Chereads / Friend(Shit) / Chapter 9 - Orang Ketiga?

Chapter 9 - Orang Ketiga?

"So ... kita ngapain sekarang? Boring banget berdua doang," ketus Calisa setelah berhasil melepaskan diri dari Alardo.

Menahan dada Alardo yang hendak mendekat mencium bibirnya lagi.

"Bibir gue bisa jadi jontor kalau lo emut mulu jujur," celetuk Calisa menyandarkan punggung pada sandaran sofa.

Alardo terkekeh saja, lelaki itu malah menarik Calisa mendekat, membawanya dalam pelukan. Calisa meronta, berhasil lepas dari dekapan Alardo.

"Lo kenapa sih jadi agresif banget akhir-akhir ini? Perasaan dulu aja gue godain gak respon-respon." Calisa menatap Alardo penuh selidik. Lalu membuang muka ketika lelaki itu malah balas menatapnya lekat.

Sialnya, ia tidak bisa jatuh pada tatapan itu lagi.

Ting tong!

Bel rumah berbunyi, membuat keduanya saling menatap dengan alis terangkat heran, sebelum salah satu di antaranya angkat bicara.

"Lo bukain gih sana. Gue mager," suruh Calisa tanpa basa-basi, ia mengangkat kedua kakinya ke sofa, bersila dan mengotak-atik remote televisi untuk mencari siaran.

Alardo yang diberi perintah hanya menghela napas, tak urung berjalan dan melihat siapa yang datang dan menganggu waktu berduaannya dengan Calisa.

Siapapun itu, Alardo tengah mengumpatinya sepenuh hati sekarang ini.

Pintu dibuka Alardo dengan ogah-ogahan, menatap malas pada seseorang yang ketika tertangkap netranya malah membuatnya mengubah pandangan menjadi datar.

"Calisa ada?" tanya Agra to the point. Tidak ingin berbasa-basi dengan Alardo yang tampaknya enggan melihatnya.

"Gak, Calisa lagi pergi. Mending lo pergi juga," tukas Alardo mengusir terang-terangan.

Agra menaikkan alis tidak percaya. Kemarin Calisa mengatakan bahwa hari ini ia tidak pergi kemanapun dan membiarkan Agra menjemputnya untuk datang ke pameran lukisan yang diadakan di salah satu gedung serbaguna tak jauh dari rumah Calisa.

"Alardo, itu siapa?"

Teriakan yang membuat Alardo mengumpat sejadi-jadinya dalam hati. Ini juga kenapa si Calisa harus buka mulut di saat seperti ini.

"Calisa ada di dalam."

Pernyataan bernada sangsi Agra membuat Alardo tambah mengeram kesal.

"Dia gak boleh keluar. Hari ini kita berdua harus gotong royong bersihin rumah," jawab Alardo asal. Bodo amat, yang ia mau ini lelaki satu di depannya segera enyah dan tak menganggu quality time-nya dengan Calisa.

Sudah cukup dua minggu ini lelaki yang menurutnya gak ada apa-apanya dibandingkan dia itu memonopoli waktu Calisa. Sekarang, Alardo gak mau mengalah. Jelas.

"Agra?" sebuah suara menggumam di belakang Alardo, dan lelaki dan itu tahu betul siapa pemiliknya.

"Kok kamu gak bilang-bilang sih kalau udah berangkat, kan aku belum siap-siap," ujar Calisa menerobos Alardo dan maju untuk memeluk sang kekasih hangat. Berusaha mengenyahkan perasaan yang kembali bergetar tadi di dekat Alardo. Calisa harus memastikan, hatinya kini hanya untuk Agra.

Satu kecupan, pun usapan lembut di punggungnya Calisa terima dari Agra.

"Heh, heh, heh, Lisa! Apa-apaan peluk-pelukan gini hah? Gak ada, gak ada. Woi, jauh-jauh lo!" sentak Alardo menarik kaos belakang Calisa hingga terlepas dari pelukan Agra.

"Lo apa-apaan sih, hah? Gue peluk cowok gue wajar dong. Sewot mulu bisanya." Ingin rasanya Calisa mengacak-acak wajah sok keras Alardo. Dipikir Calisa bakal takut kalau ditatap seperti itu.

"Calisa, stop okey? Udah, mending kamu siap-siap gih, aku tungguin." Agra membuka suara, menyela karena tahu hawa-hawa pertengkaran menguar begitu jelas. Mending dihentikan segera.

Calisa mengangguk patuh, segera berlari masuk untuk bersiap-siap.

"Heh! Gue belum kasih izin woi!" teriak Alardo menggelegar seantero rumah.

"Gak butuh izin lo, wleeee!" balas Calisa tak kalah berteriak, sebelum menghilang di balik pintu kamar yang menelan tubuh rampingnya.

***

Suasana ruang tamu rumah Alardo siang itu tampak aneh. Ada Alardo yang tengah menahan senyum akibat gagalnya acara kencan dua pasangan di depannya. Berterimakasih sepenuh hati pada hujan yang turun mengguyur bumi tepat sebelum Calisa selesai bersiap-siap dan tidak juga berhenti sampai satu jam kemudian.

Sementara Calisa di tempatnya tak henti menggerutu dan merengek frustasi penuh emosi karena batal melihat pameran kali ini.

Agra sendiri hanya memasang wajah bersalah dan sesekali mengusap kepala Calisa menenangkan. Merasa bersalah karena tadi malah membawa motor ke sini. Niatnya ingin menikmati waktu berdua berjalan-jalan dengan dipeluk Calisa sepanjang jalan buyar seketika, dan malah terjebak dalam situasi awkward seperti sekarang.

Kalau berdua dengan Calisa sih, Agra oke-oke aja, oke banget malah. Lah ini ada satu orang lagi yang sedari tadi natap mereka berdua dengan wajah kayak nahan boker, bikin pengen buang tuh anak gak sih.

"Hujan-hujan gini, gimana kalau kita nonton Netflix aja?" usul Calisa tiba-tiba, perempuan itu bahkan sudah berdiri dengan semangat.

Sontak kedua lelaki di samping dan depannya menatapnya seketika. Dan perkataan para perempuan itu adalah perintah mutlak. Lihatlah sekarang bagaimana Calisa dengan semangatnya menarik tangan kedua lelaki itu untuk mengikutinya ke satu ruangan yang ternyata terdapat televisi dengan layar super lebar di sana. Seru untuk nonton, hampir sama dengan di bioskop walau besarnya sedikit berbeda.

"Action aja ya," ujar Calisa dan diiyakan saja oleh Alardo dan Agra.

Film pun di mulai, mulanya semua fokus menonton, kebetulan ini film terbaru yang sepertinya sama-sama berhasil menarik fokus dari tiga orang itu.

Calisa meraih lengan Agra dan bersender di sana. Disambut usapan lembut pada kepalanya. Sepasang kekasih itu melupakan bahwa di sini masih ada satu orang lagi yang baru sadar bahwa ia tengah menjadi nyamuk di antara dua orang kasmaran.

Alardo yang melihat itu, merasa panas dalam hati. Biasanya, Calisa hanya menempel padanya. Sekarang, perempuan itu sudah memiliki tambatan hati sendiri dan tempat bersandar yang lebih dari sekedar sahabat.

Alardo tahu, ia yang bodoh selama ini tidak menyadari perasaannya, dan sayangnya ia baru sadar ketika sebuah masalah bahkan sudah datang dan memukul mundur dirinya agar tak maju untuk tidak lebih dari sekedar sahabat dengan Calisa.

Alardo sudah tidak fokus dengan film yang ditontonnya, sesekali melirik kedua orang di sebelahnya yang sekarang malah sesekali tertawa bersama, padahal yang mereka tonton bukanlah film komedi atau sejenisnya yang dapat menimbulkan tawa menggelitik perut.

Semakin lama, Alardo semakin tidak bisa menahannya. Alhasil, dengan seluruh sisa-sisa keberanian yang belakangan ini ia paksa keluar agar tak pernah jauh dari Calisa, kembali ia keluarkan.

Tangan Alardo merambat, menyusup ke sela-sela jemari kiri Calisa yang kosong, sebelum menggenggamnya erat dengan tangan kanannya. Seolah tak akan membiarkan perempuan itu lepas darinya sampai kapanpun meskipun perempuan itu kini sudah memiliki tameng lain selain dirinya.

Dapat ia rasakan bahwa Calisa sempat menegang untuk beberapa saat ketika merasakan genggaman tangan mereka, namun perempuan itu merilekskan diri dan berusaha melepaskan tautan tangan mereka secara halus.

Namun Alardo tak membiarkannya, ia tambah mempererat genggaman tangan mereka, pun sesekali mengusap punggung tangan perempuan itu dengan jempolnya. Bahkan yang paling gila, saat Agra dan Calisa sedang fokus menatap suatu adegan, Alardo tanpa ragu mengecup punggung tangan Calisa mesra.

Bukankah mereka tampak seperti pasangan selingkuh sekarang? Tapi Alardo persetan dengan semua itu. Ia hanya ingin Calisa, fix no debat.