermusik yang bisa ia banggakan.

"Duet sama kamu bisa gak, Adit? Biar kayak penyanyi couple gitu," celoteh Ira dengan gayanya yang polos.

Kompak semuanya langsung menyoraki Ira disana.

"Janganlah! Usahakan kamu dan Rena cari tugas yang sama," tepis Adit seperti menegaskan dirinya bahwa perlakuan Ira membuat Adit ilfil.

"Ya sudah, begini saja. Aku sama Ira mengiringi tarian saja. Lagunya tentang kepahlawanan. Tapi diaransemen ke musik kekinian.

Jadi sebelum Adit bernyanyi diiringi musik oleh Revan dan Sury. Suci berpuisi dulu. Setelah itu, aku sama Ira peragakan isi puisi dengan tarian. Itu ide dari aku secara detailnya begitu saja," saran Rena dengan wajah seriusnya.

"Mantap sekali! Saya setuju, Rena," ujar Revan terlihat begitu bersemangat.

"Setuju!" semua sontak berucap.

"Kalau begitu besok kita mulai latihannya." titah Adit.

***

Hari yang ditunggu telah tiba. Hari dimana pertujukkan bakat dimulai. Selama dua hari latihan, semuanya berjalan dengan mulus. Sementara itu, tiap perwakilan tim diminta untuk mengambil nomor antrian. Semua ketua tim bergegas mengambil nomor antrian di meja panitia.

"Revan coba telfon Adit. Kok belum datang sampai sekarang, ya?" tanya Rena pada Revan.

Revan mencoba menghubungi Adit tapi sepertinya telfon tidak tersambung.

"Ya sudah. Aku saja yang ambil nomor dulu. Mungkin Adit sementara di jalan," kata Revan mencoba terlihat tenang.

Revan pun menuju ke tempat dimana nomor urutan. Disana ia mendapatkan nomor lima yang artinya urutan tim Rena adalah urutan kelima. Semua tim terlihat berkumpul di belakang panggung. Mereka terlihat kompak saling berbaur satu sama lain.

Beda dengan timnya Rena yang saling berpisah-pisah. Mereka terlihat harap-harap cemas menunggu kedatangan Adit.

Bagaimana jika Adit tidak datang?

Untunglah, Rena telah melihat kedatangannya. Setelah hampir tiga puluh menit, Adit baru datang. Suaranya terdengar ngos-ngosan dan tetesan keringat membasahi dahinya.

"Maaf saya terlambat. Belum mulai 'kan?" tanya Adit panik.

"Belum!" jawab Suci dengan ketus.

"Bro, darimana saja? Hampir saja tadi kita terdiskualifikasi kalau kamu gak datang. Tadi juga ditelfon gak bisa tersambung," cecar Revan seraya menepuk-nepuk bahu Adit.

Adit hanya menghela nafas panjang dan termenung memandang ke arah depan. Ekspresi kekecewaan yang lain pun terlihat jelas. Lalu tanpa jawaban, ia memilih berjalan menuju ke pojokan, tempat dimana tidak ada kerumunan. Disana terlihat Adit mencoba menelfon seseorang.

'Apa Adit ada masalah?' tanya Rena dalam hati.

Bukan bagaimana, Adit sewaktu latihan terlihat aman-aman saja. Selama latihan pun Adit fokus dan memberikan arahan kepada timnya. Juga tidak ada masalah dengan anak-anak.

'Mengapa di hari H sekarang, sikap Adit berubah 180 derajat?'

Lagi-lagi Rena bertanya dalam hatinya.

"Ada apa sih dengan Adit? Aneh sekali, sudah dia yang terlambat, malah sikapnya begini seakan sibuk sendiri. Revan kasih tau dia suruh profesional dong. Jangan bikin hancur usaha kita semua," sungut Suci.

Revan mengangguk pelan dan langsung berjalan menuju ke Adit.

"Bro, ada apa sih? Ada masalah? Ayo cerita ada apa?" tanya Revan padanya.

Ira pun terlihat berlari kecil kearah mereka berdua dan dengan sigap menarik tangan Adit.

"Adiiitt, ayo kesini gabung sama kita," rengek Ira.

Sesaat kemudian pun terlihat Suci menghampiri mereka disana dengan ekspresi wajah yang kesal dan menyilangkan kedua tangannya di dadanya.

"Profesional dong sebagai ketua tim! Urusan yang lain disampingkan dulu, sebentar lagi giliran tim kita ini," berang Suci.

Adit hanya berucap kata maaf dan menyimpan hapenya kembali di saku celananya. Suasana yang sedikit memanas berubah menjadi panik ketika terdengar gemuruh suara tepuk tangan. Ternyata tim nomor empat telah usai menunjukkan penampilan mereka.

"Cepat giliran tim kita sekarang," teriak Rena. Kini giliran tim Rena akan tampil.

Semua tim telah usai menunjukkan performanya. Desus-desus penonton terdengar, sepertinya tim tiha yang akan mengambil juara. Dan benar saja, lomba tim ini dimenangkan oleh tim tiga. Juara harapan dan juara favorit pun diraih tim lain. Sementara tim Rena hanya sebagai penghias saja.

"Sepertinya mereka semua totalitas, tidak seperti tim kita! Kamu tuh sebagai ketua gak bisa diandalkan!" emosi Suci seraya meninggalkan mereka semua yang masih dalam keadaan terpaku.

"Apa boleh buat, yang penting kita sudah berusaha. Tidak usah terlalu ambisius. Tidak sepenuhnya salah Adit juga, kita semua satu tim. Jadi kita semua saling turut serta atas hasil tim kita. Paham 'kan?" ucap Revan berusaha menenangkan

"Fokus belajar yuk! Kita semua baru mau mulai belajar. Kita lupakan saja yang sudah berlalu," timpal Sury mencoba mendinginkan suasana.

Tetapi bukannya kondusif, Ira seakan memanasi situasi dan perkataannya terasa tidak mengenakkan di telinga Rena.

"Sudah terduga sih emang!" sinis Ira yang tiba-tiba memandang Rena dengan tatapan yang juga sinis.

"Lagian kamu juga Rena yang usul adakan tarian. Tau sendiri 'kan kamu tidak bisa bergerak dengan indah. Tadi aku dengar bisik-bisik dari bawah kalau gerakanmu tuh gak enak banget dilihatnya. Lihat nih aku, sudah susah payah all out, eh gerakan kamu bikin jadi menoton saja," cecar Ira sambil memiringkan bibirnya.

Ira menghardik Rena dan tatapannya begitu sinis. Ternyata bukan hanya Suci yang tidak terima kekalahan ini, Ira pun demikian. Orang-orang disekeliling sana menatap Rena untuk memastikan reaksinya setelah mendengar perkataan Ira yang cenderung berkonotasi bullyan.

Bukan kali pertama Rena mendengarkan perkataan seperti itu. Telinganya sudah cukup kebal. Rena terlihat hanya menundukkan pandangan dan berusaha tersenyum kecut. Walaupun hatinya sudah pasti sakit mendengarnya. Jujur, rasanya Rena jngin menitikkan air mata pada saat itu juga.

Brak!

Sebuah gitar dihentakkan ke lantai. Seisi ruangan tiba-tiba sunyi. Adit melemparkan gitarnya.

"Ira kau tidak pantas berkata itu pada Rena! Jangan pernah salahkan orang yang sudah berusaha mencoba. Silahkan kau marah padaku. Ini salah saya. Saya tidak fokus dan memang tidak profesional. Tapi jangan pernah kau menghina fisik orang," desis Adit terlihat emosi.

"Adit sudah! Saya ini tidak apa-apa. Ira saya minta maaf. Teman-teman, sekali lagi saya minta maaf," sergah Rena dengan suara yang terdengar tercekat ditenggorokan.

Ira hanya tesenyum sinis. Semua seisi ruangan pun terlihat gaduh sampai pada akhirnya panitia datang dan melerai mereka untuk menghentikan keributan yang terjadi.

***

Ada salah satu tempat ternyaman di sekolah ini, tempat dimana Rena menikmati kesendirian. Beberapa kali terlihat Rena hembuskan nafas, mencoba untuk menenangkan diri.

Namun sepertinya Rena kalah. Tetap saja air matanya mengalir turun membasahi pipi. Otaknya masih terngiang -ngiang akan ucapan Ira.

Saat Rena coba membuka mata, selembar tissu telah berada tepat di depan matanya. Itu membuat Rena mendadak kaget.

"Aku tau kamu pasti butuh ini,"

Sahutan suara tepat dibelakang Rena jelas membuatnya tersentak kaget. Bukan bagaimana, Rena pikir hanya firinya saja berada disana.

"Adit? Kenapa kamu ada disini?" tanya Rena bernada lirih.

TO BE CONTINUED