Mina memasuki kantor bersamaan dengan Tama datang sebagai presdir perusahaan tempatnya bekerja.
Walaupun datang dengan mobil yang sama, begitu keluar dari dalam mobil Tama, Mina langsung membungkukkan badannya selayaknya para pegawai lain saat bertemu dengan bosnya.
Mina berdiri di dekat pintu masuk, berjajar dengan para pengawal seniornya. Sementara Tama keluar dari dalam mobilnya saat Sari (Sekretaris pribadi) membukakan pintu untuknya.
Gadis itu memiliki tinggi yang hampir sama dengan Mina. Berwajah cantik dan berpenampilan modis layaknya para Sekretaris atasan pada umumnya.
Ia mengenakan high heels yang tingginya hampir 5cm. Memaki rok pendek dengan setelan jas berwarna merah maroon.
"Selamat pagi, Presdir. Saya akan membacakan jadwal Anda hari ini," ucap Sari, membuka tablet kerjanya dan mulai mengiringi langkah Tama yang berjalan masuk ke dalam gedung.
Namun sebelum itu Tama berhenti di samping Mina yang berdiri di dekat pintu dan berjajar dengan anggota keamanan yang lainnya.
"Jangan terluka," ucap Tama, melirik Mina sekilas dan pergi meninggalkannya.
Mina hanya diam dan menatap kepergiannya dengan sorot mata tak tertarik karena sekarang banyak orang yang tengah menatapnya dengan tatapan bingung dan aneh.
"Baru hari pertama tapi kamu sudah membuat isu ya, Junior," ucap seorang lelaki bertubuh kekar dan tinggi, tepat berdiri di sebelahnya.
Mina menoleh dan menatapnya dengan tatapan tajam. "Mau bagaimana lagi? Suami saya memang cerewet," serunya, membuat lelaki bernama Danial itu terbahak-bahak.
"Hahaha ... lihatlah anak baru ini. Bagaimana bisa ia berkhayal jika ia adalah istri Pak Presiden? Konyol sekali," ucap Danial, masih terus terbahak-bahak.
Sementara keempat rekan Danial hanya diam dan tidak menghiraukan dirinya.
"Sepertinya Anda memang suka berbicara," cibir Mina, membuat Danial malu seketika.
Danial langsung melemparkan pandangannya menatap wajah Zaim, Hasna, Darka dan Raja dengan tatapan tajam. Namun keempat orang itu masih tetap sama, diam dan tak bergeming dari posisinya.
"Mina, apakah Anda yang bernama Mina? Direktur memanggil Anda," seru Abdul, salah satu teman setemnya.
Mina menatap name tag lelaki itu dan mengulas senyuman manis sambil menundukkan kepalanya memberi hormat.
"Baik Pak Abdul, terima kasih. Saya akan pergi ke sana sekarang," ucap Mina, tegas.
Mina langsung berjalan pergi dan meninggalkan kelima orang yang berdiri dengannya di depan pintu dari tadi dengan mengucapkan salam pada mereka sebelumnya.
"Ck ... ck ... lihatlah anak itu, bagaimana bisa ia sangat angkuh padahal ia hanya anak bau kencur. Sepertinya ia langsung bekerja setelah lulus SMA dan menganggur beberapa lama. Kalangan miskin yang sombong," cibir Daniel, lagi-lagi tidak ada yang mendengarkannya.
Bahkan Abdul pun tidak menghiraukannya dan ikut pergi menyusul Mina karena takut gadis itu tersesat.
"Banyak bicara sekali. Ia membuatku lelah walaupun belum melakukan apa pun di pagi hari," gumam Hasna, menghela napas kasar.
"Tenanglah. Tidak perlu di hiraukan. Anggap saja angin lalu," sahut Darka, yang berdiri di sisi kiri gadis tersebut.
"Siapa juga yang mau menganggapnya, tch!"
Sementara itu Mina ....
Mina berdiri di depan lift dengan postur tubuh tegap dan terlihat berwibawa. Entah kenapa dari tadi banyak sekali orang yang menatapnya saat berlalu-lalang di hadapannya.
"Sepertinya Anda terlihat tenang walaupun banyak orang yang memperhatikan. Apakah pemandangan seperti ini sudah biasa?" tanya Abdul, berdiri di samping Mina dan menunggu lift bersama dengannya.
"Ya, sudah biasa. Salam kenal Pak Abdul. Saya Mina dan umur saya hanya 20 tahun. Anda tidak perlu terlalu formal kepada saya. Akan lebih baik jika saya memiliki senior yang bisa membimbing saya dengan santai," ucap Mina, menolehkan kepalanya ke samping dan menatap wajah Abdul yang cukup tampan dengan kulit gelapnya.
Abdul tersenyum dan mengulurkan tangannya kepada gadis itu. "Salam kenal, Junior!"
Mina mengangguk dan mereka berjabat tangan sejenak sebelum akhirnya memasuki lift tersebut bersama dengan yang lainnya.
"Boleh aku bertanya sesuatu?" Abdul kembali membuka obrolan mereka dan Mina kembali memperhatikannya.
"Tanya saja. Tidak perlu sungkan."
Abdul menganggukkan kepalanya pelan dan menatapnya dengan tatapan ragu. "Apakah kamu masuk ke dalam perusahaan ini melalui jalur dalam. Maaf, tapi aku tidak sengaja melihat hasil ujianmu dan semuanya buruk. Hanya nilai fisikmu saja yang bagus. Maaf jika pertanyaanku menyinggung."
Mina mengerjapkan matanya polos dan menatap ke arah wajah Abdul yang terlihat sungkan tapi tetap memberanikan dirinya untuk bertanya.
"Bisa di bilang seperti itu. Ujian lisan dan tertulisku memang gagal. Tapi ujian fisikku cukup bagus." Mina menatap ke depan dan memandang beberapa orang yang sengaja menguping pembicaraan mereka. "Tapi jalur dalam yang saya lalui bukanlah melakukan hal-hal seperti itu. Saya bertanding dengan Pak Zidan dan mendapatkan hasil seri."
Abdul membelalakkan matanya dan menatap Mina dengan ekspresi terkejut. "Kamu pernah bertanding dengan Pak Zidan? Seri pula? Jika kamu tidak tahu, Pak Zidan itu peringkat 3 di seluruh ujian. Bagaimana bisa kamu mengalahkannya? Padahal ujian Pak Zidan hampir semuanya sempurna, bagaimana bisa Anda–"
"Ia terlalu lambat untukku. Ia memang hebat di beberapa gerakan. Tapi ia masih sulit menggunakan bobot tubuhnya dan otot besarnya itu untuk mengimbangi ketangkasan dan pertahanannya. Celahnya terlalu besar, ia masih perlu banyak berlatih!" papar Mina, lancar.
Glek ....
Abdul menelan ludahnya susah dan menatap gadis itu dengan tatapan syok. "Sebenarnya siapa kamu? Bisa-bisanya kamu menghina Sekretaris Direktur dengan nada ringan seperti itu. Kamu tidak takut di bully?"
Mina menghela napasnya kasar dan menatap Abdul dengan tatapan tegas dan lekat. "Bully? Silakan saja. Karena di sini kalian semua bisa membela diri, mungkin aku juga tidak perlu menahan diri, kan?"
Abdul terdiam dan tidak lagi mengajak Mina berbicara karena Mina mulai terlihat sombong dan ia tidak menyukai hal tersebut.
"Gadis yang berani!" gumam Abdul, sedikit geram dengan tingkah Mina.
Namun Mina yang mendengar hal tersebut hanya terdiam dan memilih mengacuhkan lelaki itu.
'Aku harap ia menjadi senior yang baik. Tapi sepertinya ia tidak bisa melakukannya dengan baik. Sikapnya terlalu tidak stabil,' batin Mina, mengembuskan napas kasar.
Ting ....
Pintu lift terbuka. Mina langsung keluar dari sana dan menatap Pak Zidan yang tengah berdiri di depan lift dan menunggunya.
"Selamat Pagi pegawai baru, hahaha. Saya sangat senang melihat Anda berada di sini. Jangan lupakan janji Anda hari itu. Saya sangat menantikan hari-hari tersebut," ucap Pak Zidan, tampak antusias.
Mina pun tampak lebih senang dan nyaman setelah menatap wajah orang yang ia kenal. Abdul yang melihat itu hanya bisa diam dan menatapnya dengan tatapan lekat.
"Bagaimana jika Anda bertemu Direktur sekarang? Beliau sudah menunggu Anda selama beberapa waktu. Beliau mengatakan jika Beliau sangat senang melihat Anda setelah sekian lama. Bagaimana kalau kita pergi sekarang?" tanya Pak Zidan, menatap wajah Abdul dengan tatapan dingin.
"Anda bisa kembali. Setelah ini saya akan memandu Mina. Saya juga akan mengantarnya berkeliling. Anda bisa kembali bekerja," usir Pak Zidan, berbicara dingin khas dirinya.
Abdul pun membungkukkan badannya hormat dan kembali menaiki lift untuk turun ke lantai bawah dan kembali bertugas sesuai arahan Atasannya.