Tiga orang yang berprilaku sok kuat dan menyeramkan itu seketika kalah dan berkaitan tunggang langgang dengan tubuh mereka yang terluka, padahal Gressylia sama sekali tidak mengenakan senjatanya, dia hanya melawan menggunakan tangan kosong.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Gressylia menghampiri gadis yang duduk di atas tanah yang dipenuhi dedaunan kering itu. Dia mengangguk pelan.
"Aku tidak apa-apa Tuan. Terima kasih sudah menolongku," ucap wanita itu dengan sisa air matanya yang terlihat di kantung matanya akan jatuh.
"Syukurlah jika kau baik-baik saja," ucap Gressylia lega melihat wanita itu baik-baik saja.
"Apakah Tuan pengembara? Aku yakin Tuan pasti sangat lelah melakukan perjalanan setiap hari. Sebagai ucapan terimakasih, berkenanlah untuk ikut ke rumahku, aku akan menjamu mu," ucap wanita itu lagi dengan sopan.
Gressylia menganggukkan kepalanya, dia sekarang meninggalkan tempat itu mengikuti wanita itu membawanya ke rumahnya.
"Tadi itu sangat hebat Tuan, mereka adalah preman di desa kami, tidak ada seorang pun yang berani melawan mereka," ucap wanita itu memberitahu siapa ketiga pria tadi.
"Omong-omong, nama Tuan siapa? Namaku Nila," ucap wanita itu lagi sambil menyebutkan namanya.
"Aku Gressylia, Nona." Gressylia kali ini menjawab dan memberitahu namanya.
"Itu rumahku Tuan, mari masuk!" ajaknya yang dibalas anggun oleh Gressylia. Rumah ini terlihat seperti rumah bangsawan, tidak salah lagi jika rumah ini adalah rumah bangsawan. Tapi, wanita itu berpenampilan sederhana sehingga tidak terlihat jika dia seorang bangsawan.
"Bi, tolong siapkan makanan untuk tamuku!" serunya sambil berjalan ke arah lain setelah mempersilahkan Gressylia untuk duduk di shofa yang nyaman sekali. Tidak lama dia duduk, dua pelayan wanita langsung berdatangan dan menghidangkan makanan lezat di atas meja, menatanya dengan rapi.
Gressylia diam di tempat duduknya, dia benar-benar dijamu hari ini dengan makanan yang sangat lezat dk depannya itu. Para pelayan rumah bangsawan ini berprilaku ramah kepada tamu tuannya. Setelahnya gadis itu muncul dan duduk di kursi depan Gressylia.
"Ayo dinikmati makanannya Tuan, kau pasti sangat lelah. Bi tolong bungkusan pula beberapa makanan ya," pinta gadis itu lagi. Gressylia hanya menurut dan meneguk minumannya juga mencicipi makanan lezatnya itu.
"Ini terasa sangat lezat. Terima kasih Nona Nila," ucap Gressylia.
Dia merasa sangat bersyukur mendapatkan kajian lezat di saat dirinya merasa sangat lelah dan lapar, sedangkan tidak ada sepeser uang pun di dalam sakunya saat ini.
"Aku justru sangat berterima kasih kepadamu Tuan Gressylia, jika kau tidak ada, entah apa yang terjadi padaku, aku membayar apa yang telah kau lakukan untukku," ucap wanita bernama Nila itu sangat sopan kepada Gressylia.
Mereka hanya mengobrol ringan sambil menikmati makanan yang terasa lezat ini. Terutama Gressylia yang bercerita jika dirinya sedang mencari kedua adiknya dan juga Putri Kerajaan Carvandalle yang menghilang berhari-hari. Setelah merasa kenyang dan puas mengobrol, dia pamit undur diri. Wanita bernama Nila itu memberi beberapa bungkusan berisi makanan san beberapa lembar uang.
"Ini terlalu berlebihan Nona, saya sangat berterimakasih karena mendapatkan jamuan yang sangat lezat ini," ucap Gressylia sungkan untuk menerima pemberian wanita yang baru saja dia tolong itu.
"Ini adalah ucapan terima kasihku padaku Tuan Gressylia. Kau telah menyelamatkanku dari preman-preman itu, aku harap kau tidak akan bertemu mereka lagi karena aku yakin bos mereka tidak akan mengampuni orang yang telah mengalahkan anak buahnya. Sekarang, ambillah ini dan berhati-hatilah."
Tanpa dapat menolak lahi Gressylia menerima semua pemberian wanita tersebut dan pamit untuk melakukan perjalanan kembali. Dia berjalan menjauhi kediaman wanita tersebut guna mencari keberadaan adiknya yang entah ada di mana dan bagaimana keadaannya.
Dia terus menyusuri jalan pedesaan yang dilalui berusaha menemukan keberadaan kedua adiknya. Dia juga terus bertanya kepada orang-orang yang ditemuinya sepanjang perjalanan. Namun, hasilnya selalu nihil. Minim orang yang melihat mereka berdua.
"Oh astaga kenapa susah sekali mencarinya," gumam Gressylia yang merasa lelah. Hari pula sudah mulai menggelap,dia harus berada di tempat yang aman karena pada malam hari bandit cenderung keluar jika tidak ada yang melindungi desa ini.
Dia mulai menyalakan perapian, sepertinya dia juga akan bermalam di bawah pohon rindang yang kini sedang dia duduki akarnya sambil menghadap api untuk menghangatkan tubuhnya dan juga menjauhkannya dari hewan buas.
Gressylia berbaring di bawah sana sambil melipat kedua lengannya menyangga kepalanya pada batang pohon besar itu. Dia memejamkan matanya sejenak untuk menghilangkan rasa lelahnya.
"Bau darah manusia di sini!"
Samar-samar Gressylia mendengar suara yang disertai geramannya yang terdengar berat dan lirih. Dia masih dengan posisinya terpejam menikmati semilir angin dan hangatnya api yang berkobar di depannya itu.
"Itu dia manusia berdaging segar!"
Suara itu terdengat jelas oleh Gressylia. Kali ini dia membuka matanya tanpa merasa terkejut sama sekali melihat pemandangan di depannya itu.
Di depannya itu terdapat sekumpulan bandit bertubuh gempal dengan mata menyala terlihat menyeramkan, mereka membawa senjata masing-masing yang berukuran besar, bahkan ada yang hampir sebesar tubuhnya. Gressylia sama sekali tidak menunjukkan ekspresi takutnya, bahkan dia sangat tenang melihat pada bandit itu.
"Errrrrrrrrrrrr!!!"
Mereka semua langsung menyerang Gressylia bersamaan, sedangkan yang diserang hanya diam santai, bahkan dia bangun menepuk-empuk pakaiannya yang sedikit kotor.
"Baiklah, lama tidak berurusan dengan kalian pada bandit," ucap Gressylia santai.
Dia menarik sebilah pedang yang sedari tadi ada di pinggangnya, seketika pedang tersebut berubah menjadi warna merah dan berkobarkan api. Para bandit yang melihat itu langsung gemetar, dengan kakinya yang melangkah ke belakang dengan perlahan.
"Apa kalian takut? Cepat pergi dan jangan ganggu manusia! Atau aku akan membakar hangus kalian semua!" tegas Gressylia yang langsung membuat para bandit itu berlarian tunggang langgang ketakutan kembali masuk ke hutan.
"Hufff."
Gressylia menghela napasnya lega melihat seluruh bandit pergi tanpa hatus susah payah melawan mereka semua.
"Bagaimana jika Rana dan Rina diserang bandit," lirih Gressylia yang kembali memikirkan adiknya itu.
Dia segera memadamkan api dan kembali berjalan meninggalkan tempat peristirahatan, berjalan menyusuri jalanan yang lebat oleh pepohonan karena kali ini Gressylia melewati hutan untuk dapat masuk ke kota selanjutnya. Sedangkan perangnya yang berkobarkan api terus menggantung di sisi tubuhnya, agar tidak ada satu bandit pun yang dapat menjangkaunya atau mengganggu perjalanannya.
pedang nya memang bukanlah pedang biasa, pedang api peninggalan ayahnya ini memang konon pernah digunakan untuk membuat para bandit tunduk dan mematuhi perintahnya oleh para pendahulu.
"Apakah Aku dapat mengendalikan bandit, tapi untuk apa," gumam Gressylia sambil terus menyeret pedang nya di sisi tubuhnya menembus gelapnya hutan yang ditumbuhi pepohonan rindang sepanjang jalan yang dilaluinya.