Chereads / Rena Dreams / Chapter 5 - Pilihan Ekskul

Chapter 5 - Pilihan Ekskul

Jika Rena disuruh memilih, jelas ia ingin ikut. Tapi sepertinya untuk saat ini ia harus mengurungkan niatnya.

"Kayaknya aku gak bisa ikut kegiatan ekskul, Adit. Em… soalnya mau kerja selepas pulang sekolah,"

Adit memicingkan mata melihat Rena. Ia berpikir, seusianya memangnya sudah bisa bekerja?

"Heuh kamu kerja dimana, Ren?" tanya Adit terheran.

Bring!

Tiba-tiba suara bel masuk berbunyi.

"Eh sudah bunyi belnya. Masuk kelas yuk, Adit," ajak Rena langsung menarik tangan Adit menuju ke kelas.

Rena dan Adit mengakhiri percakapan di taman dan bergegas menuju ke kelas.

***

Tok! Tok! Tok!

Sudah tiga kali Rena mengetuk pintu belum juga ada tanda-tanda. Rena tepat berada di depan ruangan kepala sekolah. Katanya ada hal yang akan disampaikan padanya.

"Cari pak kepala sekolah, Nak?" tanya salah satu petugas kebersihan yang terlihat sedang mengepel lantai disekitaran depan ruanganya kepala sekolah.

"Iya, Pak,"

"Sebentar lagi akan datang, Nak. Biasanya begitu karena pintunya beliau tidak kunci."

Rena mengangguk dan mengulum senyum tipis lalu berkata, "Terimakasih, Pak,"

Ia pun menunggu kepala sekolah di kursi ruang tunggu yang telah disediakan. Hampir sekitar lima belas menitan aku menunggunya. Selang waktu kemudian, tiba-tiba seorang paruh baya berjalan cepat lewat di hadapannya.

Ternyata kepala sekolah sudah datang. Rena membiarkan beberapa menit untuk tidak langsung masuk. Setelahnya itu, barulah ia mengetuk pintu lagi.

Ceklek!

"Permisi, Pak," salam Rena diambang pintu.

"Masuk, Nak," sahut suara kepala sekolah.

"Maaf pak saya datang ke ruangan. Katanya saya dipanggil sama bapak,"

"Betul. Silahkan duduk dulu, Nak,"

"Silahkan dibaca dulu," ujarnya kembali.

Kepala sekolah memberikan selembar kertas pada Rena. Dengan rasa penasaran, Rena membacanya dengan cermat.

"Jadi begini, Nak. Semua penerima beasiswa diwajibkan ikut kegiatan ekstrakurikuler. Barangkali kamu belum tau karena saya lihat dari data penerima beasiswa di sekolah ini, hanya namamu yang tidak ada," jelas kepala sekolah saat Rena menatapnya.

Rena memang tidak mengetahui hal tersebut. Padahal sebenarnya ia sudah mengambil ancang-ancang untuk tidak mengambil kegiatan ekstrakurikuler. Tapi sepertinya ia harus menjalani aturan itu.

"Baik, Pak. Nanti saya akan mendaftarkan diri untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler,"

Selepas urusan tersebut, Rena pun permisi dari ruangan kepala sekolah. Ia terlalu bersemangat untuk langsung ke unit kesiswaan. Namun tiba-tiba…

Braaakkk!

Hantaman keras berasal dari bola basket mengenai kaki Rena. Ia menjadi sempoyongan karena kehilangan keseimbangan. Dari arah lapangan, ada laki-laki yang menuju ke arah Rena. Bukannya terlihat membantu Rena, malah ia terburu-buru mengambil bola basketnya.

"Makanya kalau melihat orang main, jangan jalan dekat sini. Kena 'kan kamu!"

"Hei! Kamu yang salah kok malah menyalahkan saya? Kamu tuh yang gak tau main basket kampret!" berang Rena berdiri lalu membuang bola basket yang berada ditangan laki-laki itu.

Tidak terima disalahkan, malah teman sekolahnya tadi semakin terlihat emosi pada Rena.

"Lu yang salah! Siapa suruh lewat disini. Ini area basket! Minggir lu!" ujarnya sambil berjalan mendorong Rena yang menghalangi jalanannya.

"Ciko!" bentak suara yang tiba-tiba muncul melerai percekcokan Rena dan orang tersebut.

"Pergi lu! Bodoh sekali lu melawan perempuan!" bentak Revan membela Rena.

Rena terlihat memangut kesal dan mendorong balik orang yang bernama Ciko tadi.

"Sana! Lu kalau mau main basket terus gak ada orang lalu lalang mending main di hutan saja!" cibir Rena saat orang itu memaksa pergi dengan segala sumpah serapahnya disana.

"Ren kau tidak kenapa-napa?" tanya Revan menarik tangan Rena, mengisyaratkan untuk meninggalkan area lapangan saat itu juga.

"Iya gak apa-apa, Revan,"

"Bagaimana, ada yang terluka?" tanya Revan panik.

"Aman kok, Revan. Kamu lanjut main basket saja,"

"Terlanjur malas mainnya! Oh iya, tadi kenapa berjalan terburu-buru?" tanya Revan.

Rena langsung menepuk bahunya. Ia hampir saja membuang-buang waktu. Sebelum bel masuk berbunyi, Rena harus segera ke kantor unit kesiswaan.

"Astaga Revan! Bel masuk belum bunyi 'kan? Aku mau ke unit kesiswaan dulu. Mau cari informasi,"

"Aku ikut,"

Di depan kantor unit kesiswaan banyak sekali tertera berbagai pengumuman dan poster berisikan visi-misi setiap organisasi yang ada.

"Lu mau ikut organisasi, Ren?" tanya Revan.

Rena mengangguk mengangguk menjawab pertanyaan Revan. Matanya terus terfokus ke papan mading. Lalu Rena terlihat berdecak lidah.

"Ih! Bidang kesenian mana ya?" gusar Rena.

Revan langsung terkekeh melihat kegusaran Revan. Bukan bagaimana, Rena sedang mencari poster kesenian yang ternyata tepat berada dibawah matanya.

"Iniii," ledek Revan menujuk yang dimaksud.

"Astaga, gak lihat," kekeh Rena sambil menggaruk telinganya yang tidak gatal.

"Condong kemana?"

"Seni melukis,"

"Iya kah? Kemarin gue juga kesini sama Adit. Kalau tidak salah, Adit juga ambil ekstrakurikuler seni lukis deh," kata Revan sambil berlalu masuk ke dalam ruangan. Berniat mengambil formulir pendaftaran.

Rena yang megekorinya dari belakang terlihat mengangguk saja mendengar penuturan Revan.

***

Sesampainya di dalam kelas, beberapa orang ada yang terlihat sibuk bermain gadget dan bersendau gurau. Diantara teman kelas Rena, hanya satu teman perempuan yang menurut Rena sefrekuensi dengan dirinya yaitu Sury. Sekaligus teman duduknya juga.

"Dari mana, Ren?" tanya Sury pada Rena.

"Dari kantor unit kesiswaan. Gue diharuskan ikut organisasi. By the way, lu ikut organisasi juga dong, Sury. Biar gue ada teman juga disana," ucap Rena sambil senyam-senyum bermaksud menggombali Sury.

"Gak deh. Mau fokus belajar. Lagian kalau ikut ekstrakurikuler biasanya bakalan cinta-cintaan," tolak Sury dengan ekspresi datarnya.

Rena terkekeh kecil mendengar penuturan teman akrabnya ini. Kalau dilihat-lihat dari ekspresinya, sebenarnya Sury terlihat serius mengatakannya. Tapi… apakah sedangkal itu ketika ikut ekstrakurikuler berarti akan terkena cinta-cintaan?

"Huuu… tau darimana lu?" tanya Rena meledek.

"Biasanya sih begitu. Nanti orangtua marah. Lu gak takut?"

"Memangnya kamu ambil apa?" sahut Ica kepada Rena. Ia tiba-tiba menyela percakapan Rena dan Sury yang tadinya sudah terdengar asyik disana.

Yang menyahut itu adalah Ica. Sang ketua kelas. Orangnya cantik, pintar dan sangat aktif tapi ia memang terkenal angkuh dan pilih-pilih teman dalam bergaul.

"Devisi kesenian dan olahraga. Kamu sendiri ikut juga, Ica?" tanya Rena dengan raut wajah ramahnya.

"Belum tau!"

Sudah terduga. Memang berinteraksi dengan Ica harus punya mental yang kuat. Rena pun hanya menghela nafas pasrah dan kembali bersendau gurau dengan Sury.

***

Biasanya selepas pulang sekolah, Rena singgah ke lapangan Jati untuk mencari botol-botol bekas. Setiap jam pulang sekolah, banyak remaja yang bermain futsal disana.

Bagi Rena, itu adalah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan. Ia pastinya akan mendapatkan banyak botol-botol sisa minuman. Tapi memutuskan untuk mengikuti ekstrakurikuler, akhirnya Rena dipastikan tak akan bekerja memungut botol lagi.

Otaknya lalu berpikir, cara lain agaria bisa membantu perekonomian keluarga jika seperti ini keadaannya.

"Hei! Lu melamun?" pekik Sury mengagetkannya tiba-tiba.

Rena langsung mengatur nafasnya dan langsung terlihat kesal menatap Sury.

"Apa sih? Gue melamun sekalian nunggu senior. Lu habis makan gorengan? Suaramu terlalu indah di dengar!" sarkasnya sambil memutar bola matanya dengan malas.

TO BE CONTINUED