Chereads / Rena Dreams / Chapter 22 - Marahan

Chapter 22 - Marahan

"Ica, perbaiki posisi dudukmu,"

"Malas, Bu. Enak saja duduk satu meja dengan dia!"

Rena meliriknya tak kalah emosi.

"Siapa juga yang mau duduk satu meja denganmu,"

Ica tidak terima dan langsung menggebrak meja karena Rena berani padanya. Sikap Ica langsung mendapatkan sorotan dari Bu Dora yang sebenarnya sudah siap memberikan materi pelajaran hari ini.

"Astaga kalian berdua! Baik jika itu mau kalian. Semuanya dapat! Kalian semua akan ibu hukum lari ke lapangan sebanyak 20 kali. SEKARAAAAANGGG!"

Semuanya kompak menghela nafas gusar mendengar perintah Bu Dora. Untuk kedua kalinya, Rena sekelasnya mendapatkan hukuman dari Bu Dora.

Ica dan Rena saat keluar kelas saling menatap sinis.

"Yee, ini semua gara-gara lu kepala batu," ucap Ira berjalan tepat disamping Ica.

"Sabar, Rena. Lu gak usah ledeni dia," bisiki Sury yang tepat berada dibelakang Rena.

Rena menarik nafas panjangnya. Ia memposisikan dirinya bersampingan dengan Sury. Ia tidak lagi berjalan dekat Ica dan dayang-dayangnya disana.

"Iya, Sury. Gue kebawa emosi soalnya," kata Rena tidak bersemangat.

Pada akhirnya, mereka sekelas pun berlarian dilapangan menerima hukuman dari Bu Dora.

"Lari yang kencang, hitung-itung kalian berolahraga dibawah terik matahari pagi," kata bu Dora dipinggir lapangan.

"Iya, Bu," kompak semua menjawab tidak bersemangat.

***

Saat jam istirahat, Ica mengampiri Adit yang duduk menyendiri di kelas. Tidak seperti biasnya Adit terlihat lesuh hari ini.

"Adit, lu kok gak main basket di lapangan sih? Gue kan mau cuci mata lihat skill lo di lapanga,"

""Apa sih, Ica? Kamu jangan menganggu,"

"Ye, kenapa sih? Marah yak arena sikap gue tadi makanya kita sekelas dihukum?"

Adit melirik malas Ica. Lau bergumam pelan.

"Sorry, lagian lu sih. Au aja duduk di dekatnya Revan. Ge kan mau duduk dekatmu. Kalau jam pelajarannya Bu Dora, kita duduk satu meja ya?" ucap Ica berambisi bukan main.

"Sudahlah, Ica. Kamu tiak dengar ucapan Bu Dora. Dilarang duduk satu meja dengan lawan jenis. Gak usah ngeye kamu!" Adit emosi.

Laki-laki itu bangkit dari duduknya dengan tekspresi dinginnya lagi. Tidak lupa headset ia lekatkan ke telinganya. Ica langsung menarik tangannya.

"Kamu kenapa sih, Adit. Lagi ada masalah?" tanya Ica penasaran.

Adit masih bergeming.

"Oh, atau lu lagi marahan sama si anak pembantu itu?" tanya kembali Ica bernada meledek.

Adit menaikkan alisnya menatap Ica. Ditaruhnya kembali heaset itu kesaku celananya. Termasuk ponselnya juga.

"Berhenti meledek Rena seperti itu, Ica!" suara khas bariton anak remaja keluar dari mulut Adit.

Adit mulai naik darah melihat tingkah kenanak-kanakan Ica,

"Ups sorry, Adit. Kan memang benar. Buktinya anak pembantu itu kayaknya gak mau duduk dekatmu deh,"

"Bukan uusanmu," jawab Adit dingin. Ia melanjutkan langkahnya meninggalkan Ica yang tesendirian di kelas.

"Siallll!" gemas Ica menghentakkan kakinya saat Adit sudah tidak berada di kelas.

Baru beberepa detik  Ica marah-marah disana, Ira dan Suci datang ke kelas dengan berbagai cemilan ditangannya.

"Woi, lu ngapain di kelas? Lagi jagain kelas?" ledek Ira.

"Noh, di lapangan kakak kelas mirip Afgan bakal tanding. Lu gak mau sorak-sorak di lapangan?" timpal Suci ikut bertanya ke Ica.

Ica langsung menjatuhkan dirinya, terduduk diatas meja.

"Malas! Gue sebal sama Rena. Dia kayaknya bikin Adit kesal hari ini. Gue jadi dimarahin sama Adit deh!" kata Ica jengkel.

"What? Adit lagi marah ke Rena? Gara-ara apa tuh? Aduh… curiga gue," ujar Ira menduga-duga.

Suci langsung menyikut siku temannya itu yang memang terkenal cepat menanggapi berbagai hal. Buru-buru Ica membulat kedua matanya.

"Coba lu ulang maksud lu, Ira?" tanya Ica penasaran.

"Oke, kalau mereka lagi marahan, itu artinya diantara keduanya ada hati,"

"Dih, kok lu menyimpulkan kayak gitu?"

"Tau nih, Ira. Otanya korslet. Sudahlah, Ica. Lu gak usah dengarin anak ini. Mana mungkin Aditnaksir sama Rena. Kalau sih anak itupembantu itu sih jelas deh dia naksir. Sayangnya dia banyak saingan,"

Ira mengendikkan bahunya sambil mengunyah cemilan cheese stik di tangannya.

"Gak tau sih. Gue 'kan cuma lihat kondisi yang ada,"

Ica menjadi diam disana. Otaknya fokus menangkap pembicaraan Ira. Tapi buru-buru Suci tidak ingin membuat mood ketua gengnya berantakan. Sekali Ica badmood, masalahnya mereka berdua akan susah dekat-dekat dengan Ica. Kalau susah di dekati, itu artinya mereka berdua tidak akan mendapatkan neymana makan gratis dan numpang gratis di mobil Ica.

"Yuk deh, ke lapangan," ucap Suci menarik tangan Ica.

Ica hanya pasarah ditarik oleh dayangnya disana. Yang jelas Ica lebih berkonsentrasi menanggapi ucapan Ira tadi. Sementara Ira hanya menyengir sambil ikut menarik tangan Ica keluar kelas.

***

Suasana perpustakaan begitu sepi kali ini. Lebih tepatnya, hanya Rena dan Sury yang berada disana. Beda dengan Adit yang menyembunyikan masalahnya tadi, Rena curhat kepada sahabatnya tentang hal itu.

"Mamanya Adit galak sekali, Sury. Gue sakit hati sih dihina kayak gitu. Masa dia bilang anak pemulung gak cocok berteman dengan anaknya yang orang kaya. Ya, gue tau. Adit itu anak yang kaya banyak temannya anak-anak kaay juga. Tapi gak salah 'kan gue berteman sama Adit? Lagi pula Adit santai-santai aja tuh berteman denganku,"

"Nah, iya sih. Adit 'kan orangnya gak pilih-pilih dalam berteman. Bahaya deh mamamnya itu. Sudah merasa keluarga paling sempurna di dunia ini," respon Sury mendengar curahan Rena.

"Jadi gue harus gimana dong, Sury? Mana mama gue larang gue berteman sama Adit, tapi…"

Rena mengantungkan ucapannya. Ia menatap Sury dengan tatapan teduh.

"Tapi apa?" tanya Sury penasaran.

"Disuruh menjauh dari Adit tidak lewat dari tiga hari. Okelah, gue masih bisa menuruti perintah mama gue sebagai ajang pembuktian jika tidak senak jidatnya orang lain memandang keluarga rendah,"

"Lalu? Tapinya tadi tentang apa?" tanya Sury belum berhasil menangkap perkataan Rena.

Rena berdecak lidah dan gemas dengan tanggapan Sury. Biasanya, sahabatnya yang terkenal cerdas dan cepat menanggapi itu tidak perlu dijelaskan panjang lebar, pasti akan paham. Tapi kali ini, otak sahabatnya itu seperti penuh beban pikiran.

"Otakmu mulai kelebihan memori deh, Sury. Ganti otak dulu bisa?" sungut Rena menempelkan telapak tangannya ke jidat Sury.

"Yee, gue memang gak ngerti maksud lu. Coba lu to the point aja deh," ujar Sury serius.

Terpaksa Rena memasang wajah seriusnya kembali. Tapi tidak terelakkan jika tatapan matanya mengisyaratkan tatapan teduh.

"Gue maunya cepat saling berinteraksi dengan Adit. Tapi liht saja, Adit bahkan cuek denganku saat pindah tempat duduk.

Dari tadi dia tidak menyapaku. Apa itu artinya dia termakan perintah mamanya untuk tidak berteman dengan gue. Menurut lu Sury?"

Sury terdiam sesaat. Rena menghela nafas panjangnya. Tangannya mendadak terkepal karena kesal. Otaknya kembali panas bila mengingat sikap Adit hari ini padanya.

"Baiklah, kalau begitu, selamanya aku akan idak mau berteman dengan Adit. Aku juga tidak akan berinteraksi dengannya,"

TO BE CONTINUED