"Lo kayaknya sering keluar akhir-akhir ini," kata Alardo seraya memasuki kamar Calisa yang tepat berada di samping kamarnya.
Calisa yang tengah mengaplikasikan make up tipis di wajahnya, menghentikan aktivitasnya sejenak, menatap Alardo dari balik cermin, sedetik sebelum ia tersenyum kecil, "Iya dong. Kan gue udah gak jomblo lagi. Gimana sih lo?"
Alardo yang kini sudah duduk di pinggir tempat tidur Calisa, cepat-cepat mengangkat kepala. Ia menatap gadis itu lamat-lamat. "Gak usah nge-halu lo. Cuma sama gebetan doang, bilang udah gak jomblo lagi." Alardo tertawa meledek, sudah tahu kebiasaan Calisa sedari dulu. Gadis itu hanya berniat cari gebetan saja, pacaran gak pernah.
Memejamkan mata, Calisa membuang napas pelan. Memang dia setidak laku itu apa, sampai cowok satu itu tidak percaya kalau Calisa memang benar-benar sudah memiliki pacar sekarang.
"Gue emang udah pacaran kok, dari seminggu lalu. Gak ada halu-halu. Lo aja yang baru tahu sekarang," jawab Calisa ketus. Meletakkan kasar lipbalm-nya di atas meja rias sebelum berbalik badan untuk melihat reaksi seperti apa yang ia dapatkan dari sahabat kecilnya itu.
"Siapa?"
Calisa menatap ekspresi wajah Alardo yang tampak tegang untuk beberapa detik lalu, yang dengan cepat dinormalkan oleh pria itu. Calisa melipat tangan di depan dada, menaikkan alisnya seolah tak mengerti apa yang di katakan oleh Alardo. Padahal nyatanya, ia sangat tahu betul apa maksud pertanyaan pria itu.
"Siapa apa maksud lo?"
Menyadari Calisa pura-pura tidak mengerti, Alardo pun bangkit dari duduknya, berjalan mendekat hingga beberapa tepat di depan Calisa. Bahkan kini, mereka bisa merasakan deru napas masing-masing.
"Siapa cowok kurang ajar itu." Alardo memberi penekanan pada kalimatnya.
"Loh, Agra pacar gue. Bukan cowok kurang ajar. Kenapa sih lo, kayaknya sensi banget liat sahabat sendiri bahagia," kata Calisa menekankan kata pacar dan sahabat pada Alardo.
Calisa dapat melihat saat Alardo mengusap wajahnya sendiri dengan kasar, lalu tertawa paksa, "Oh, gitu? Happy for you."
"Kalau happy, jangan ketus gitu dong nadanya. Yang tulus lah. Gue aja kemarin-kemarin pas ngucapin selamat ke lo sama Natasha, ga ada ketus-ketusnya tuh," sindir Calisa mendapati nada tak enak dari Alardo.
Calisa malah tidak mendapat jawaban apa-apa. Gadis itu semakin menganga ketika Alardo malah berjalan meninggalkan kamarnya tanpa sepatah katapun.
***
Calisa yang mendapat pesan dari Agra bahwa pria itu sudah di tiba di luar menunggunya, pun segera meraih clutch yang di dalamnya hanya berisi dompet beserta ponselnya.
Calisa mencari-cari keberadaan Alardo, berniat berpamitan pada pria itu, berhubung hari ini ibu dan ayah Alardo sedang tidak ada di rumah. Keduanya tengah menghadiri acara pernikahan putra dari salah satu kolega mereka di luar kota.
Tidak menemukan keberadaan Alardo di kamarnya, juga di manapun, Calisa menggendikkan bahu acuh lalu melangkah keluar dari rumah.
Betapa terkejutnya gadis itu, ketika di teras, ia malah menemukan pria yang sedari tadi ia cari-cari, tengah berdiri berhadapan dengan Agra, pria yang sekarang menjabat sebagai kekasih dari seorang Calisa.
"Gue pergi dulu, tadi siang juga udah pamit sama tante sama om," ucap Calisa sembari maju dan menggandeng lengan Agra, di sambut acakan rambut gemas dari pria yang kini sudah rapi dengan outfit serba hitamnya itu.
Tidak tahu saja, bahwa ada hati yang terbakar melihat interaksi manis dari pasangan baru itu.
"Jaga dia baik-baik. Jam sembilan malem, harus udah balik ke sini. Gak boleh lebih," tukas Alardo menatap tajam Agra, di balas tatapan tenang dari pacar Calisa itu.
Sementara Calisa malah menatap tidak setuju. Ini sudah pukul tujuh lewat, dan Alardo memberi batas waktu hingga pukul sembilan. Mana sempat kencan kalau begitu ceritanya.
"Lo bisa percaya gue. Gue bakal jaga cewek gue baik-baik," ujar Agra yang malah membuat Alardo mengepalkan tangan di balik saku celana.
***
"Tadi ngomong apa aja sama Alardo sebelum aku datang?" tanya Calisa sembari melirik Agra yang sedang fokus menyetir mobil menuju salah satu restoran berbintang di kota ini. Kata Agra, pria itu sudah menyiapkan dinner romantis untuk mereka malam ini.
Agra menatap Calisa sejenak, sebelum kembali fokus pada jalanan yang cukup lenggang malam ini.
"Urusan cowok, biasa," katanya sembari tersenyum, meraih tangan Calisa dengan tangan kirinya, menggenggam telapak gadis itu hangat.
Calisa diam membiarkan, dia cukup nyaman dengan Agra, namun tak dapat dipungkiri jantungnya sama sekali tidak dapat berdebar kencang karena pria itu.
Beberapa hari terakhir, Calisa kadang merasa bersalah, karena menjadikan pria di sampingnya ini sebagai pelarian. Tapi tak jarang pula, ia meminta kepada Tuhan, agar ia dapat membalas perasaan dari Agra suatu hari nanti.
"Alardo kayaknya sayang banget sama kamu, sampe ngingatin segitunya tadi," lanjut Agra dengan tulus, tak ada niatan lain atau menyindir perhatian Alardo yang tadi pria itu berikan.
"Kami sahabatan sejak masih kecil. Kami sudah seperti keluarga, jadi gak aneh kalau Alardo tiba-tiba bilang gitu ke cowok yang selalu dekat sama aku," jawab Calisa sembari menerawang.
Sementara Agra di sampingnya tersenyum. Sejak bertemu dengan pria yang mengaku sebagai sahabat Calisa tadi, ia tahu ada sesuatu di antara mereka. Tapi Agra memilih diam. Khawatir Calisa merasa kurang nyaman jika ia malah ikut campur lebih jauh.
***
Alardo menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sembilan lewat sepuluh menit. Sampai saat ini, masih belum ada tanda-tanda bahwa Calisa akan sampai ke rumah.
Saat Alardo hendak menghubungi gadis itu, seseorang yang menekan bel rumahnya membuat Alardo menghentikan aksi mondar-mandirnya. Pria itu berjalan menuju pintu, dan terkejut melihat siapa yang berada di baliknya.
"Natasha?"
Natasha tersenyum lalu maju untuk mencium bibir Alardo, namun ia disambut dorongan pelan pria itu pada tubuhnya sebelum bibir mereka benar-benar menempel.
"Ngapain lo kesini?" tanya Alardo mendengus tampak tidak suka dengan kehadiran sang kekasih.
Natasha merenggut, lalu menatap Alardo dengan tatapan menantang. "Kenapa memangnya? Lo gak mau gue dateng biar lo bisa ngapa-ngapain sama Calisa pas kedua orangtua lo lagi gak ada kan?" ketus wanita itu dengan kesal.
"Gue gak sebejat itu dan Calisa gak akan gue apa-apain juga. Gue sayang dia." Alardo berujar keceplosan.
Natasha membulatkan mata, merasa amarahnya sudah berada di ubun-ubun mendengar kata sayang yang keluar dari bibir orang yang ia suka, untuk Calisa. Gadis yang sejak dulu selalu mengalahkannya dalam segala hal.
Kepopuleran, kecantikan, kekayaan, kepintaran, dan kini Calisa juga berhasil merebut rasa sayang dari orang yang ia suka. Gadis perebut itu memang benar-benar harus ia singkirkan secepatnya.
"Lo sebejat itu! Lo udah tidurin gue paksa waktu lo mabuk dan kehilangan akal. Gue gak perawan gara-gara lo. Dan lo bilang lo gak sebejat itu?!" Natasha mengeluarkan kalimat yang selalu berhasil membungkam Alardo.
"Gue masih gak percaya."
Alardo akhirnya mengeluarkan sebuah kalimat yang selalu ia tahan belakangan.
"Lo ga—"
Deru mesin mobil menghentikan kalimat Natasha. Pun Alardo yang kini mengalihkan perhatian pada mobil yang baru saja dinaiki oleh Calisa dan seorang pria yang tidak Natasha kenal.
Melihat hal itu, Natasha tersenyum miring, ia segera berbalik lalu mendekat sigap untuk melumat bibir Alardo rakus, tepat di hadapan Calisa.
Pertunjukan yang menarik bukan?