Alisa masih bertanya-tanya mengapa David yang biasanya banyak bicara jadi pendiam sejak dia menerima telepon dari Dimas. Dia takut ada kata-katanya yang menyinggung pria bule yang sangat amat disayanginya sebagai kakak. Atau mungkin ada masalah dengan pekerjaannya? Entahlah, Alisa tidak mau berlarut-larut memikirkan hal itu dan akan meminta maaf pada David besok.
Tiba-tiba dia teringat bahwa tujuannya utamanya menemui David hari ini adalah memohon bantuan untuk membebaskan rumahnya, tapi apa daya tamu tak diundang datang membuat keributan sampai ia lupa akan tujuannya.
"Hhhh" Alisa menghela nafas berat. "Baiklah, malam ini mari kerjakan tugas dulu, lalu besok kita pikirkan lagi masalah rumah."
Baru saja dia akan membuka pintu kamar rawat inap Papanya, Alisa dikejutkan dengan panggilan suster yang memberinya sebuah map coklat berisi data hasil lab sang Papa.
Dengan perlahan Alisa membuka amplop tersebut, mencoba membaca isinya yang diikuti oleh kernyitan di dahinya tanda ia tak mengerti.
Beruntung dokter Maya, dokter pribadi sang ayah menuliskan sepucuk surat yang menjelaskan tentang hasil yang diperoleh.
Betapa terkejutnya Alisa saat membaca surat tersebut yang menjelaskan jika sang papa harus segera dioperasi jantungnya dan komplikasi Diabetes yang makin parah .
Lemas, syok, dan seperti tidak ada harapan hidup, itulah Alisa sekarang. Belum selesai masalah rumah yang akan disita oleh pihak bank, Sekarang dia dihadapkan oleh ancaman kesehatan Papanya yang harus segera melakukan operasi jantung yang memerlukan biaya yang sangat besar.
Alisa mengambil ponsel dari saku kemuadian mengusap layarnya yang langsung menunjukkan angka 01.23 dini hari.
Tangannya tergerak membuka obrolan teksnya dengan Ibu Ambar. Namun diurungkan jarinya untuk menghubungi beliau karena pasti Bu Ambar masih berlabuh di Alam mimpi.
***
Sinar kekuningan dari mentari pagi memasuki celah-celah jendel kamar rawat inap Yohan. Alisa yang baru saja tertudur sejam lalu merasa terusik dengan silaunya. Dilihatnya sang papa masih tertidur pulas, pandangannya beralih pada ponselnya yang terletak di samping bed pasien, segera diambil ponselnya dan mengusap layarnya yang menunjukkan pukul 08.00, dimana sejam lagi dia harus menghadiri kelas dosen killernya. Mata gadis itu terbelalak dan dengan segera memasukkan laptop dan beberapa buku ke dalam tasnya. Tiba-tiba dia teringat jika dosen muda itu bahkan mengacuhkan dan membuatnya emosi saat memohon agar ia bisa mengikuti kembali mata kulaih yang diampu oleh dosen muda itu.
"Hah!" Desis Alisa sambil menatap layar ponselnya. "Baiklah, sekarang ikhlasin dulu mata kuliah itu, mari selesein dulu masalah rumah dan juga operasi papa." Ujarnya pelan sambil menatap sendu papanya yang sudah seharian terbaring lemah karena perburukan kondisi.
Alisa segera mencari kontak bu Albar di Ponselnya, sesaat dia bimbang. Haruskah aku menyanggupi syarat bu Ambar untuk menikah dengan putranya? Ataukah meminta bantuan kak David saja yang jelas tidak bersyarat. Tapi berapa hutang kepada keluarga David Lewis jika kali ini dia meminjam lgi dari mereka. Dan teringat sikap aneh David dari semalam yang tidak seperti biasanya, Alisapun mengurungkan niat menghubungi David, dan segera menekan icon telepon pada kontak bu Ambar. Dia akan mencoba bernegosiasi dengan bu Ambar. Dia berusaha untuk menyanggupi apa saja syarat yang diajukan, asal tidak menikah dengan putranya yang sama sekali belum ia kenal.
"Selamat pagi sayang." Sapaan ramah dan hangat itu mendarat di telinga Alisa. "Ada apa pagi-pagi sekali menelpon?" Tanya bu Ambar dengan suara riangnya di seberang telefon.
"Selamat pagi tante. Maafkan Alisa mengganggu pagi-pagi. Apakah tante sedang sibuk?" Ujar Alisa.
"Tidak apa-apa, tante sedang menunggu anak tante untuk sarapan, tapi sayang dia malah pergi ke kampus duluan." Ujar Ibu Ambar sedih. "Oh ya, ada apa kamu menelfon? Kamu udah sarapan? Kalau belom temani tante sarapan yuk, nanti tante kirim sopir untuk menjemputmu."
"Baiklah tante, kebetulan ada yang ingin Alisa bicarakan dengan tante." Ucap Alisa dengan jantung yang berdebar kencang.
***
Alisa takjub dengan pagar mewah menjulang tinggi yang terbuka dengan sendirinya saat mobil yang membawanya masuk ke pelataran dan taman bunga yang sangat luas. Mobil mewah itu berhenti saat tiba di depan rumah mewah nercat putih dengan pilar-pilar beton kokoh dengan sentuhan detail-detail seni Yunani dan Romawi yang mewah dan futuristik.
Mulut Alisa menganga, ia takjub melihat rumah yang begitu mewah dan besar di hadapannya, sampai satu suara nyaring menyadarkan Alisa. Siapa lagi kalau bukan Ibu Ambar yang langsung merangkulnya masuk begitu melihat gadis yang ditunggu-tunggu ada di depan pintu rumahnya.
***
"Yuk, kamu mau makan apa? Ini ada American breakfast, ada juga nasi goreng spesial buatan tante dengan steak iga jamur." Ujar Ibu amAmbar sambil sibuk mengambilkan piring dan makanan untuk Alisa sesampainya di ruang makan super mewahnya.
"Nasi goreng saja tante, pasti enak nasi Goreng spesial buatan tante." Ucapnya
"Baiklah kalau begitu, apa segini cukup?" Ucap bu Ambar sambil menunjukkan porsi nasi Goreng yang telah diambilnya untuk Alisa.
Alisa tersenyum sambil mengambil piring yang berisi nasi goreng dan meletakkannya di meja. "Cukup tante, terlalu banyak malah."
"Kamu harus makan yang banyak agar tenagamu terisi, lihat tubuhmu makin kurus saja." Ujar bu Ambar sambil mulai menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulutnya.
Sarapan pagi ini terasa menyenangkan bagi Alisa, sudah lama ia tidak makan bersama keluarganya.
Rasa rindu berkumpul dengan keluarganyapun muncul, membuat mimik muka Alisa berubah menjadi sedih. Yah walaupun saat berkumpul dulu pasti banyak adu pendapat antara papa-mama-Alisa dan Alina yang susah untuk disatukan.
"Gimana rasa nasi gorengnya Alisa? Apa kamu suka?" Pertanyaan Bu Ambar menyadarkan Alisa dari lamunannya.
"Enak tante, ini nasi goreng terenak yang pernah Alisa makan." Ujar Alisa sambil tersenyum. Alisa tidak bohong dan tidak melebih-lebihkan. Nasi goreng buatan bu Ambar memang sangat enak dan memanjakan lidah dalam sekali suap. Aroma Iga panggang yang kental juga menambah cita rasanya menjadi sempurna.
Ibu Ambar tersenyum senang Alisa memuji masakannya. "Syukurlah, tante kira kamu tidak suka karena rasanya. Karena tante lihat tadi kamu sempat terlihat tidak senang. Hehe."
Alisa tersenyum mendengar perkataan bu Ambar. "Maafkan Alisa tante, karena sebenarnya beberapa hari ini Alisa sedang ada beberapa masalah." Alisa tersenyum manis pada bu Ambar.
Bu Ambar membalas senyuman Alisa dan beranjak duduk di kursi sebelah Alisa. "Tante tahu pasti karena masalah hutang dan operasi Yohan. Bagaimana dengan penawaran tante? Apa kamu bersedia Alisa?" Pertanyaan to the point bu Ambar membuat Alisa menghentikan makannya.
"Tante…" ucap Alisa Ragu.