Karena merasa khawatir dengan kondisi Dani sepeninggalnya Yoga, Sandi memutuskan untuk pergi ke rumah Dani.
Mereka memang sudah lama bersahabat, hingga tak ada lagi rasa sungkan diantara mereka untuk saling berbagi cerita.
Sandi mengetuk pintu rumah Dani, namun tidak ada satu orang pun yang membukakannya. Kembali Sandi mengetuk pintu rumah Dani dan kali ini lebih keras.
Tidak lama seseorang membuka pintu itu dan ternyata Dani. Wajah Dani terlihat baik-baik saja. Apa yang ditakutkan Sandi kepada Dani ternyata sama sekali tidak terjadi.
Sandi pikir, Dani akan stres dan frustrasi atas kepergian Yoga karena kecelakaan kemarin. Namun sepertinya Dani sudah bisa mengikhlaskan kepergian Yoga itu.
"Mau ngapain lo kesini?" tanya Dani sedikit kesal.
"Ya gue cuma mau memastikan aja keadaan lo lah. Ternyata lo baik-baik aja."
"Maksud lo, gue gila gitu?" pekik Dani kesal melihat wajah Sandi yang terkesan meledeknya.
"Iya nggak gitu juga. Gue takut lo masih terpukul aja karena kepergian Yoga kemarin. Sebenarnya kejadiannya gimana sih? Cerita dong... Kan dia kecelakaan pas bonceng motor lo?" tanya Sandi menatap mata Dani dengan tajam.
Dani melirik kanan kiri dan celingukan seperti orang yang ketakutan.
"Gue mau cerita sama lo, tapi lo janji ya jangan bilang siapapun soal ini," kata Dani pelan sambil celingukan.
Sandi bingung dengan sikap Dani ini, dia terkesan sedang menyembunyikan sebuah rahasia besar yang sangat takut diketahui oleh orang lain.
"Ada apa sih?"
Dani menghela nafas panjang dan bersiap untuk menceritakan semua kejadian itu dari awal.
Dani yakin bahwa Sandi tidak akan menceritakan ini kepada siapapun termasuk keluarga Yoga.
Setelah Dani bercerita hingga di saat Yoga menghembuskan nafas terakhirnya, Sandi mulai bergidik merinding. Sandi ikut miris dengan kejadian yang mereka alami itu apalagi ketika Dani mengatakan wajah Yoga yang sudah hancur.
"Stop Dan! Please... Jangan dilanjutin lagi ya. Gue ngeri dengarnya. Kata orang jaman dulu, kalau kita ngomongin orang yang sudah meninggal itu, arwahnya bisa dengar loh. Nanti Yoga bisa dengar kalau kita lagi ngomongin dia."
Dani langsung menepuk bahu Sandi dengan keras.
"Itu mitos! Percaya aja lo sama begituan," Dani terkekeh.
"Gue serius Dan!" kata Sandi sambil memegang tengkuknya yang tiba-tiba berasa dingin. Bulu kuduk nya juga seketika berdiri setelah mendengar cerita dari Dani.
Sandi mencoba tenang dan tetap diam tanpa bicara lagi.
Namun ketika ia melihat gorden yang tepat di belakang Dani, sekelebat bayangan muncul dengan cepat.
Hal itu membuat Sandi jadi semakin merinding dan takut.
Lalu Sandi menutup matanya dengan kedua tangannya.
"Tuh kan, gue bilang juga apa."
"Apaan sih lo. Penakut banget. Lagian mana ada hantu siang-siang begini," pekik Dani meledek.
"Gue serius Dan! Tadi gue lihat ada bayangan lewat di balik gorden itu," kata Sandi sambil menunjuk ke belakang Dani dengan mata yang masih terpejam.
Dani menengok ke belakang namun dia tidak mendapati apapun di sana.
"Kebanyakan nonton film horor lo makanya parno sendiri kan," kata Dani kembali meledek Sandi yang masih sangat ketakutan itu.
"Gue balik aja deh. Rumah lo horor. Banyak setannya. Lihat deh, gue sampai merinding dari tadi nggak berhenti juga loh," kata Sandi sambil beranjak dari tempat duduknya dan berpamitan untuk pulang ke rumahnya.
"Dasar penakut lo," ledek Dani kembali terkekeh.
Dani kembali masuk ke rumah setelah Sandi sudah pergi dengan motornya.
Karena merasa penasaran, Dani kembali memastikan ada apa sebenarnya di balik gorden itu. Perlahan Dani membuka gorden itu namun dia tidak melihat sesuatu yang aneh di sana.
"Dasar parno! Orang nggak ada apa-apa juga," kata Dani sambil melenggang ke kamarnya lagi.
***
Hingga malam tiba, Sandi masih terus memikirkan apa yang tadi siang diceritakan oleh Dani tentang kematian Yoga. Dia juga terus membayangkan apa yang tadi dia lihat di balik gorden rumah Dani. Bayangan itu melintas dengan sangat jelas dan bukan hanya halusinasi semata.
Sandi mencoba untuk melupakan semua itu dan mencoba untuk memejamkan matanya.
Namun baru sekejap mata Sandi terlelap, dia kembali terbangun karena tiba-tiba perasaannya tidak enak.
Sandi kembali merinding dan tengkuknya juga terasa dingin.
Dia merasa ada aroma mistis di dalam kamarnya ini. Dengan cepat, Sandi menyalakan lampu kamarnya untuk mengurangi kesan horor di dalam sana.
Sandi mengedarkan pandangan matanya ke seluruh isi kamarnya. Namun tidak ada sesuatu yang aneh di sana. Tidak ada siapapun juga yang ada di sana. Namun Sandi merasa sedang diperhatikan oleh seseorang di dalam kamarnya.
Tidak lama setelah itu, Sandi seperti mendengar suara seseorang memanggilnya.
Namun suara itu berasal dari bawah ranjang tidurnya.
Dengan rasa penasaran, Sandi memberanikan diri untuk melihat ke arah bawah kasurnya.
Betapa terkejutnya Sandi ketika ia melihat sosok Yoga sedang terbaring di sana dengan kondisi wajahnya yang sudah separuh hancur.
"Aa.... Setan... Demit... Hantu..." teriak Sandi segera melompat dari tempat tidur dan berlari menuju ke ruang depan.
Sandi benar-benar kacau dibuatnya, nafasnya sampai hampir habis karena harus berlari menghindari sosok itu.
"Masa di rumah gue ada hantu? Apa jangan-jangan itu hantu Yoga ya? Karena tadi siang gue dan Dani ngomongin dia," kata Sandi sambil memegang tengkuknya yang masih dingin.
Sandi masih bergidik merinding membayangkan sosok yang tadi dia lihat di bawah kasurnya itu.
Sandi bisa kembali bernafas lega ketika ia sudah duduk tenang di ruang tamu. Sandi mencoba mengambil segelas air minum untuk menenangkan perasaannya.
Namun ketika baru seteguk ia meminum air itu, Sandi kembali melihat sosok itu berjalan mendekat ke arahnya.
'Pyaaarrrr'
Saking takutnya, Sandi sampai memecahkan gelas yang masih dia pegang di tangannya itu.
"Ha... Hantu..." kata Sandi berteriak dan mencoba untuk kembali berlari menghindari sosok Yoga yang semakin dekat dengannya.
"Pembunuh... Pembunuh harus mati!"
Kalimat itu yang selalu dikatakan oleh Yoga kepada Sandi yang sudah tidak kuat lagi melihatnya.
"Please... Jangan ganggu gue. Maafin gue kalau gue tadi ngomongin lo," kata Sandi sambil terus memohon kepada sosok Yoga di depannya itu.
"Pembunuh baru mati!"
Sosok Yoga semakin mendekati Sandi dengan wajah yang sangat mengerikan.
"Please... Jangan ganggu gue!" suara lirih Sandi sambil memejamkan matanya.
Saking takutnya, Sandi sampai diam dan pasrah. Dia tidak bisa lari dari sana karena kakinya yang tiba-tiba berasa lemas.
Entah apa yang terjadi setelah itu, Sandi tiba-tiba terjatuh pingsan di lantai rumahnya.
Seketika itu juga sosok Yoga menghilang dengan cepat.
Sandi masih tergeletak di lantai rumahnya hingga malam berganti menjadi pagi.