Chereads / Rena Dreams / Chapter 18 - Keluarga, Tempat Ternyaman

Chapter 18 - Keluarga, Tempat Ternyaman

Reno geleng-geleng kepala. Entah, ia bingung menanggapi permintaan anaknya barusan.

Ia langsung mengambil benda segiempat itu diatas meja. Ia menekan panggilan hijau untuk menelfon istrinya. Adit terlihat sedikit panik.

"Ayah?" tanya Adit mengisyaratkan sesuatu.

"Sst, diam dulu, Nak," kata Reno sambil menempelkan jarinya ke bibir anaknya.

Adit mengalah. Mereka berdua menunggu panggilan telfon itu terangkat oleh Keny. Satu hingga dua kali belum Keny angkat. Terpaksa Reno menaruh ponselnya di saku celana dengan raut wajah eosi.

"Ayah tidak suka jika mommymu melarang kamu seperti ini, Adit. Bagaimana ayah tidak marah dengan mommymu itu? Pernah kamu melihat mommy itu menghargai ayah?" tanya Reno dengan ekspresi serius ke anaknya.

Reno memang tidak bisa menyembunyikan rasa kesalnya pada sang anak. Biar saja. Biar anak-anak mereka tau bagaimana kejengkelannya sebagai kepala keluarga yang sama sekali tidak dihiraukan statusnya oleh seorang istri.

Reno juga bersikap seperti itu agar anak laki-lakinya bisa dewasa akan masalah keluarga. Ia tidak seperti orang tua yang lain. Dimana mungkin ada beberapa orang tua yang tidak berani blak-blakan menujukkan kekesalan pada setiap pasangannya.

"Adit hanya mau ayah dan mommy baikan. Adit memang kesal sama mommy yang selalu saja melarang. Tapi Adit hanya tenang jika ayah baikan sama mommy," jawab Adit bijak.

Reno menelan salivanya. Tenggerokannya sedikit tercekat gara-gara permintaan anaknya itu. Tak mau berlama-lama membahas hal itu pada anaknya, ia memilih terdiam dan melajukan mobilnya.

Jika Adit bersikap manja pada ayahnya dan menginginkan keharmonisan, ia tidak melakukannya kepada mamanya. Mamanya jauh lebih cuek. Sudah pasti jika berhadapan dengan  orang cuek, Adit pun akan bersikap cuek.

***

Mamanya Rena baru saja menyiapkan makan siang untuk anaknya. Diatas meja terlihat makanan ala rumahan yang mengugah selera.

Ada perkedel, tempe goreng dan sambel. Tidak lupa nasi panas yang baru saja mamanya Rena ssaji dari dalam rice cooker. Pertanda makan siang sudah siap hari ini.

"Rena, makan dulu, Nak," titah Ika pada anaknya.

"Iya, Ma. Sebentar. Rena selesaikan dulu warnanya ini,"

Rena berusaha fokus beberapa menit untuk menyelesaikan lukisannya. Ia memang seperti itu. Waktu luang sangat rugi rasanya ia buang-buang begitu saja jika tidak mengisinya dengan hobbynya.

Saking hobbynya melukis, kamarnya sudah dipenuhi lukisan. Mulai dari lukisan wajah artis-artis korea idolanya hingga bangunan ala lukisan arsitek juga ada terpajang disana.

Sementara di ruang tamunya, Rena memperlihatkan keterampilan meggambar kaligrafi. Tidak perlu diragukan lagi jemarinya itu menghasilkan seni mahal yang jarang bagi orang dianugrahi keterampilan tersebut.

"Wah, anak mama semangat sekali menggambarnya. Sekarang gambar apa?"

"Bangunan apartement, Ma. Yang lantainya sampai ratusann. Keren gak?"

"Wah...." ucap Ika berdecak kagum sambil menepuk tangannya.

"Kira-kira kalau apartementnya sampai ratusan lantai, tingginya kayak gimana, Ma? Apakah mengalahkan tingginya monas?" tanya Rena menahan tawanya.

Belum sempat mamanya menjawab, Rena langsung bersorak senang. Ia baru saja menyelesaikan lukisannya. Tampak begitu indah. Rena sudah seperti seorang arsitek saja.

Ya, memang itu cita-citanya. Ia ingin sekali menjadi arsitek wanita yang sukses dikemudian hari.

"Kayaknya lebih sayang. Harus siapkan teknologi biar bangunannya gak ambruk kalau kena goyang sedikit, hehehe," jawab Ika senang.

"Nanti mama gak usah tinggal disana deh, tinggal disini saja sama Rena. Dirumah tempat yang ternyaman," jawab Rena sambil menutup mulutnya ikut bercanda.

"Yayaya... anak mama ini bisa saja. Semangat ya, Nak," ucap mamanya sambil mencubit pipi anaknya dengan gemas.

Rena mengangguk cepat dan menarik badan mamanya untuk memeluknya dengan erat.

"Ayo, Nak. Mama sudah buat makan siang teristimewa siang ini. Pasti tenaga kita berdua habis karena berhadapan dengan orang sinting tadi,"

"He? Oh itu…." Rena menjeda ucapannya karena langsung tertawa keras diikuti mamanya.

"Iya, Ma. Bikin badmood saja," sungut Rena memanyinkan bibir. Sedetik kemudian, keduanya sama-sama melupakan kesenangan sesaat.

Mamanya Rena menghela nafas panjang dan menggengam tangan anaknya. Disana mamanya Rena terlihat ingin berbicara serius.

"Mama minta ke kamu ya, Nak. Kamu gak usah dekat-dekat dengan Adit dulu. Biar Adit cerita ke mamanya kalau kamu memang bukan orang yang tidak mudah diredahkan. Kamu merasa tidak keberatan 'kan kalau mama missal larang kamu dekat dengan Adit?" tanya mamanya berhati-hati.

Ika sebenarnya bukan membenci anak dari wanita yang telah menghardiknya bersama Rena tadinya. Ia hanya ingin menjukkan ketegsana dan sikap tidak mudah direndahkan. Ika ingin membuktikan jika mereka tidak perlu berurusan dengan orang kaya sombong. Sekali lagi bukan ke Adit.

Ika hanya ingin membuktikan saja tindakannya.

Rena berguman sesaat sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Cukup lama ia berpikir disana. Setelah ia pertimbangkan, Rena mengangguk dan menerbitkan senyuman hangat menatap mamanya.

"Iya, Ma. Rena besok tidak mau dekat dengan Adit. Biar sekalian Adit merasa bersalah dan panik. Rena belum pernah bertengkar kecil-kecilan dengan Adit. Emm, tapi, Ma…"

Rena terdiam sesat. Ia sengaja menggantungkan ucapannya dan menatap mamanya dengan tatapan iba.

"Apa, Nak?" tanya Ika penasaran.

"Kalau Rena menjauhi Adit cuma sehari saja, apakah boleh, Ma?"

"Boleh. Mama tidak menyuruhmu lama-lama menjauhi temanmu nak. Tidak boleh saling musuhan kalau lebih dari…."

"Tiga hari!" jawab Rena bersemangat.

Wanita itu memeluk anaknya dengan rasa bangga. Rena sangat beruntung mempunyai seorang ibu seperti Ika yang sangat perhatian dan peduli pada anaknya tanpa melibatkan rasa keegoisan disana.

'Terimakasih ya Tuhan. Aku beruntung punya orang tua seperti mama. Semoga Adit suatu saat akan merasakan ini juga,' ucap Rena dalam hatinya.

***

"Adit! Adit!" teriak Keny.

Wanita itu baru saja pulang kerja dan langsung menujuke rumahnya. Ia pastikan saat kembali ke apartement, ia tidak menemukan Adit disana. Ia mengecek ponselnya dan terdapat panggilan telfon dari suaminya. Ia tau jika Adit pasti kembali ke rumah bersama Ayahnya.

"Nyonya," sapa asisten rumah tangganya. Orang pertama yang langsung menyambut Keny saat masuk ke rumah.

"Dimana Adit?"

"Adit belum pulang, Nyonya. Tadi tuan telfon jika Adit masih berada di kantornya tuan sampai jam pulang kerja," jawab asisten rumah tangga dengan sopan.

"Ya sudah! Kembali bekerja sana," titah Keny ketus.

Sang asisten rumah tangga langsung menundukkan kepala sebentar. Lalu setelah itu terburu-buru pergi dari hadapan majikannya itu.

Keny menarik nafas panjang. Ia lalu memilih duduk di sofa panjang dengan jiwa tidak karuan. Ia sangat jengkel karena Adit dibawa lari oleh ayahnya sendiri.

Keny tidak suka karena pertengkaran dengan sang suami. Ia sudah setengah mati menjaga Adit mulai dari mengantarya sekolah hingga mengantarnya pulang agar Adit tidak berada dalam genggaman ayahnya.

Tak berapa lama, suara mobil terparkir terdengar di depan rumah. Keny buru-buru melihatnya.

"Adit, ikut sama mama!" teriak Keny berkacak pinggang tepat di depan mobil.

Adit dan ayahnya masih berada di dalam mobil. Keny terlalu cepat mencegat mereka.

TO BE CONTINUED