Chereads / Rena Dreams / Chapter 8 - Hardikan Kejam!

Chapter 8 - Hardikan Kejam!

Waduh kok janji-janjian begitu? Iya mama berjanji," kata Ika tertawa kecil seraya memperlihatkan jari manisnya. Sontak Rena langsung ikut mengaitkan jarinya disana.

"Tadi aku berbohong sama temanku. Aku berbohong perihal rumah kita, Ma. Tadi aku suruh dia antar pulang ke rumah, padahal aku kasih lokasi perumahannya Bu Gea. Jadinya dia tau rumah Rena disekitaran sana. Bahkan—"

Belum sempat Rena melanjutkan pembicaraannya, Ika langsung menyelanya.

"Mama gak pernah ajar Rena berbohong. Kenapa Rena berbohong? Rena tidak boleh malu sama keadaan. Itu artinya Rena menipu teman-teman Rena sendiri,"

"Nah tuh kan ihh mama. Tadi katanya janji gak bakal potong pembicaraan. Sekarang marah-marah. Aku kan belum selesai menjelaskan, Ma," rengek Rena.

Ika langsung menghela nafas panjang mendengar penuturan anaknya.

"Ya sudah, kenapa Rena berbohong seperti itu? Coba mama mau dengar alasannya,"

"Karena malu, Ma. Masih gak berani jujur sama teman-teman baru, Ma," lirih Rena.

"Ingat kata mama. Mama gak pernah ngajarin Rena untuk berbohong dan malu sama keadaan. Untuk apa kamu berbohong seperti itu, Nak? Itu artinya kamu memberikan peluang ke teman-temanmu untuk berteman denganmu dengan cara yang tidak ikhlas.

Berteman hanya karena materi. Berteman karena ini, berteman karena itu. Kira-kira menurut Rena, jika orang berteman karena ada sesuatu, karena tidak ikhlas, kira-kira bagus gak, Nak?" wanita berumur 40 tahun itu bertanya serius pada anaknya.

Rena seketika menundukkan pandangan. Ia lupa dengan petuah-petuah mamanya.

"Tidak, Ma," jawabnya melemah.

"Nah itu! Pokoknya Rena harus jujur sama keadaan. Tugas kita hanya jujur dan selalu berniat baik pada setiap orang. Kalau dia ikhlas berteman sama kita, pasti dia gak memandang hal yang lain,"

"Iya, Ma. Di sekolah nanti aku mau sekalian minta maaf sama Adit, Ma,"

"Memang sepatutnya Rena harus minta maaf, Nak," kata mamanya memeluk erat anaknya.

***

Tirai jendela tipis yang menghalangi sinar pagi di kamar Rena langsung terkesibak.

"Nak, bangun. Sudah pagi," bisik mamanya membangunan Rena yang masih asyik tertidur.

Rena langsung menguap dan menggeliatkan badannya. Matanya mengerjap-ngerjap berusaha mengumpulkan nyawanya yang baru saja terbangun.

"Nak, mama bisa minta tolong pagi ini?" tanya mamanya dengan suara lembut.

"Bilang saja, Ma," kata Rena dengan khas baru bangun pagi.

"Temenin mama ke pasar. Mama disuruh nyonya beli belanjaan di pasar. Kalau mama bawa sendirian sepertinya kewalahan. Daftar belanjanya banyak sekali ini, Rena. Coba deh kamu lihat," kata mamanya. Rena sambil memperlihatkan list belanjaan di depan wajah anaknya yang masih tidur terlentang.

Masih dengan setengah sadar, Rena pun kemudian menyandarkan punggungnya.

"Wah, banyak sekali, Ma. Kayak ada acara aja ini bu Gea belanjanya," decak Rena sambil menggeleng pelan melihat list belanjaan yang begitu banyak.

"Hari ini keluarganya akan datang. Kamu siap-siap segera, Nak. Mama tunggu di teras," ujarnya sambil berlalu pergi.

"Iya, Ma,"

Bukannya malah bergegas bangun, Rena kembali membuang dirinya di kasur. Ia masih mencari moment sejenak untuk rebahan sambil memeluk guling mencari posisi ternyaman. Tanpa ia sadari ia malah kembali tertidur sejenak.

Dikira anaknya sudah siap berangkat, Ika yang memastikan kembali di kamar Rena langsung dibuat frustasi.

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, sudah satu jam ia menunggu anaknya ternyata ia malah tertidur.

"Astaga Rena! Bangun!" panik mamanya sambil menggoyang-goyangkan tubuh Rena.

Rena pun dibuat terkaget. Ia menyadari kesalahannya barusan.

"Ma-maaf, Ma. Habis ini Rena langsung mandi," kata Rena sambil terkekeh tiada henti.

"Cepat, Nak. Lima belas menit mama tunggu. Gak usah mandi kembang tujuh rupa," kata mamanya dengan kilat lalu berlalu pergi kembali setelah memastikan Rena telah masuk ke kamar mandi.

Hampir 15 menitan berlalu,sahutan teriakan dari luar pintu kembali terdengar.

"Rena, kamu sudah belum?" teriak mamanya dari luar. Sepertinya supir pribadi Bu Gea sudah ada di depan makanya mamanya begitu terburu-buru,"

"Bentar, Ma. Lima menitan lagi." Jawab Rena. Disana, rena terlihat panik mencari sepatunya yang hilang sebelah.

'Astaga, sepatunya mana sih?' gerutu Rena terlihat kebingungan sendiri

Seusai drama sepatu Rena ditemukan, untung saja semua urusan berbelanja bisa tepat selesai pada waktunya. Rena dan mamanya menuju ke rumah Bu gea.

"Barusan banget keluarganya bu Gea datang kerumah. Biasanya bu Gea yang sering-sering ke rumah keluarganya nginap. Iya gak ma?" tanya Rena dengan serius.

"Iya. Mama juga gak tau keluarganya yang mana soalnya mama belum pernah lihat keluarga-keluarganya juga,"

"Oh atau jangan-jangan bu Gea mau nikah kali ya, Ma? Makanya ngundang keluarganya ke rumah gitu?"

Wanita paruh baya itu langsung menyentuhkan jarinya ke bibir anaknya.

"Sssttt! Rena gak baik urusin urusan orang,"

Di depan rumah majikan mamanya Rena telah terparkir dua kendaraan mobil.

"Sepertinya mereka sudah datang," kata Rena sedikit berbisik.

Mamanya hanya bergumam mendengar penjelasan anaknya.

"Rena, kamu masuk duluan nak. Taruh belanjaan ini di belakang dapur. Kalau yang ini langsung taruh di kulkas," titah mamanya memperlihatkan barang-barang yang dimaksud.

***

Di dapur, Rena terlihat menagtur bahan makanan yang dimasukkan dikulas maupun yang hanya ditaruh diatas meja.

'Oke sudah beres. Sekarang waktunya main dengan Lorenz' gumam Rena sambil menepuk tangan karena senang pekerjaan yang disuruhkan tadi telah selesai ia lakukan. Seperti biasa, Rena menyukai kucing milik Bu Gea. Teman bermainnya disana.

"Bu Gea, si Lorenz mana?" tanya Rena saat tak melihat kucing berwarna putih bersih itu ada di rumah.

Bu Gea yang tiba-tiba lewat dihadapan Rena langsung berbalik badan.

"Kucingnya ada sama ponakan. Mungkin di taman belakang. Coba cari disitu," kata Gea dengan cepat karena terlihat sibuk mondar-mandir.

Rena pun langsung menuju ke taman belakang rumahnya Bu Gea rumahnya. Benar saja, kucing menggemaskan itu sedang berada dipangkuan ponakan Bu Gea.

"Hai?" sapa Rena dari belakang.

Deg!

Rena langsung tersontak kaget. Begitupun dengan keponakannya Bu Gea.

"Loh Rena? Kamu kok bisa ada di rumahnya Tante Gea?" ujarnya berbalik badan.

Sementara Rena merasa darahnya mendadak membeku. Lidahku menjadi keluh seketika dan seluruh badanku mendadak menjadi patung.

"Ica?" ujar Rena tak kalah kaget.

"Rena ngapain kamu ada disini? kok bisa ada disini sih?" cicit Ica. Ternyata dia adalah keponaknnya Bu Gea.

Belum sempat rena menjawab, malah ica sudah menyimpulkan lebih dulu dengan wajah terlihat sulit dijelaskan.

"Kamu anak pembantunya tante Gea, ya?"

Ica semakin mendekatinya lalu, mengelilingi Rena yang tengah berdiri dan lagi, Ica menyorot Rena dengan tatapan tajam. Menatapnya dari ujung kaki hingga ujung rambut.

"Kamu ternyata anak pembantu," bisik Ica begitu lembut di telinga Rena. Walaupun terdengar begitu lembut, tetapi pemilihan diksi katanya begitu menyayat hati.

TO BE CONTINUED