Chereads / Rena Dreams / Chapter 12 - Friendship

Chapter 12 - Friendship

"Bi Imo serius?" tanya Adit dengan wajah berbinar-binar.

"Iya, Nak. Ayo kamu sudah siap?"

Adit langsung mengangguk mantap dan secepat kilat memakai sepatunya.

Adit sangat senang. Jika sedari malam ia merasa bersedih dan badmood, detik itu juga ia langsung berubah.

Keny sudah menunggu anaknya. Sangat jarang sekali mommy-nya Adit meluangkan waktu kepada anaknya. Wanita karir itu biasanya pagi-pagi sekali akan berangkat ke kantor. Itulah makanya, ia bahkan sangat jarang bisa melihat anaknya pergi ke sekolah.

"Wah, anak mommy tampan sekali," ujar Keny dengan hangat.

"Sudah siap? Kita berangkat sekarang,"

Keny terlalu terburu-buru. Padahal anaknya belum sarapan. Tapi sudahlah, Adit tidak terlalu mempermasalahkan itu semua. Ia hanya mengangguk pelan dan langsung naik ke mobil. Sebenarnya Adit sangat senang dalam hatinya.

Tapi entah mengapa rasanya susah mengatakan langsung pada mommy-nya. Terlebih mommy-nya juga terlihat sibuk dengan ponselnya. Fokusnya hanya tertuju menyetir dengan ponselnya.

Karena tak ada bahan pembicaraan yang hangat di dalam mobil, Adit berinisiatif membuka pembicaraan.

"Mom, hari ini banyak kerjaan di kantor?"

"Kenapa, Adit? Tadi kamu bilang apa, sayang?" tanya Keny selang beberapa menit. Ia terlalu asyik dengan dunianya.

Ingin rasanya Adit menjerit dalam hatinya. Tapi ia hanya bisa meringis disana.

"Banyak. Kenapa?"

"Oh, Adit pikir mom tidak sibuk. Kita sarapan bubur dulu. Mumpung baru jam setengah tujuh. Adit juga belum terlambat ke sekolah,"

"Tidak bisa, Sayang.... ,Mommy harus cepat-cepat ke kantor dan hanya sempat mengantar kamu ke sekolah. Sekalian biar nanti kalau kamu pulang, mommy yang jemput juga. Kita gak usah balik ke rumah dulu,"

"Maksudnya, Mom?" Adit terheran mendengar penjelasan mommy-nya.

Wanita itu menghela nafas panjangnya dan terlihat sedikit beraut wajah kesal saat menyetir mobil.

"Mommy malas bertemu dengan ayahmu. Kita tinggal di aaprtement mulai hari ini,"

DEG!

Adit membeliakkan matanya. Ternyata mommy-nya mengantar Adit seperti itu hanya untuk mengikat Adit agar ikut dengannya.

Wanita itu terlihat ingin pisah rumah dengan suaminya Adit sendiri sebelumnya belum pernah melihat mommy-nya semarah itu pada ayah tirinya.

"Mom, kenapa harus pakai pisah rumah segala? Kalau mom marah sama ayah bicarakan baik-baik," ujar Adit tidak terima cara marah mommy-nya.

"Kamu tau apa sih urusan orang dewasa, Sayang? Sudahlah, Adit nurut saja sama mom. Ingat, selepas pulang tunggu mommy di depan sekolahmu. Jangan pulang ke rumah,"

Adit membuang wajahnya keluar jendela. Disana ia terlihat kesal. Badmoodnya semakin menjadi-jadi.

Tidak terasa, ia telah sampai di depan sekolahnya. Adit langsung turun dari mobil begitu saja. Sementara Keny hanya sibuk menelfon.

"Bye, anakku!" teriak Keny dari dalam mobil kepada anaknya yang kini berjalan pergi beberapa langkah.

Adit tak menoleh. Ia hanya memegang tas ranselnya sambil berjalan menghentak-hentakkan kakinya.

Ia begitu kesal. Saking kesalnya, gerbang sekolah yang kebetulan tidak ada satpam sekolah berdiri, Adit yang membuka gerbang dan menutupnya dengan keras tanpa menoleh ke belakang.

"Aduh!" ujar seseorang yang merasakan kesakitan karena terkena hantaman pintu gerbang yang ditutup begitu saja.

Adit terkesiap langsung menoleh dan melihat Rena yang meringis kesakitan.

"Astaga, maaf Rena! Aku pikir gak ada orang di belakang tadi,"

"Aduh," rintih Rena sambil memegang dahinya yang terlihat meemar.

"Sorry, gak sengaja," kata Adit terburu-buru. Ia langsung menarik tangan Rena untuk segera ke ruangan UKS. Disana Rena langsung diobati langsung oleh Adit. Tak sulit bagi Adit untukmengobatinya karena Adit juga mengikuti ekskul palang merah remaja.

"Jidat lu masih sakit, Rena?" tanya Adit sambil menutup kotak p3k-nya.

"Sedikit. Masih sakit sedikit," jawab Rena melemah.

Lalu setelah itu menatap Adit dengan tatpan sedikit kesal.

"Lagian lu kenapa sih, datang ke sekolah kayak orang marah-marah?"

Adit menaikkan bahunya dan memilih duduk di lantai. Ia mendongak menatap Rena yang terduduk di kursi.

"Gue emosi dengan orangtua!" kata Adit sambil mengepalkan kedua tangannya.

Rena mengerutkan dahinya. Ia melihat Adit dengan tatapan membingungkan.

"Lu kenapa sama orang tua lu? Jangan jadi anak durhaka, Adit!"

"Gue gak durhaka kok! Tapi gue gak tau, apakah kalau orangtua ada yang namanya durhaka dengan anaknya?" tanya Adit dingin.

Rena terdiam. Ia melihat ada kekesalan di wajah Adit. Rena memilih tak ingin melanjutkan perkataan. Ia langsung beringsut dan menarik tangan Adit.

"Kita masuk kelas yuk, sahabat?" bujuk Rena padanya dengan lembut.

Adit terhenyak. Kata 'sahabat' yang keluar dari bibir Rena membuat Adit bergeming.

"Mulai hari ini kita sahabatan, ya? Jadi kalau kamu ada masalah, cerita ke aku saja. Aku juga akan seperti itu. Tapi nanti. Saat kamu sudah merasa jauh lebih tenang," kata Rena tersenyum tipis.

Adit terharu. Selama ini ia memang butuh teman cerita, teman berbagai segala keluh kesah yang ia alami. Ia memang punya sahabat yaitu Revan. Tapi mencurahkan segalanya pada Revan tak membuat Adit bisa merasa tenang.

'Terimakasih, Rena. Ya, kita sahabatan mulai saat ini," kata Adit menaikkan jari kelingkingnya ke depan wajah Rena. Rena tersimpul dan langsung menaikkan jari kelingkingnya ke Adit.

"Sahabat!" seru keduanya berbarengan.

Mulai saat itu, Rena makin akrab. Jika panggilan kata lu gue dengan Adit belum terjadi karena masih canggung, detik itu akan terlaksana.

***

Suasana kelas pagi ini begitu ramai seperti pasar. Terlihat siswa saling bercerita satu sama lain. Harusnya jam pelajaran sudah masuk, tapi sepertinya guru yang mengajar belum mengajar.

"We, kayaknya bu Dora gak masuk!" kata anak lain berteriak paling kencang.

Bu Dora adalah guru yang akan mengajar di kelasnya Rena pagi ini. Sebenarnya bukan nama asli, tapi karena penampilan rambut gurunya seperti Dora, makanya panggilan itu melekat ke teman-teman kelas Rena.

"Yuhu!" semuanya berteriak kegirangan. Sampai pada akhirnya, semua yang berada di kelas langsung terdiam membisu saat suara hentakan heels terdengar menuju ke kelas.

"Selamat pagi, anak-anak," kata gurunya yang dipanggil Bu Dora.

"Pagi, Bu," ujar mereka semua.

Bu Dora terkenal guru yang paling galak. Baru saja memasuki kelas, ia meminta Ica untuk mengumpulkan tugas yang telah diberikan.Ica pun langsung mendatangi satu persatu temannya untuk mengambil buku mereka masing-masing.

Tak ada yang terlihat lalai mengerjakan tugas. Buktinya sudah setengah siswa yang Ica datangi, semuanya mengumpulkan tugas. Hingga pada akhirnya, Ica berdiri di depan Adit.

"Tugas lu, Dit?" tanya Ica sambil menengadahkan tangannya.

"Gue gak kerjain," kata Adit dengan santai.

Semua siswa menoleh ke Adit. Itu yang pertama kalinya mereka semua melihat Adit tidak mengerjakan tugas sekolah.

"Adit, kamu serius gak kerjain tugas?" tanya Ica berbisik disana.

Bu Dora sepertinya langsung geram, ia mendekat ke Adit da langsung menggeleng cepat dan berdecak lidah.

"Ibu tidak pandang bulu. Mau anak pintar, mau anak bodoh, mau ini, mau itu, kalau tidak mengerjakan tugas, tetap harus di hukum. Silahkan kamu keluar selama jam pelajaran saya berlangsung, Adit!"

TO BE CONTINUED