Sementara di tempat lain...
"Natasha!"
Satu kata bernada sentakan, serta tarikan kuat pada lengannya membuat Natasha terhuyung ke belakang, lepas dari pangkuan si pria yang mengerang kesal karena kegiatan mereka terhenti.
Natasha hampir terjungkal ke belakang menghantam lantai jika saja lengan kokoh itu tidak menahan pinggangnya dengan kuat.
Namun bukan itu yang membuat Natasha mematung dengan tatapan kosong seperti sekarang. Tapi suara yang baru saja mengganggu kesenangannya itu, ternyata kini mulai mengganggu ketenangan diri wanita itu.
Bugh!
Brak!
Suara itu menyadarkan Natasha dari keterpakuannya. Ia memekik kaget ketika melihat partner-nya tadi kini sudah tersungkur menghantam lantai.
Dan pria yang tadi menahan pinggangnya kini sudah mengambil alih, mencengkram leher partner-nya sebelum melayangkan sebuah bogem mentah yang kuat. Lalu disusul hantaman-hantaman bringas selanjutnya. "Beraninya lo sentuh dia, sialan!"
Pekikan terkejut kini bukan hanya berasal dari Natasha saja, melainkan dari wanita-wanita yang ada di sana dan menyaksikan keributan itu.
Dua orang keamanan datang melerai, namun belum cukup mampu untuk menghentikan betapa brutalnya seorang pria yang kini tengah melampirkan amarahnya pada target yang sudah terkapar tak berdaya.
"Stop! Dia bakal mati, Arga!" Natasha hilang akal. Tidak tahu harus apa selain menghentikan pria yang sudah tidak pernah ia lisankan lagi namanya sejak lima tahun terakhir.
Dan ternyata ... itu berhasil!
Pria bernama Arga itu, menggantungkan tangannya di udara, yang hendak menghantam targetnya untuk kesekian kalinya. Pria itu juga tampak mematung kaku di tempatnya.
Sebelum Arga berubah pikiran, Natasha lantas menguatkan diri untuk menarik lengan pria itu sekuat yang ia bisa.
Natasha menatap pada salah satu petugas keamanan yang ia kenal, "Gue yang bakal ganti rugi semua ini," tukas Natasha sembari melirik partner-nya yang kini sudah tidak sadarkan diri di tempat.
Setelahnya, ia menarik Arga menjauh dari sana dengan tergesa, serta amarah yang memuncak di dadanya.
***
"Kenapa lo ada di sini?!" teriak Natasha menyentak lengan pria yang hanya pasrah ketika ditarik lengannya.
Saat ini, mereka berdua berada di kamar yang khusus Natasha sendiri ketika ia datang ke tempat ini.
Sementara pria di hadapannya masih bergeming, tidak ada tanda-tanda akan menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Natasha barusan.
Natasha mengangguk kecil, sepertinya ia salah telah bertanya seperti itu. Natasha memberanikan diri menatap manik coklat pria di depannya.
Mendapati tatapan gamang tanpa arah dari Arga yang membuat Natasha tak tahan dan memilih membuang muka.
"Nath ...."
Natasha mengangkat tangannya, menghentikan ucapan Arga yang ia yakini akan ada kelanjutannya. Untuk kedua kalinya Natasha kembali mengangkat pandangannya untuk berhadapan dengan manik yang beberapa tahun lalu ia tatap dengan penuh cinta.
"Apa lo pikir, lo masih pantas untuk menyebut nama gue saat ini?" ucap Natasha dengan napas memburu, menahan berbagai emosi yang bercampur aduk ketika kembali menyelami manik coklat itu.
Sepertinya pria di depannya ini mengerti, karena sesaat setelahnya, ia menundukkan kepala dan bergumam pelan, "Maaf," lirih yang ia yakini masih dapat di tangkap oleh Natasha yang hanya berjarak kurang dari tiga puluh senti dari hadapannya.
"Tapi tolong jangan biarin laki-laki lain untuk me—"
"Lo pikir lo punya hak untuk larang gue! Apapun yang gue lakuin sekarang, bukan urusan lo lagi! Jadi, cukup kali ini lo ganggu gue. Pergi dari sini sekarang juga!" sentak Natasha penuh dendam.
"Gue ga—"
"Enyahlah dari hadapan gue sekarang, Brengsek! gue benci lo!" teriak Natasha berang, dan mendorong tubuh Arga yang bergeser pasrah.
"Pergi sejauh-jauhnya, sama seperti yang lo lakuin selama ini. Lagipula, Alardo mau tanggung jawab atas anak gue. Jangan ganggu hidup gue lagi," tekan Natasha sesaat sebelum menutup kencang pintu kamar yang ia tempati.
"Tapi itu anak gue, Nath!"
Terlambat, Natasha sudah menutup pintu di depan mukanya.
***
Sementara di balik pintu, Arga menengadah, mencoba menahan emosinya.
"Kamar itu sudah ada yang punya. Lo bisa pilih kamar lain jika lo ingin."
Arga menatap gamang pada pria sebayanya yang kini memandangnya dengan ekspresi menahan geli.
"Gue pikir lo gak berminat untuk bermalam di sin—"
Arga menarik Dilan, menjauh dari pintu kamar Natasha.
"Kasihin gue kunci kamar itu, Lan."
Dilan menyipitkan mata, sebelum menggeleng tegas. "Itu privasi, gue sangat menjaga privasi para pelanggan VVIP disini."
Arga sedikit tersentak akan fakta itu, "Natasha, pelanggan tetap di sini?"
Giliran Dilan terkejut, sebelum mengangguk ragu. "Sejak tiga tahun yang lalu. lo kenal dia?"
"Gue bahkan sangat kenal," gumam Arga dengan senyum kecut di wajahnya. " Dulu." Arga melanjutkan dengan membuang pandangan ke depan.
"Kenapa dia ada di sini?" tanya Arga bak orang bodoh, padahal nyatanya, ia hanya ingin menepis segala pikiran yang sudah mulai menghantui dirinya sekarang.
Dilan tertawa kecil mendengar pertanyaan konyol itu, "Menurut lo, apa yang di lakukan seseorang ke club malam, apalagi menjadi pelanggan tetap? Tidak mungkin dia hanya menari-nari di sini, Ga."
Arga mengangkat pandangan, napasnya nampak memberat seiring berjalannya waktu.
"Natasha bersenang-senang. Mencari kepuasan bersama pria-pria yang ia inginkan. Gue juga pernah tidur sama dia," lanjut Dilan dengan tanpa tahu bahaya apa yang menunggunya di depan sana.
"Brengsek!" Pukulan Arga berhasil membuat Dilan tersungkur ke lantai.
"Lo kenapa hah?! Gue hanya jawab pertanyaan lo. Sialnya, wanita itu gak ingin berhubungan dengan orang yang sama lebih dari satu kali." Dilan masih berusaha bangkit.
Arga rasanya nyaris gila mendengar semua fakta itu. Natasha ... Natasha-nya yang dulu kini sudah jauh berubah. Sebenarnya, sudah berapa banyak pria setelah dirinya yang berhasil menyentuh Natasha?
"Sebenarnya, kalian ada hubungan apa? Kenapa lo mukul gue hanya karena mengetahui gue pernah tidur —"
Dilan segera mengatupkan bibir ketika Arga menatapnya penuh peringatan. Mengangkat tangan ke atas tanda menyerah.
"Dia mantan gue."
Dilan terkejut, merasa bersalah begitu saja mengetahui bahwa satu-satunya teman baik yang ia miliki merupakan mantan kekasih dari Natasha.
Sementara Arga tidak menjawab lagi, pria itu menatap sebentar pintu kamar Natasha yang masih tertutup rapat sebelum menatap kembali pada Dilan.
"Lo tahu alamat rumahnya?"
***
Pikiran Natasha kacau. Setelah sekian lama, ia tidak pernah berpikir bahwa hari ini akan terjadi. Bahwa ia kembali di pertemukan lagi dengan pria yang sudah menghancurkannya dan meninggalkannya.
"Argh! Arga sialan! Kenapa lo muncul lagi ke sih? Padahal gue udah mau bahagia sama Alardo! Lo seharusnya enyah saja dari muka bumi ini!" raung Natasha ketika tiba di kamar. Membanting vas bunga di atas nakas hingga hancur berkeping-keping melampiaskan kekalutannya.
Natasha menatap wajahnya yang tampak kacau dari pantulan cermin.
"Gue gak akan biarin lo ganggu hidup gue lagi. Alardo bakalan jadi ayah dari anak ini! Gue pastiin itu!"
***