Seperti Biasanya, Amelia bangun dengan sigap dan kali ini dia mengantarkan ibunya ke pasar untuk berbelanja kebutuhan pada hari itu.
Tidak lupa Amel bergegas mandi dan mempersiapkan diri untuk berangkat bekerja setelah sembahyang di tuggu rumah kos tersebut.
Tidak lupa, Ibu Amel memberikan bekal makanan untuk kedua anak gadis yang akan berangkat bekerja.
Amel mengendarai sepeda motornya ke rumah majikannya Ketika tiba-tiba seseorang memberhentikan motornya di depan area rumah Pak Shin.
"Amelia, kamu harus ikut saya pulang sekarang!" Made berkacak pinggang di depan tempat kerjanya.
"Pak Made, saya sudah tidak ada urusan dengan keluarga bapak Ketika dadong sudah mengusir saya dan ibuk dari rumah peninggalan bapak!" Amel tidak dengan gampang untuk menuruti perintah dari pamannya tersebut.
"Kamu ikut saya atau saya paksa kamu!" Paman Amelia berkacak pinggang dan segera menggambil kunci motor Amel sehingga membuat keseimbangannya di atas motor hampir saja jatuh.
"Saya tidak mau! Saya harus bekerja. Kenapa she Paman seenak nya saja menyuruh-nyuruh saya untuk mengikuti semua keinginan dari Paman!" protes dari Amelia kepada pamannya yang memaksa Amel untuk turun dari motor dan menyeretnya ke arah mobilnya.
Will melihat jam tangannya dan tidak seperti biasanya Amel terlambat untuk mengetuk pintu kamar tidurnya.
"Eric, Kemana Amelia?" tanya Will di telepon genggamnya.
"Sebentar saya cari tahu Pak! Biasanya dia akan meminta ijin apabila ada keperluan keluarga tetapi hari ini dia tidak memberi tahu saya mengenai hal tersebut," jawab Eric dengan percaya diri karena dia mengetahui dengan pasti mengenai anak mendiang sahabatnya tersebut.
"Baiklah," Will menutup teleponnya dengan sedikit kekawatiran di lubuk sanubarinya.
Will merasa ada yang hilang dari dalam dirinya ketika gadis yang selalu menggangunya di setiap pagi tidak muncul.
Erik menelepon ke nomor telepon Amelia yang tidka mendapatkan jawaban sama sekali. Erik pun menelepon satpam di depan villa mengenai kehadiran dari Amelia.
Kedua satpam yang berjaga di pos depan memberitahu bahwa Amelia sudah datang dan meninggalkan sepeda motornya.
Pamannya menjemputnya secara paksa. Tetapi kedua satpam tersebut tidak berani untuk menghentikan Amelia karena mungkin masalah keluarga mereka.
Eric menegrti hal tersebut kemudian segera mencoba menelepon nomer sahabatnya untuk mencoba peruntungan.
Ternyata yang menjawab adalah ibu Amel. Eric menanyakan kabar dan segera menanyakan apakah rumah Putu masih di daerah Badung Utara.
Ibu Amel menjawab dengan polos letak dari rumah asal daripada almarhum suaminya tersebut yang berada di desa Plaga.
Eric menutup sambungan telepon dan segera melaporkan kepada atasannya mengenai Amelia yang dibawa paksa oleh anggota keluarganya.
William segera berdiri dari tempat duduknya dan membawa dompet berserta telepon genggamnya.
"Ayo, Kita harus jemput Amelia sekarang," Perintah William kepada Eric.
"Pak, apakah bapak harus pergi menjemput seorang staf pekerja di rumah bapak?" tanya Eric yang sedikit terkejut dan mengejar atasannya yang segera meminta sopir untuk mempersiapkan mobil Alphardnya.
tampaknya William tidak menghiraukan semua perkataan dan pertanyaan dari manager pengurus rumah tangganya tersebut.
Eric segera duduk di kursi depan mendampingi sopir dan William duduk di belakang. Mereka menuju ke area rumah asal daerah dari Eric yang tidak jauh dari rumah tua dari almarhum teman baiknya.
Perjalanan mereka menempuh waktu hampir dua jam lamanya. Mereka sampai pada rumah tua dari Almarhum bapak Amelia.
Mereka tidak langsung masuk tetapi menunggu di depan pintu sambil mendengarkan kericuhan di dalam rumah tersebut.
"Kamu tidak mempunyai pilihan! Kamu akan menikahi Pak Calvin karena beliau menerima dan membayarkan semua hutang dari bapakmu di koperasi banjar," perintah nenek dari Amelia.