Hujan deras disertai angin kencang malam ini membuat suasana di rumah Dani jadi semakin mencekam.
Tepat di jam pukul tiga dini hari, terdengar suara ketukan pintu dari luar.
Suara itu semakin lama semakin keras dan membuat Dani jadi harus terbangun dari tidur lelapnya.
Dani segera bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju ke sumber suara. Dengan mata yang masih setengah sadar, Dani membuka pintu rumahnya.
Namun hasilnya nihil. Tak ada siapapun di luar sana.
Dani menutup kembali pintu rumahnya, lalu berjalan kembali menuju ke kamarnya. Namun baru lima langkah Dani masuk, suara itu kembali terdengar.
Tok
Tok
Tok
Bahkan kali ini lebih keras dari yang sebelumnya. Seketika bulu kuduk Dania jadi berdiri, dia mengelus tengkuknya yang dingin. Tangannya gemetar ketika ia mencoba untuk membuka pintu itu lagi.
Namun ketika pintu sudah terbuka, masih tidak ada siapapun di luar sana.
Dani merasa kesal, matanya yang tadi masih merem melek sekarang sudah tidak terasa mengantuk lagi.
"Siapa sih yang iseng?" gumam Dani kesal sambil membanting daun pintu nya lagi dengan keras.
Dani kembali berjalan menuju ke kamarnya dengan hati yang masih kesal.
"Dasar sialan! Ganggu orang tidur aja," gerutu Dani sambil berbaring lagi di tempat tidurnya.
Tidak lama, Dani kembali terlelap. Namun tiba-tiba ada sesuatu yang menggeser tempat tidur Dani dengan sangat kuat.
Sosok Yoga datang, dia kini berbaring di samping tubuh Dani yang sudah sangat terlelap itu.
"Lo harus mati sama gue, kawan." Yoga membisiki kalimat itu di telinga Dani.
Dani tetap tidur dengan pulas dan tak mendengar kalimat itu.
Suasana di kamar Dani berubah semakin mencekam.
Hingga akhirnya Dani terbangun ketika matahari sudah mulai menampakkan dirinya dengan sempurna.
Dani bergegas untuk bersiap pergi ke kampus.
Dani seolah tak menghiraukan apa yang tadi malam terjadi di rumah ini. Dia hanya menganggap kejadian malam tadi hanyalah tetangganya yang iseng karena tahu Dani sedang berada di rumah sendirian.
***
Sesampainya di kampus, Sandi terlihat sudah menghadang Dani di depan pintu gerbang kampusnya.
Sandi meraih tangan Dani dengan wajah panik dan ketakutan.
"Kenapa sih?" tanya Dani mengerutkan keningnya.
"Semalam Yoga datang ke rumah gue Dan. Dia menghantui gue. Mukanya serem, separuh dari mukanya itu sudah hancur."
Sandi bergidik merinding ketika menceritakan hal itu kepada Dani.
Namun Dani malah menganggapnya sebagai candaan belaka. Dani terkekeh dan tidak percaya dengan cerita Sandi tadi.
"Lo itu cuma halusinasi. Kebanyakan nonton film horor lo," kata Dani cuek.
"Gue serius Dan."
"Gue nggak percaya!" kata Dani tetap cuek.
"Terserah lo deh kalau lo nggak percaya. Nanti kali dia datangin lo baru tahu rasa lo!" kata Sandi kesal.
"Mana mungkin dia datangin gue. Gue kan sahabatnya. Lagian dia itu udah tenang di sana. Untuk apa sih dia gentayangan di dunia ini lagi? Lo banyak dosa kali sama Yoga..." kata Dani meledek.
"Banyak dosa apaan sih," ujar Sandi kebingungan.
"Lo ingat nggak waktu SMA dulu lo itu pernah merebut pacar Yoga, mungkin karena itu dia jadi dendam sama lo sekarang," kata Dani kembali meledek Sandi.
Sandi semakin ketakutan, mulutnya membulat ketika mendengar ucapan Dani tadi.
Sandi merasa apa yang dikatakan oleh Dani memang ada benarnya.
Sandi kembali bergidik ngeri, dia mengelus tengkuknya yang merinding.
"Mungkin benar juga kata lo Dan," ujar Sandi sambil mengejar Dani yang sudah berjalan mendahuluinya.
"Mendingan lo minta maaf deh ke makam Yoga supaya dia nggak datangin lo lagi," kata Dani menepuk bahu Sandi.
"Iya lo benar juga sih."
"Tapi jujur ya, gue juga pernah sekali sih didatangi oleh Yoga."
"Lo serius?" sahut Sandi kaget.
"Iya. Tapi cuma sekali dan sekarang udah nggak pernah lagi tuh. Padahal kan seharusnya yang dihantui itu gue ya. Karena secara tidak langsung kan gue yang udah bikin dia jadi meninggal dunia."
Dani mengangkat kedua bahunya karena heran.
"Ah... Bisa aja kan dia nggak tega datangin lo karena lo sahabat sejati nya."
"Bisa jadi sih."
Dani dan Sandi saling diam, namun Dani tiba-tiba teringat dengan kata-kata terakhir yang diucapkan oleh Yoga kepada Dani sebelum kecelakaan itu menimpanya.
Dani teringat dengan ikrar janji untuk sehidup semati bersama Yoga. Meskipun Dani hanya menganggap ucapan dan janji Yoga itu adalah angin lalu. Namun entah kenapa janji itu terus terngiang di pikiran Dani.
"Lo tahu nggak sih, emangnya benar ya kalau orang yang sudah meninggal itu bisa mengajak orang yang masih hidup untuk meninggal dunia juga?" tanya Dani mengejutkan Sandi.
Sandi kaget dan nampak berpikir sejenak.
"Katanya sih memang bisa," kata Sandi pelan.
"Kalau gue sih antara percaya nggak percaya ya. Karena kebanyakan orang Jawa itu kan percaya dengan hal hal mitos begitu," kata Dani yang selalu mengingat nasihat neneknya yang orang Jawa.
"Kalau gue sih percaya ya. Karena kebanyakan orang Jawa itu bukan hanya sekedar mempercayai, tapi memang karena itu buat kebaikan lo juga. Jadi mau nggak mau lo harus terima dengan adat dan budaya orang jawa. Termasuk dengan mitos dan pantangan pantangan dalam adat jawa," tambah Sandi sambil menepuk bahu Dani.
"Iya. Gue jadi ingat sama kata-kata nenek gue dulu. Katanya kalau orang yang meninggal dunia belum genap 40 hari, itu arwahnya masih ada di sekitar rumahnya. Dan katanya juga menjelang 40 hari setelah orang itu meninggal dunia, dia akan berkeliling memutari rumahnya sebagai tanda perpisahan dengan keluarga yang ditinggalkannya. Terus juga kata nenek gue, pada malam malam tertentu itu adat orang Jawa selalu menyiapkan sesajen di meja rumahnya kaya kopi, buah gitu. Gue pernah tanya sama nenek gue buat apaan. Katanya itu buat leluhur yang sudah pada mati."
"Nah itu artinya lo percaya dengan adat dan kepercayaan orang Jawa Dan," sahut Sandi terkekeh.
Dani mengangguk anggukan kepalanya pelan.
Lalu dia tiba-tiba teringat dengan kejadian dini hari tadi, soal suara ketukan pintu rumahnya yang mengganggu tidurnya.
Namun Dani memilih untuk tidak menceritakan hal itu kepada Sandi karena Dani takut temannya akan semakin parno nanti.
"Ya udah deh, habis ini gue bakal pergi ke makam Yoga. Mungkin gue memang banyak salah sama dia selama ini," ucap Sandi.
"Jangan lupa bawa bunga yang banyak terus tabur di atas makamnya. Biar selalu harum," kata Dani mengingatkan.
"Iya siap!"
Sandi dan Dani akhirnya berpisah, karena Sandi harus kembali bekerja di kantornya.
Di dalam kelas, Dani sudah ditunggu oleh Rizal dan anak-anak yang lain. Seperti biasa, mereka sedang membicarakan soal kematian Yoga yang masih menyimpan misteri hingga hari ini.