"Baik, Bu,"
Seketika semua siswa yang lain terlihat membuka mulut karena. Mereka tak percaya jika Adit dengan santainya menanggapi kemarahan bi Dora, guru paling killer.
"Ica, cepat kumpulkan semua tugas temanmu!" titah Bu Dora karena melihat Ica sefari tadi memandangi Adit sampai keluar kelas.
"I-iya, Bu," jawab Ica sedikit gugup.
Ia lalu menuju ke bangku berikutnya Tepat di meja Rena lagi.
"Tugas lu, Rena," kata Ica sedikit ketus.
Rena terdiam sejenak. Lalu ia menggeleng pelan disana.
"Maksud lu? Cepat deh kasih ke gue tugas lu!" sinis Ica.
"Gue juga gak kerjain," kata Rena melemah.
"Apa? Kamu tidak mengerjakan juga?" timpal Bu Dora sangat geram disana.
Rena menelan salivanya dengan kuat.
"I-iya, Bu,"
Seketika Bu Dora langsung membuka pintu kelas begitu lebar.
"Siapa lagi yang tidak mengerjakan tugas? Angkat tangan! Lalu keluar dan jangan masuk belajar hari ini!"
Ica terlihat menyipitkan mata melihat Rena. Ia paham Rena anak yang rajin juga. Otaknya tiba-tiba berpikir jika ini semua adalah akal-akalan Rena agar bisa tidak masuk belajar bersama Adit.
Ica langsung mengangkat tangannya dengan santai.
"Saya juga, Bu,"
"Apa? Kamu sebagai ketua kelas juga tidak mengerjakan tugas, Ica?" emosi bu Dora semakin menjadi-jadi.
"Maaf, Bu. Saya baru sadar," jawab Ica dengan santai.
Bu Dora mengeleng-geleng disana.
"Keluar kamu berdua!"
Ica langsung menaruh buku beberapa temannya yang ia kumpulkan tadi. Ia langsung keluar mengekori Rena yang terlebih dahulu berjalan.
BRAK!
Pintu langsung ditutup keras oleh Bu Dora. Rena dan Ica tidak terlalu mengambil hati. Kedua wanita itu sama-sama saling celingak-celinguk. Mereka berdua mencari keberadaan Adit disana. Lalu mata mereka saling bertemu. Ica menatap Rena dengan begitu sinis.
Sementara Rena terlihat menatapnya dengan biasa-biasa saja.
"Lu sengaja 'kan gak ngerjain tugas biar bisa barengan sama Adit?" tanya Ica sangat sinis.
"Lu sendiri, kenapa gak kerjain tugas? Jadi ketua kelas kok gak bisa memberi contoh," balas Rena berbalik.
Ica terlihat emosi. Ia merasa telah direndahkan oleh Rena.
Belum sempat Ica berniat menjambak rambut Rena, tiba-tiba saja Bu Dora keluar.
CKLEK!
Rena dan Ica berbalik badan dan terlihat kebingungan. Mereka berdua pikir jika Bu Dora mendengar percekcokan mereka dari luar.
"Kau ini bagaimaan sih, Ica? Ini tugasmu ada. Kau lupa?" tanya bu Dora menatap Ica disana.
Guru itu memperlihatkan buku milik Ica.
Ica seharusnya tak keluar seperti Adit dan Rena. Ica lupa jika tadi ia sudah mengambil buku tugasnya dan menaruhnya diurutan paling bawah.
"Astaga, ternyata bukunya sudah saya kumpul ya, bu?" tanya Ica tersenyum getir.
Ica merasa dirinya orang paling bdoh. Niatnya berbohong agar bisa berduaan dengan Adit dan menganggu Rena, ternyata gagal. Buku tugasnya ternyata sudah ia kumpulkan.
"Kamu ini masih muda sudah pelupa. Masuk!" kata bu Dora terlihat sangat tidak ramah.
"Ba-baik, Bu," kata Ica terbirit-birit masuk.
Pintu kembali ditutup. Rena berdiri disana sambil tertawa sendiri. Ia menertawai Ica seperti orang bodoh yang memperlihatkan kebodohannya. Rena sendiri memang berbohong.
Tapi ia tidak sebodoh cara Ica. Ia sengaja berbohong tak mengerjakan tugas. Padahal jika bukunya diperiksa di tas, disana ada buku tugasnya dan semua tugas sudah dikerjakan Rena dengan baik.
Tapi karena penasaran dan ikut prihatin melihat Adit yang tidak mengerjakan tugas dan diusir dari kelas, Rena merasa iba. Ia memilih untuk menemani sahabatnya itu.
Rena terus mencari keberadaan Adit disekitaran kelas bahkan sampai mendatangi bascemp organsasi Adit. Tapi ia tak menemukannya. Sedetik kemudian, Rena tersadar salah satu tempat favorit Adit selain di basecamp adalah di perpustakaan. Ia pun bersegera menuju kesana.
"Adit!" panggil Rena dari belakang.
Buku yang dipegang oleh Adit sempat terjatuh karena terkaget. Ia mengerutkan dahinya melihat Rena berada di perpustakaan.
"Kamu kenapa berada disini, Rena?"
Rena menyengir dan ikut memilah beberapa bacaan yang ingin ia baca juga.
"Aku ingin di dekatmu juga, Adit. Kita sahabat. Satu rasa," jawab Rena dengan santai.
Adit masih berdiri di depan rak buku. Sementara Rena dengan santainya memilih terduduk di meja sambil membaca buku yang ia ambil baru saja.
"Kamu tidak mengerjakan tugas juga?" tanya Adit masih memastikan.
"Kerjain sih. Cuma kasihan saja kalau kamu sendiri diusir. Lagian—"
"Kenapa kamu melakukan itu, Rena! Nilaimu nanti bermasalah. Kamu tau Bu Dora itu tidak main-main kalau kasih nilai. Bisa tinggal kelas,"
"Nah, itu kamu tau. Terus kenapa kamu tak mengerjakan tugas, Adit?" tanya Rena dengan santai.
Adit menarik nafas panjang.
"Seandainya tadi malam aku tidak kesal, pasti aku mengerjakan tugas dengan baik, Rena," ujarnya melemah.
Rena mengangguk pelan. Ia tidak menyangka jika kekesalan Adit tadi pagi adalah efek dari masalah di rumahya.
"Ceritalah, siapa tau kamu bisa jauh lebih baik. Tidak baik memendam kemarahan. Yang ada nanti jadi penyakit hati," ujar Rena bijak.
Adit menatap lurus melihat tumpukan buku di depannya. Bukan membaca judul-judulnya. Ia disana sedang dalam pkiran kosong.
Kalau sudah urusan keluarga, rasanya Adit tak memiliki kekuatan untuk menjelaskan. Ingin mnangis sulit. Mau marah tapi ya seperti itulah caranya.
"Kamu tinggal sama orangtua, rasanya gimana, Rena?"
Rena memutar bola matanya kebingungan.
"Maksudnya?"
"Kamu perlu tau, aku tinggal bersama orangtua tapi aku merasa seperti tidak mempunyai orang tua. Mereka hanya sibuk dengan urusannya masing-masing. Mereka hanya memperlihatkan amarah di depanku, Rena. Ketika aku menginginkan rasa kasih sayang mereka, aku tidak mendapatan.
Mungkin orang melihat aku adalah anak yang dimanjakan untuk urusan materi. Tapi apalah gunanya semua itu. Aku tidak bahagia hidup bersama orangtua, Rena," curhat Adit dengan suara beratnya.
Rena terlihat tertegun. Ia tak menyangka jika Adit memiliki beban seperti anak broken home.
"Adit..." lirih Rena sambil memegang bahu sahabatnya itu.
"Kamu jangan berbicara seperti itu. Mereka adalah orangtuamu. Yang kamu syukuri adalah masih hidup bersama kedua orangtuamu,"
"Aku lupa cerita. Mommy-ku sudah punya suami baru. Ayah kandungku bercerai dengan mommy-ku saat aku masih SD. Aku hanya hidup dengan mommy dan ayah tiriku,"
"Yang jelas mereka orang tuamu, Adit. Dibanding aku hanya hidup berdua dengan mamaku dan penuh kesusahan," jawab Rena lirih.
Adit menatap Rena dengan tatapan membingungkan. Ah, rasa penasaran Adit belum terjawab.
"Bukannya hari itu aku mengantarmu ke perumahan Yasmin?" tanya Adit pelan.
Adit bukan tidak terima jika berteman dengan orang yang dibawah ekonomi dari keluarganya. Bukan itu. Hanya saja, Adit penasaran karena perumahan Yasmin terkenalkan kompleks perumahan elit disana.
"Aku berbohong, Adit. Itu bukan rumahku. Itu rumah majikan mamaku, Bu Gela,"
TO BE CONTINUED