Chapter 15 - Batasan

Wush ...

Angin berembus sepoi-sepoi. Menyapu wajah Mina dengan lembut di iring suara bisikan ombak yang menghampiri kakinya.

Ujung gaunnya yang semulanya putih bersih sekarang bercampur dengan warna pasir dan sedikit basah karena air laut.

Mina tidak lagi duduk di bangkunya. Ia berdiri di tepi pantai dengan menenggelamkan kakinya di pasir basah yang sesekali tersapu ombak.

Menatap di kejauhan. Mina mengulas senyuman lega dengan memejamkan matanya seraya menikmati embusan angin yang menghempas dirinya dengan lembut.

Waktu yang ia habiskan dengan angin terasa sangat tenang hingga suara teriakan seorang lelaki yang tengah membawa sepiring hidangan itu menghancurkan suasanya.

"Gadis gila, apa yang kamu lakukan di sana?! Sudah aku bilang duduk dengan tenang di tempatmu! Kenapa kamu malah terlihat seperti orang yang mau bunuh diri di sana?! Aku hanya mengambil makanan sebentar, hoi!" pekik Rey, menepuk keningnya ampun.

Mina tidak menoleh kepada Rey hingga ia tidak menyadari keberadaan seorang lelaki yang datang bersama dengan kawannya itu.

"Jangan ganggu aku. Aku jarang datang ke pantai. Biarkan aku menikmati suasana ini sedikit lagi sebelum esok harus bekerja keras menjadi sosok yang baru," seru Mina, dengan suara lantang.

Rey yang mendengar itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya dan menatap Tama yang berdiri di sebelahnya dengan fokus menatap wanita yang sah menjadi istrinya beberapa saat yang lalu.

"Kamu dengar, Tuan? Ia meminta waktu sendiri karena merasa terlalu penat di dalam sana. Jadi aku harap kamu membiarkannya sejenak," ucap Rey, di tatap oleh Tama.

"Apa ia orang yang seperti itu?"

Rey mengerutkan keningnya. "Apa maksudnya itu?"

Tama menatap punggung Mina yang terlihat tegap dengan tangan yang terentang lebar di depan sana.

"Yang di kurung tapi terasa bebas. Terasa seperti udara yang di kurung di sangkar emas hingga terasa sia-sia!" ucap Tama, kembali menatap wajah Rey.

Rey mengerutkan keningnya semakin dalam. Tidak mengerti apa yang tengah di katakan oleh lelaki itu.

"Anda ini berbicara–"

"Benar, semuanya sia-sia!" sahut seorang wanita, tiba-tiba muncul di balik punggung Rey dengan senyuman lembut.

Wanita itu datang dengan seorang lelaki yang langsung menghampiri Mina sambil melepaskan jas hitam yang ia katakan dan meletakannya di bahu Mina.

Tama yang melihat itu langsung sedikit mengerutkan keningnya tidak senang. Tapi semua ke tidak sukaannya itu sirna dalam sekali perkataan.

"Kami sahabatnya. Orang yang mengenal Mina lebih lama dari Anda. Jadi kami harap Anda tidak berusaha menjauhkan kami dari Mina! Di atas segala perasaan Anda kepadanya, kami yang sudah lebih dahulu menjaganya. Jadi kami tidak berbahaya," ucap wanita itu, kembali.

"Siapa namamu?" tanya Tama, menaikkan kedua alisnya.

"Saya Amanda. Adik kandung Kakak Ipar Mina. Tapi bukan saya yang paling dekat dengannya." Amanda menunjuk punggung Railo dengan dagunya. "Melainkan lelaki itu!"

"Namanya Railo. Dulu dia pernah menjadi kekasihnya, mungkin sampai sekarang ia juga masih menyukai Mina. Tapi di antara kami bertiga, hanya ia yang mengenal batasan," sambar Rey, dengan melahap makanannya.

"Kalian memintaku untuk membiarkan mantannya berdekatan dengannya? Padahal aku juga belum mendapatkan cintanya?" celetuk Tama, menatap tajam kedua orang itu.

Amanda dan Rey saling bertatapan sejenak sebelum akhirnya menghela napasnya kasar dan menatap Tama dengan tatapan lelah.

"Apa Mina terlihat masih menyukai Railo?" tanya Amanda, menunjuk Mina dengan dagunya.

Tama menatap Mina yang tengah tersenyum lebar dengan tangan yang menjambak rambut Railo hingga lelaki itu memaki berulang kali karena kesakitan.

"Aku tidak yakin ia tidak menyukainya. Tapi kurasa dia tidak akan membencinya?"

"Bagus. Anda tahu dengan jelas ternyata." Rey menganggukkan kepalanya sembari memuji.

Sementara Marta malah menghela napas panjang saat raut wajah Tama semakin memburuk saat mendapati reaksi Rey.

"Mina tidak menyukainya lagi. Baginya Railo teman yang lebih berharga dari pada seorang kekasih. Karena alasan itu mereka berdua putus." Amanda menatap Mina dan Railo yang bersenang-senang di depan sana dengan sorot mata iba. "Karena dari awal Railo memang cinta bertepuk sebelah tangan kepadanya."

Diam sudah Tama saat ini. Ia bukan orang yang sama sekali tidak mengetahui siapa Adelard Radmilo yang di kenal sebagai Railo ini.

Tentu saja dia tahu jika Tuan Muda dari keluarga Adelard adalah seorang lelaki yang sangat terkenal di bidang hukum bahkan saat ia baru saja menginjakkan kakinya di dunia hukum.

Orang sehebat dan sepandai itu pasti tidak akan pernah mencintai seseorang gadis yang di cap sebagai gadis bodoh oleh seantero siswa di sekolah tanpa alasan yang kuat.

Lalu apa yang membuatnya tertarik dengan Mina sampai bersikap sehangat itu kepada gadis yang baru saja menikah beberapa saat yang lalu ini?

Tama menatap Amanda dan Rey dengan tatapan pasrah. "Ternyata aku tidak mengerti apa pun tentang istriku ya? Padahal aku sudah melihat lembaran-lembaran dokumen yang informasi tentang dirinya. Tapi sepertinya aku masih tidak tahu banyak tentangnya ya?!"

Amanda dan Rey menatap wajah Tama dengan tatapan iba.

"Sepertinya Anda berniat belajar menyukainya ya?" gumam Rey, mengulas senyuman miring.

Namun baik Tama atau pun Amanda, tidak ada yang mendengar gumaman dari Rey barusan. Karena itu Rey hanya bisa terdiam dengan melahap makanannya.

"Rai, bawa Mina balik. Suaminya udah tungguin nih!" seru Rey, berteriak dengan suara nyaring.

Mina dan Railo menoleh secara bersamaan menatap wajah Tama yang mengulas senyuman getir dengan mengangkat bahunya.

"Suami kamu sudah menunggu. Sepertinya ia mau ajak kamu ganti baju. Baju kamu sudah kotor kan? Belum lagi sudah kena air. Pasti berat," ucap Railo, mengulurkan tangannya ke arah Mina. Menawarkan bantuan untuk wanita itu.

Mina diam beberapa saat dengan menatap tangan Railo yang terulur di hadapannya.

"Tidak perlu. Aku tidak ingin membuatnya marah dan terima kasih untuk jasmu." Mina mengembalikan jas Railo dan pergi dengan langkah tenang ke arah Tama.

"Di mana sepatumu? Tidak dingin? Kenapa jasnya di kembalikan?" tanya Tama, menatap Mina yang sudah berdiri di depannya.

"Dingin. Tapi aku tidak mau membuatmu marah dan sepatunya ada di bawah bangku itu." Mina menunjuk bangku yang sempat ia singgah dengan Rey saat mereka membalut luka Mina tadi.

Tama menolehkan kepalanya sejenak dan memastikan di mana keberadaan sepatu istrinya. Setelah beberapa saat, ia pun melepas jasnya dan memberikannya kepada Mina.

"Pakai ini dan kita kembali untuk ganti baju. Hah ... lihat gaunmu! Datang cantik. Pulang seperti gembel. Benar-benar anak kecil," pekik Tama, sebelum ia berjalan pergi untuk mengambil sepatu Mina.

"Wah ... tingkah menyebalkan itu sama sekali tidak pernah berubah ya?" gumam Mina, sebelum akhirnya ia menyadari tatapan Amanda. "Apa?"

"Kamu pernah bertemu dengannya?"

"Pernah."

"Di mana dan bagaimana bisa?!"

"Aku yakin itu bukan urusanmu."

Deg ...