Chereads / SAHABAT SAMPAI MATI / Chapter 3 - Gentayangan

Chapter 3 - Gentayangan

Dani menatap langit rumahnya yang berwarna putih. Rasa bersalah atas kematian Yoga semakin menjadi. Dani tersadar kalau belum menutup gorden jendela. Lalu Dani segera bangkit dan menutup jendela serta gordennya. 

Tiba-tiba bulu kuduk Dani mendadak berdiri. Ada sesuatu yang aneh dengan kamarnya. Sesekali Dani menoleh ke belakang. Namun nihil, Tidak ada apa-apa di sana.

Dani setengah takut langsung melesat ke tempat tidur dan menutupi badannya dengan selimut.

"Kok gue merinding, ya?" Di dalam selimut Dani memegangi tengkuknya yang masih merinding.

Dani memejamkan mata.

"Jangan-jangan? Ah...Itu cuma perasaan gue aja. Nggak ada apa-apa." Dani mencoba berpikir jernih. Lalu, Dani menyibak selimut. Seperti apa yang dipikiran, tak ada apa-apa.

Tatapan Dani langsung menuju ke gorden kamarnya yang berwarna putih polos. Sekelebat bayangan berjalan dari gorden itu sangat cepat. Dani masih tidak percaya dengan apa yang dilihat, dia mengucek kedua matanya. Namun tidak ada apa-apa.

Bayangan itu hanya sepintas lewat di hadapan Dani. Seketika bulu kuduk Dani semakin berdiri.

"Gue salah lihat. Dasar mata tua," gumamnya pelan sambil kembali menutup wajahnya dengan selimut.

Dani menarik napas panjang dan berusaha memejamkan mata. Namun ia masih tetap tidak bisa terlelap seperti biasanya. Lalu Dani kembali melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 00.30.

"Udah malam, tapi gue belum bisa tidur!"

Dani menadahkan tangan dan membaca doa berulang kali. Akhirnya Dani tertidur dengan pulas.

Belum lama mata Dani terpejam, Dani dikagetkan seperti ada seseorang yang memeluknya dari belakang. Keringat Dani mulai berjatuhan, namun Dani belum berani menengok. Mulut Dani tak berhenti komat-kamit membaca doa. Tetapi, pelukan itu belum hilang. Dani akhirnya  memberanikan diri untuk menengok ke belakang.

Namun hasilnya masih sama. Tidak ada apa-apa. Dani bernapas lega dan berpikir itu hanya halusinasinya saja

Dengan sekuat tenaga Dani mencoba untuk membuat dirinya bisa tertidur pulas. Karena besok ia harus kembali ke sekolahnya.

Namun mata Dani rasanya sangat sulit di pejamkan. Dani kembali menyibak kan selimut nya. Lalu ia kembali menatap mata langit langit kamarnya.

Tidak lama bulu kuduk Dani kembali berdiri. Rasanya ada seseorang yang sedang memperhatikan nya di samping tempat tidurnya. Dengan sangat perlahan, Dani memberanikan diri untuk menoleh ke samping kanannya. Namun masih sama. Tidak ada apapun di sana.

Untuk menghilangkan rasa takut itu, Dani mencoba menempelkan headset di telinganya lalu ia menyetel musik pengiring tidur. Dengan begitu, akhirnya Dani bisa lebih tenang dan tertidur dalam lantunan lagu melow di telinganya.

***

Keesokan harinya,

Pagi ini untuk yang pertama kalinya Dani harus berangkat ke sekolah seorang diri. Selama ini selalu ada Yoga yang menemaninya untuk pergi dan pulang sekolah.

Namun sekarang kondisinya sudah berbeda, Yoga sudah tidak ada lagi di dunia ini.

Rizal menghampiri Dani yang tengah sendirian duduk di depan kelas.  Semenjak Yoga meninggal dunia, Dani jadi tidak punya teman lagi di kelas. Rasa sendiri sangat terasa di hati Dani. Sepi, dan tidak ada yang bisa diajak untuk bercanda gurau.

Ya, sebenarnya Dani suka berteman dengan siapa saja, tetapi mengingat teman satu kelasnya kebanyakan berperilaku buruk, Dani memilih untuk menghindari mereka. Berperilaku buruk di sini adalah suka membolos, merokok, dan tukang titip tanda tangan. Sering Dani dimintai untuk mengabsen kan temannya, tetapi Dani tidak pernah mau karena itu hal yang melanggar peraturan akademik. Karena hal itulah seluruh teman kelasnya jadi kurang suka dengan Dani.

"Udah nggak punya temen lo?" tanya Rizal, bermaksud meledek.

Dani setengah melirik ke arah Rizal. "Bukan urusan lo," jawab Dani cuek.

"Gue mau kok jadi temen lo." Rizal menepuk bahu Dani.

Dani hanya mengernyitkan dahinya. "Tinggalin gue sendiri." Dani melepaskan tangan Rizal pada bahunya lalu kembali berkata,"Gue nggak butuh temenan sama lo."

Rizal menaikkan sebelah alisnya. "Sombong banget lo!" seru Rizal menatap tajam Dani dengan mata melotot.

"Jangan keseringan sendiri, nanti temen lo yang udah mati ngikutin lo terus. Gue percaya sama kata orang, orang yang deket sama kita pas dia mati , dia bakalan tetep ada di samping lo. Apa lo nggak ngeri?" Rizal bergidik ngeri sendiri dengan perkataannya itu.

Namun Dani tetap cuek dengan perkataan Rizal. Bagi Dani ucapan Rizal hanya mitos yang belum tentu benar. Yang Dani paham orang yang sudah meninggal sudah berbeda alam dengan manusia yang masih hidup.

"Berhenti ngomongin Yoga, dia udah tenang di sana, Zal!" teriak Dani bangkit dari duduknya dan mendekatkan jari telunjuknya ke muka Rizal.

"Dia belum tenang. Kematian dia aja tragis. Percaya perkataan gue, selama urusan di dunia belum selesai, Yoga bakalan terus bergentayangan termasuk selalu ngikutin orang yang bikin dia celaka," ujar Rizal dengan tatapan tajam mengarah ke Dani.

Dani hanya mengangguk. Ia tidak mau terlalu terpuruk dengan kematian Yoga. Ya, walaupun Dani tahu awal penyebab kecelakaan itu adalah dirinya sendiri.

"Gue mau masuk kelas." Dani segera melangkah masuk ke kelas. Rizal masih terpaku di sana.

Tiba-tiba Rizal merasakan ada yang ganjil di belakang tubuhnya lalu ia mencoba untuk menengok ke belakang dan terlihat sosok laki-laki dengan muka setengah rusak melotot ke arah Rizal.

"Yo-Yo Yoga?" Rizal melihat dengan jelas itu adalah Yoga. Lebih tepatnya hantu Yoga yang bergentayangan.  Rizal menutup mulut tidak percaya dengan yang dilihat. Rizal memilih berbalik arah dan menuju kelas, melupakan apa yang dilihatnya baru saja.

Rasa takut mulai menghantui Rizal.

"Kenapa dia hantuin gue? Apa dia mau balas dendam ke gue karena gue pernah menantang berantem ke dia, ya?" gumam Rizal. Masih gemetaran karena melihat jelas wajah Yoga yang sudah rusak dan hampir membusuk itu.

Kini Rizal jadi kepikiran sama ucapannya sendiri. Kalau arwah orang yang sudah meninggal dunia itu tidak akan tenang jika urusannya di dunia ini belum selesai.

"Apa jangan-jangan Yoga masih marah dan menyimpan dendam ke gue?" lanjut Rizal masih dengan wajah yang sangat pucat itu.

Rizal menelan saliva. Lalu ia menoleh ke arah Dani dan melirik ke arah bangku yang biasanya di duduki oleh Yoga.

Dengan sekejap mata, Rizal kembali melihat sosok Yoga sedang duduk di sana. Di bangkunya itu. Dengan cepat Rizal mengembalikan pandangannya kembali ke depan. Kali ini ia benar-benar takut. Bulu kuduk nya merinding sampai ke tengkuk leher. Berulang kali ia mengusap tengkuknya dan berharap Yoga sudah tidak ada lagi di sana.

Namun Dani masih bersikap biasa saja. Bangku Dani yang bersebalahan dengan bangku Yoga pun gak mendapat masalah apapun. Dani tidak melihat sosok Yoga yang tadi duduk di sana.

Untuk menghilangkan rasa takutnya, Rizal memilih untuk pergi ke toilet dan mencuci mukanya yang sudah sangat pucat itu.

Dengan terburu-buru ia melangkah ke sana. Namun tiba-tiba ia kembali dikejutkan dengan sosok Yoga berwajah rusak di depan pintu toilet. Seakan Yoga sedang menghadangnya di sana.

Tanpa berpikir panjang, Rizal segera berlari meninggalkan toilet dan kembali ke kelasnya.

Ketika baru masuk kelas, dan hendak duduk di bangkunya, ia kembali melirik ke arah bangku itu. Dan lagi lagi Rizal dilihat kan oleh sosok Yoga yang menakutkan.

Ingin sekali rasnya Rizal berteriak saat itu juga, namun ia masih bisa menahannya dengan berpura-pura tidak melihat.