"Berarti Anda tahu jika ia adalah Tuan Muda dari keluarga Billion? Ternyata relasi Anda cukup bagus di dunia bisnis ya?!" ucap Tama, penuh muslihat.
Namun Pak Rahman hanya mengulas senyuman lebar dan menganggukkan kepalanya polos.
"Benar Tuan. Kami teman. Tidak, lebih tepatnya saya kenal dengan Kakaknya. Tuan Besar Gary. Kami pernah satu angkatan saat kuliah dan sempat latihan militer di tempat dan angkatan yang sama. Jadi saya cukup mengenal keluarganya," jelasnya, terus terang.
"Jika benar seperti itu, kenapa ia menjadi pengawal Nona Muda dari Kinza Grup? Bukannya itu akan merugikannya sebagai keluarga pebisnis?"
Pak Rahman menghela napasnya lelah dan meminta Tama untuk duduk di bangku rotan yang ada di bagian depan posnya.
"Anda mau kopi? Kita bisa bicara santai dengan minum kopi. Karena sepertinya Anda ingin tahu banyak tentang Tuan Muda Azel. Saya bisa menceritakannya kepada Anda karena ini pengetahuan dasar untuk seorang suami yang ingin menjaga istrinya. Mengenal semua orang-orang yang ada di dekatnya! Benar?"
Tama menatapnya serius beberapa saat sebelum akhirnya menghembuskan napasnya lelah dan menganggukkan kepalanya pelan.
"Benar. Saya ingin tahu tentang asisten istri saya. Bagaimana dan seperti apa dirinya. Saya ingin tahu karena saya ingin memastikan jika Mina benar-benar berada di sisi orang-orang itu," jelas Tama, dengan menatap wajah Pak Rahman serius.
"Baik, Tuan. Saya akan memberitahu Anda semuanya."
"Terima kasih. Maaf jika membuat Anda tidak bisa tidur malam ini."
"Tidak apa. Saya sudah biasa begadang. Jangan sungkan, Tuan."
***
Tama hanya bisa tidur 4 jam karena kemarin ia mendengarkan cerita tentang siapa Azel dan apa hubungannya dengan Mina, istrinya.
Ternyata keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat. Tapi satu hal yang sudah di pastikan oleh Tama. Bahwa Azel tidak memiliki perasaan antara pria dan wanita kepada Mina.
Lelaki itu murni menyayangi Mina hanya karena ia senang bisa menjaga Mina layaknya memiliki adik perempuan. Bahkan banyak momen yang sudah Mina dan Azel lewati bersama-sama selama 4 tahun itu.
Hanya satu pesan Pak Rahman setelah menceritakan semua hal tentang Azel kepada Tama.
Lelaki itu meminta agar Tama tidak pernah memisahkan keduanya karena itu akan bisa melukai keduanya dan ia tidak boleh cemburu jika suatu saat ia melihat kedekatan Azel dan Mina. Karena keduanya tidak memiliki hubungan spesial di antaranya.
Lalu Tama sudah berjanji akan hal itu kepada Pak Rahman. Ia tidak akan pernah melarang Mina dekat dengan Azel sampai kapan pun. Karena bagi Azel, Mina adalah segalanya bahkan mampu mengalahkan keluarganya sendiri. Azel benar-benar sayang kepada gadis itu.
Karena itu pagi-pagi Tama sudah melihat Azel yang berdiri di luar gerbang rumahnya dengan memakai pakaian rapi layaknya seorang bodyguard.
Tama yang melihat itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya ampun dan berjalan mendekati lelaki itu.
"Anda datang sangat pagi. Bukankah ini terlalu pagi? Bahkan Nonamu belum bangun tapi kamu sudah berdiri di depan gerbang rumahku!" sindir Tama, menatap Azel dari balik gerbangnya.
Azel yang mendengar itu hanya diam dan menundukkan kepalanya sejenak sebagai salam selamat pagi kepada Tama.
"Tidak, Tuan. Ini tidak pagi untuk saya. Sudah seharusnya saya siap siaga di jam seperti ini karena saya sudah tidak tinggal di dekat Nona seperti dulu. Jadi saya hanya berusaha sebisa mungkin datang ke sini sebelum Nona bangun. Maaf jika Anda merasa terganggu, Tuan." Azel kembali membungkukkan kepalanya saraya meminta maaf.
'Bahkan ia sangat sopan kepadaku. Sepertinya kemarin ia memang hanya memastikan orang seperti apa aku ini. Syukurlah kalau begitu,' batin Tama, menatapnya dengan pandangan lelah.
"Ini masih jam 04:00 pagi. Apa Anda sudah sarapan?"
"Saya sudah terbiasa tidak sarapan, Tuan."
Tama menepuk jidatnya ampun dan langsung membuka gerbang rumahnya. "Masuk. Makan dulu. Saya tidak senang melihat pekerja saya melewatkan sarapannya hanya untuk pekerjaan. Jika nanti Anda sakit karena tidak sarapan, itu akan mempersulit segalanya. Masuk dan makan di rumah saya."
Tama menatapnya dengan tatapan memerintah dan Azel juga menurutinya dengan patuh seperti saat ia menuruti permintaan Mina.
Sampai di teras rumah Tama, mereka berdua berpapasan dengan Mina yang tengah mengenakan pakaian olahraganya dan wajah yang masih terlihat mengantuk.
Mina sedikit terkejut saat ia menatap wajah tampan Azel sudah ia lihat di sini pagi-pagi buta.
"Azel, kenapa kamu sudah ada di sini? Ini terlalu pagi untuk kita bekerja. Bahkan aku baru bangun dan ingin pergi joging," ucap Mina, dengan menguap lebar.
"Apa terlalu pagi? Saya hanya tidak ingin terlambat menjemput Anda. Apa sebaiknya saya pulang dan tidur lagi?"
"Bicara apa kamu ini. Masuk saja. Aku dengar kamu akan pindah ke sini hari ini. Apa ada yang bisa aku bantu? Sudah lama aku tidak jadi kuli panggul angkat barang-barang seperti dulu, hahaha ... sebaiknya kamu memanggilku saat semua barangmu sudah sampai." Mina terkekeh dan membuat Tama kebingungan di sana.
"Kuli panggul? Apakah kamu pernah melakukan pekerjaan kasar? Tidakkan? Kalau iya, pasti kamu berbohong. Kamu ini masih anak orang berada. Bagaimana bisa kamu melakukan pekerjaan kasar? Kamu tidak takut kulit tanganmu rusak dan tidak halus lagi?" seru Tama, tak habis pikir.
"Lalu apa-apaan dengan 'kita bekerja' itu? Kalian berdua melamar masuk ke perusahaanku secara bersamaan?" lanjut Tama, semakin tak habis pikir.
Mina dan Azel saling bertatapan beberapa saat dan tertawa terbahak-bahak hingga membuat Tama mati kutu.
"Apa kalian mempermainkan aku?" hardik Tama, menatap tak senang.
"Hahahaha ... tentu saja tidak. Tapi wajahmu sangat lucu. Memangnya kenapa kalau aku tidak takut kulitku rusak dan aku bekerja kasar? Lalu kenapa pula jika aku satu tempat kerja dengan Tuan Azel? Apakah aneh? Dari pada mengartikan hubungan kami sebagai atasan dan bawahan, sebaiknya kamu mengartikan hubungan kami sebagai teman agar kamu bisa memahami semuanya dengan mudah. Karena nyatanya aku memang tidak pernah menganggap Azel sebagai bawahanku. Selama ini kami hanya berakting di depan publik untuk membuat image perusahaanku tidak hancur," jelas Mina, panjang.
Tama mengerjapkan matanya bingung dan menatap wajah Azel yang langsung diam saat Tama memandangnya.
"Ehem ... maaf, Tuan. Tapi Nona memang tidak senang saya bersikap formal jika kami hanya berdua. Beliau senang saya bisa menjadi temannya karena saya orang yang baik," ucap Azel, bangga.
Tama menatap ke arah Mina dan gadis itu hanya menganggukkan kepalanya pelan sambil menepuk-nepuk pundaknya pelan.
"Jaga temanku selagi aku pergi. Ia bukan orang yang gampang bergaul. Tolong ya, suamiku," ucap Mina, sebelum akhirnya ia meninggalkan rumah dengan tawa kecilnya.
"Wah ... ia bahkan tidak pernah sungkan kepadaku. Padahal aku ini orang asing yang menjadi suaminya," gumam Tama, tak habis pikir.
"Itu artinya Nona menyukai Anda, Tuan. Selamat, hehe ...."
"Dari mananya? Kamu saja buta." hardik Tama, berjalan ke dalam rumahnya meninggalkan Azel begitu saja.