Chereads / Rena Dreams / Chapter 24 - Bukan Pengaruh Buruk

Chapter 24 - Bukan Pengaruh Buruk

"Adit, kamu mau membuat masalah denganku?" jengkel Ica.

"Apa, Ica? Masalah apa?" tanya Adit berbalik.

Ica menujukkan wajah masamnya. Ditariknya tangan Adit untuk keluar kelas. Ica berniat meminta Adit ikut dengannya.

"Kita ke mall dulu yuk, Adit?"

Adit menghuyungkan badannya dan langsung menggeleng cepat.

"Untuk apa? Sorry gue gak bisa Ica. Gue mau pulang,"

"Ish! Kamu gak ada niat bikin hariku bahagia di hari ulang tahunku, Adit?" tanya Ica dengan tatapan teduh.

"Tidak!" jawab Adit berlalu pergi.

Adit menuju ke depan gerbang sekolah. Hari ini Adit menunggu jemputan dari ayahnya. Ia sengaja tidak membawa kendaraan karena kendaraan roda empatnya selalu dipakai oleh kakaknya Adit. Adit memilih mengalah daripada pertengkaran dengan kakaknya terjadi.

Baru saja Adit duduk menunggu ayahnya, ia melihat Rena dari jauh. Rena baru saja keluar dari tempat fotocopy di depan sekolah. Rena pun melihat keberadaan Adit. Ia menyebrang menghampiri Adit yang berdiri menghampirinya.

"Adit?" sapa Rena ramah.

"Lah, Rena? Kamu belum pulang?"

"Belum, tadi singgah di kios kak Yani mau fotocoy beberapa lembaran tugas milik Sury tadi," jawab Rena.

Rena lalu ikut terduduk di kursi panjang yang kebetulan ada disana.

"Kamu mau?" tanya Rena sambil mengunyah.

Rena menyodorkan cemilan kepada Adit.

"Boleh,"

Aditt mengambil cemilan yang diberikannya. Suara mereka seketika hening. Yang ada hanya bunyi kriuk di mulut mereka masing-masing. Begitu habis, Adit menyenggol siku Rena. Itu membuat Rena sontak terkejut.

"Eh, apa?"

"Kok belum pulang?" tanya Adit.

Bukan berbasa-basi. Tapi Adit memang penasaran. Ia pikir saat Rena keluar dari kelas, dirinya telah pulang bersama Sury.

"Nanti sajalah. Aku lagi tungu anak-anak di lapangan jati selesai tanding. Disana ada jadwal tanding sekarang 'kan?"

Adit bergumam paham disana. Ternyata Rena sedang menunggu peluang untuk memungut botol bekas. Ia semakin kagum dengan semangat juang Rena yang tidak pantang menyerah an pekerja keras.

"Salut aku sama kamu. Jam pulang sekolah kamu pakai untuk hal yng bermanfaat,"

"Begitulah, Adit. Kasihan kalau mamaku saja yang sibuk mencari. Mumpung hari ini kita cepat pulang dan tidak ada kegiatan ekstrakurikuler juga,"

"Ya, kamu benar. Aku bantu kamu pungut disana boleh 'kan?"

Rena menggeleng pelan. Tidak ada sejarahnya Rena membuat orang lain susah. Ia langsung menempelkan kedua tangannya dan terkekeh di depan Adit.

"Kalau kamu bantu aku, yang ada aku langsung dihajar sama mamamu. Kamu mau?" canda Rena.

"Ya, serba salah," ujar Adit kebingungan.

Disaat mereka sedang bercerita, tiba-tiba ponsel Adit berbunyi. Ia langsung merongoh ponselnya yang berada di dalam tas. Iusapnya layar panggilan tombol hijau.

"Kenapa, Mommy?" tanya Adit diseberang telfon.

"Kamu dimana? Kamu belum pulang?"

"Belum,"

"Ya sudah, mommy jemput kamu sekrang,"

"Tapi Adit mau pulang ke rumah, Mom. Kalau mommy mau kita pulang ke rumah. Jangan ke apartement,"

Belum menjawab pertanyaan anaknya, Keny langsung mematikan ponselnya. Itu membuat Adit langsung mendadak kesal.

"Kenapa Adit?" tanya Rena penasran.

"Mommy yang jemput. Disuruh tinggal di rumah malahlangsung dimatikan.,"

Rena seketika beranjak brdiri.

"Ya sudah kalau begitu aku langsung ke lapangan jati, Adit," pamit Rena terburu-buru.

Adit tidak bisa melarang Rena. Ia tau jika kehadirannya ketahuan oleh mamanya Adit, itu akan menjadi masalah besar. Mungkin lebih baik mereka berteman diam-diam tanpa sepengetahuan mamanya dit dulu.

"Hati-hati," ujar Adit setengah berteriak.

"Iya,"

Adit sejenak menghela nafas melihat Rena yang berjalan pergi hingga dirinya sudah tidak terlihat dimatanya Adit.

Sementara Rena yang berjalan sibuk dengan jalan pikirannya. Ia mengkhayal sambil berjalan. Rena tidak habis pikir alasan mamanya Adit harus melarangnya berteman dengan anaknya. Ia merasa tidak memberikan pengaruh buruk kepada sahabatnya itu.

'Dasar orangtua galak! Untung saja sikap Adit berbanding terbalik dengan mamanya," ucap Rena sendirian.

Jika orang melihatnya, mungkin akan memikirkan jika Rena seperti orang gila yang menggerutu sendiri sepanjang perjalanan. Benar saja, Rena tidak menyadari ada teman sekolahnya yang berjalan berlawanan arah dengannya. Begitu saling berhadapan, Rena yang sedari tadi menunduk, langsung mendongakkan kepalanya karena terkejut ada orang yang berdiri di depannya.

"Eh, Rena… lu ngapain? Lu lagi marah sama siapa?" tanya temannya Rena.

"Eh?"

Rena tidak sempat berkata-kata lebih jauh karena gugup sekaligus malu. Bagaimana tidak, Rena mengomel sambil mendendang-nendang sesuatu yang wujudnya tidak terlihat. Rena langsung menyengir dan berlarian secepatnya.

"Gak apa-apa!" jawab Rena sambil berlalu pergi.

***

Sebuah mobil mewah berwarna merah baru saja terparkir di depan gerbang sekolah. Mamanya Adit sudah datang menjemput anaknya disana. Adit yang tadinya sibuk dengan ponse,l baru menyadari kehadiran mamanya saat wanita itu membunyikan klaksonnya sebanyak dua kali.

"Mommy," ujar Adit menaruh ponselnya.

"Kenapa lama sekali?" tanya Adit.

Keny melajukan mobilnya dengan santai sambil menjawab pertanyaan anaknya.

"Mommy terlambat selesai rapatnya, Adit. Syukur mami masih ingat kamu untuk menjemput. Dibanding ayahmu itu,"

Ah, Adit hampir lupa. Ia belum tau alasan ayahnya Adit tidak menjemputnya. Tadi Aditpikir ada semacam perlombaan jemputan oleh orang tuanya. Adit pikir ayahnya juga akan menjemputnya. Jika itu terjadi, sementara mamanya pun ingin menjemput dirinya, Adit lebih memilih siapap saja yang akan menjemputnya terlebih dahulu. Maka disitulah Adit akan iku saja.

"Oh iya, mom. ayah kenapa tidak datang menjemput adit? apa mommy kasih tau ayah untuk tidak usah menjemputku?"

"Mimpi, Adit. Sejak kapan mommy harus menghubungi ayahmu itu. Dia itu tidak peduli denganmu sayang, tidak peduli dengan kita. Jadi untuk apa kita peduli dengannya,"

Adit bersandar malas disana. Ia malas mendengar celotehan mamanya yang kembali menimbulkan amarah.

"Ya sudah, Mom. Bicaranya tidak usah ngegas,"

"Hm…." Keny bergumam pelan.

Sesaat suasana kembali hening. Hingga beberapa menit kemudian, Keny kembali berbicara.

"Ayahmu kluar kota mendadak gara-gara ada urusan bisnis. Tadi bi Imo telfon mommy, makanya mommy yang jemput kamu. Ayahmu gak telfon?"

"Gak, Mom,"

"Tuh 'kan. Kalau urusan bisnis sibuknya minta ampun. Masa sampai gak kasih kabar ke kamu, Adit? Lihatkan, bagaimana mommy tidak kesal sama ayahmu itu. Mommy curiga pasti itu bukan urusan bisnis. Bisa saja ada urusan lain yang membuatnya lupa daratan," cicit Keny kesal.

Tiba-tiba ponselAdit berbunyi. Dilayarnya tertera panggilan ayahnya.

"Mom, ayah menelfon," ujar Adit memebritahu mamanya.

"Angkat,"

"Halo Adit?" sapa ayahnya di sebrang sana.

"Ayah? Ayah kok gak jemput Adit dan gak ngasih kabar?"

Adit sedikit kesal dengan ayahnya. Perkataan Keny yang tadi membuat Adit malah ikut menaruh curiga. Seakan dirinya dan mamanya dinmor duakan.

"Maaf, Nak. Ayah gak jemput kamu hari ini karena ada di Surabaya. Ayah dari tadi mau menghubungimu tapi ponsel ayah mati. Kamu sudah pulang? Ada momymu yang jemput 'kan?"

TO BE CONTINUED