Chereads / Friend(Shit) / Chapter 3 - Nginap Di Rumah Alardo

Chapter 3 - Nginap Di Rumah Alardo

"Aaa, masa papa pergi lagi, sih? Apa gabisa ditunda aja? Masa ga ada yang bisa gantiin papa ke sana sih? Dua minggu itu lama loh papa."

Pagi itu, Calisa merengek tidak terima, karena sang ayah mendadak harus berangkat ke Singapura karena perusahaan di sana membutuhkan keberadaan sang pemimpin utama segera. Ada beberapa masalah yang membutuhkan perhatian sang ayah.

Satya mengernyit, tumben sekali Calisa bersikap seperti ini. Hidup mandiri tanpa seorang ibu sedari lahir dan sering ditinggal sang ayah untuk perjalanan bisnis sejak masih sekolah dasar, tak lantas membuat Calisa jadi cengeng jika ditinggal-tinggal seperti ini.

Jika Satya pergi, Calisa otomatis akan tinggal di tetangga sebelah, alias rumah Alardo. Dion dan Risa — sahabat Satya dan Andin sejak duduk di bangku SMA itu —tentu saja menyambut Calisa yang sudah mereka anggap seperti anak sendiri.

"Kan bakal nginap di rumah Alardo, bukannya kamu selalu semangat 45 kalau harus nginap di sana?" tanya Satya bingung.

"Ah, gak mau! Lisa masih kesal sama Alardo. Lisa ikut papa ajadeh ke Singapura," ucap Calisa jengkel, mukanya menekuk masam.

Satya mengangguk-angguk paham. Rupanya sang putri masih menyimpan dendam pada sang sahabat yang dengan teganya membeberkan kelakuannya semalam.

"Boleh aja, asal kamu gak keberatan dengan Meta, dia ikut papa ke Singapura juga soalnya," jawab Satya dengan senyum geli yang tertahan.

Hei hei, jangan salah paham dulu. Meta itu bukan calon ibu tiri Calisa kok. Malah amit-amit kalau cowok kemayu itu jadi ibu tirinya. Nama aslinya sih Mahendra Sanjaya, maskulin lah. Tapi entah kenapa dirinya malah mau jadi si Meta.

"Argh!!! Kenapa dia harus ikut juga sih," raung Calisa tidak suka.

Membayangkan hari-harinya di sana pasti bakal di recoki Meta, sudah membuat Calisa angkat tangan sebelum berperang. Gimana enggak? Calisa sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika ia dan Meta di satukan. Yang ada cowok gemulai itu bakal cerewetin Calisa seharian penuh kalau lagi ga ada kerjaan dari si papa. Kurang kerjaan banget emang Mak rempong satu itu.

"Yaudah, kamu baik-baik aja di rumah Om sama tante. Lagian Alardo juga ada lembur malem ini, jadi kemungkinan ketemu dia bakal kecil. Paling Alardo pulangnya pas kamu udah tidur. Besok juga kalian udah akur lagi kayak biasa," tukas Satya sembari mengelus pelan puncak kepala putri tunggalnya itu.

***

Saat ini Calisa tengah memincingkan mata, melihat situasi yang ada di rumah sebelah. Benar saja, mobil Alardo sudah tidak ada di garasi. Itu artinya, lelaki itu sudah berangkat ke kantor hari ini.

Sementara Calisa, di pagi hari hingga menjelang malam pun, gadis itu tidak punya kesibukan yang berarti. Menjadi anak satu-satunya dari Satya Pramudya pemilik salah satu perusahaan raksasa yang sukses di bidang makanan itu, tidak membuat Calisa harus melanjutkan kuliah bisnis untuk nantinya melanjutkan jejak sang ayah dalam dunia bisnis.

Satya tidak pernah mengekang Calisa, ia ingin putrinya itu memilih jalan yang ia inginkan meskipun masih dalam pengawasannya. Maka dari itu, setelah lulus SMA, Calisa sama sekali tidak berniat melanjutkan kuliah. Bukan apa-apa, Calisa hanya masih belum tahu apa yang ingin ia lakukan ke depan. Satya pun sama sekali tidak keberatan dengan hal itu.

"Lisaaa, ngapain jadi patung di situ? Sini masuk. Kamu pasti belum sarapan 'kan?" teriakan panggilan dari seberang membuyarkan lamunan Calisa. Gadis itu lantas menyengir sebelum berlari kencang menuju rumah tetangga sebelah.

"Tante tahu aja, Lisa lagi laper," ucapnya seraya mengusap perutnya yang jujur sudah mulai berteriak minta asupan pagi ini.

"Mbok Jum belum balik juga dari kampung?" tanya Risa — Mamanya Alardo — sembari menggiring Calisa memasuki rumah.

"Belum dong Tante, kan Mbok Jum baliknya baru sebulan lagi," jawab Calisa yang tanpa sungkan sudah mengambil tempat duduk ketika sudah tiba di meja makan.

Risa mencentong nasi goreng dan meletakkannya di atas piring Calisa yang sudah menatap makanan di depannya penuh binar.

"Makasih, Tan," cengir Calisa sesaat sebelum ia menyuapkan satu sendok penuh nasi goreng ke dalam mulutnya. Sungguh nikmat memang. Apalagi masakan mamanya Alardo ini. Sebagai mantan koki terkenal sebelum menikah dengan Dion, tentu saja masakan Risa tidak perlu lagi dipertanyakan.

Risa hanya tersenyum geli melihat anak perempuan yang dulu sering ia timang bergantian dengan Alardo kini sudah tumbuh menjadi seorang gadis cantik nan manja.

"Btw, Om Dion udah berangkat juga?" tanya Calisa ketika tidak menemukan eksistensi Dion di meja makan.

"Iya, tadi barengan sama Alardo. Hari ini jadwal mereka padat banget sampe harus berangkat pagi-pagi sekali."

Calisa mengangguk-angguk mengerti. Kemudian gadis itu kembali mengangkat pandangan, "Tante gak sibuk kan hari ini? Lisa mau belajar masak lagi."

Seketika itu juga, senyum yang ada di wajah Tante Risa, berubah menjadi senyum pias. Bagaimana tidak? Calisa dan dapur adalah hal yang tidak bisa disatukan. Bisa-bisa dapur cosplay jadi kapal pecah.

Tapi mau bagaimana lagi, Risa paling tidak bisa menolak permintaan gadis yang sudah ia besarkan seperti anak sendiri itu.

***

"Sayang, kamu kok baru selesai masak?" Dion yang baru saja memasuki ruang makan, bertanya ketika melihat Risa yang baru saja selesai menata makanan di atas meja.

Alardo yang mengekor di belakang sang papa pun memutar bola mata jengah. Si papa satu itu masih tidak sadar usia rupanya. Karena setelah menanyakan hal itu, Dion malah memeluk sang mama dengan bermanja-manja padanya.

"Biasa, Lisa baru selesai bereksperimen," jawab Risa dengan terkekeh.

Alardo yang akan duduk pun menghentikan pergerakannya. Matanya menatap si mama meminta penjelasan.

"Om Satya berangkat ke Singapura tadi pagi," jawab Risa seakan tahu apa yang tengah dipikirkan oleh sang anak.

"Lisa dimana sekarang?" tanya Alardo sekaligus menyambar tas kerjanya yang tadi telah ia letakkan di atas kursi.

"Di kamar Lisa lah, pake nanya lagi," sewot Dion karena Alardo tak berhenti bertanya, padahal dia 'kan capek, butuh bermanja-manja dengan istri untuk memulihkan tenaga yang sudah terkuras seharian ini.

Alardo mendengus, sementara Dion mendapat cubitan maut di pinggangnya.

"Mama papa makan duluan aja, nanti Alardo makan sendiri," ujar Alardo sebelum berjalan menjauhi ruang makan.

***

Alardo membuka perlahan pintu dengan papan kecil bertuliskan "Ini Kamar Lisa" itu dengan hati-hati. Ya. Sejak kecil memang, Calisa Pramudya sudah punya kamar sendiri di kediaman Maheswara. Tepatnya sejak awal sekolah dasar ketika Satya mulai sering menitipkan Calisa pada sahabatnya ketika melakukan perjalanan bisnis.

Alardo meletakkan tas kerjanya di atas sofa yang ada di sisi ruangan yang terbilang luas itu. Melepas jas juga dasi dan meletakkannya sembarangan, lalu menggulung lengan kemeja putihnya hingga siku. Alardo berjalan mendekati ranjang, dimana Calisa tengah terlelap dengan posisi menyamping menghadap ke arahnya.

Mendudukkan diri dengan hati-hati di sisi ranjang, Alardo memperhatikan wajah anak yang tumbuh bersamanya sejak kecil kini telah bermetamorfosa menjadi gadis cantik yang mampu menggetarkan sesuatu di hatinya. Entah sejak kapan.

***