Chereads / Friend(Shit) / Chapter 1 - Masih Lelaki Normal

Friend(Shit)

Siera_Ivy
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 13.2k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Masih Lelaki Normal

Ketukan pada pintu kamarnya membuat Calisa yang masih dalam keadaan setengah polos itu, berteriak dari dalam kamar, "Siapa?"

"Gue," sahutan jengah terdengar dari luar kamar, di susul ketukan pintu yang terhenti. Rupanya seseorang di depan pintu sudah optimis akan langsung di bukakan pintu oleh Calisa.

Sementara Calisa segera menghentikan kegiatannya yang tengah mencari-cari baju di lemari besarnya. Perempuan itu sudah sangat hafal dengan suara yang baru saja menyahuti pertanyaannya itu.

Tergesa, Calisa setengah berlari menuju pintu. Begitu pintu terbuka, saat itu juga, handuk yang menutupi tubuh Calisa hampir saja melorot, di sertai umpatan pelan yang keluar dari mulut lelaki di hadapannya.

"Shit! Calisa," dengus lelaki itu dan segera menahan handuk tersebut, karena Calisa tampaknya tak punya inisiatif sendiri untuk menahan satu-satunya penutup tubuh yang tersisa itu.

Calisa hanya tertawa kecil saat Alardo — sahabatnya sejak ia dalam kandungan itu — menggerutu sambil membenarkan handuk yang tadinya akan jatuh teronggok di lantai jika tidak segera di tahan.

"Gue tunggu di luar, sampai lo selesai pake baju. Cepetan," tukas Alardo segera berbalik setelah selesai memperbaiki insiden handuk itu.

"Gak, gak, gak! Lo gak boleh pergi gitu aja karena udah ada di sini. Ikut gue! Bantuin pilihin baju paling oke. Hari ini gue mau kencan," cerocos Calisa sembari menarik tangan Alardo untuk memasuki kamarnya dan dengan cepat mengunci pintu dan menyembunyikan kuncinya ketika ia melihat ancang-ancang Alardo yang akan melarikan diri.

Alardo bisa apa selain menurut pada satu-satunya perempuan yang ada dalam hidupnya selain ibunya itu.

Mendudukkan diri di ranjang, ia hanya memperhatikan gerak-gerik Calisa yang kembali sibuk berkutat dengan beberapa pakaian di lemarinya lalu mengeluarkan beberapa isinya yang menurut gadis itu cocok untuk di gunakan untuk kencan kali ini.

Ranjang king size-nya kini sudah di penuhi oleh beberapa potong pakaian.

"Gak usah di pilih, tinggal pake apapun yang menurut lo —"

Alardo tidak bisa meneruskan ucapannya lebih lanjut ketika Calisa dengan santai tanpa dosa melepas handuknya hingga kain itu terjatuh mengenaskan di lantai, hingga Alardo tidak bisa tidak melihat apapun yang kini sudah tanpa penghalang di depannya.

"Lisa, lo ...." Alardo kehilangan kata-katanya sendiri dan memilih membuang muka.

Lagi-lagi tawa Calisa terdengar, "Respon lo masih tetap sama padahal udah sering banget liat gue telanjang begini. Biasa aja kali. Dulu kita juga biasa mandi bareng."

Calisa malah melenggang santai melewati Alardo dan mengambil sebuah crop top yang ada di samping pria itu tanpa malu-malu.

Alardo memejamkan mata kesal. Perkataan Calisa tentang ia yang sudah sering melihat pemandangan seperti ini, memang tidak salah. Tapi sungguh, untuk yang mandi bareng, mereka tidak pernah melakukannya lagi sejak masuk kelas tiga sekolah dasar. Itu sudah lama sekali.

Memangnya gadis itu pikir, Alardo tidak akan 'bangun' jika mendapatkan pemandangan menakjubkan seperti ini? For God Sake! Alardo adalah lelaki normal yang tentunya memiliki hasrat jika mendapatkan tontonan seperti ini. Tapi Alardo sebisa mungkin menahannya. Calisa sudah bersamanya sejak kecil. Sahabatnya satu-satunya. Dan status itu tidak akan pernah berubah.

Saat Alardo membuka mata, ternyata wajah Calisa hanya berjarak beberapa sentimeter darinya. Gadis itu sedang mengamatinya dengan sebelah alis terangkat. Ternyata gadis

"Lo ... gak lagi mikir yang enggak-enggak tentang gue 'kan?" ucap Calisa dengan jahilnya.

Alardo membuang muka sesaat lalu berkata, "Buruan, teman kencan lo mungkin udah nunggu sejak lima belas menit yang lalu." Alardo mengalihkan pembicaraan.

Calisa menepuk keningnya sendiri. Benar. Saat ia melihat jam, ia sudah sangat terlambat dari janjinya dengan teman kencannya kali ini.

"Gue pake yang ini aja udah oke gak?" tanya Calisa seraya menjauh dan berdiri di depan Alardo.

Alardo menatap ke depan kembali dan mengangguk seadanya. Namun saat tatapan turun ke bawah, demi Tuhan! Calisa bahkan masih belum menggunakan apa-apa di bawah sana.

"Lo belum pake celana." Alardo mendesis geram sekaligus gemas. Gadis ini tidak takut apa di apa-apakan olehnya? Walau Alardo pun tidak akan melakukan apa-apa pada gadis itu. Tapi, apa Calisa tidak memiliki sikap waspada sama sekali?

Calisa turut menatap arah tatapan Alardo yang entahlah. Ternyata benar. Semua menampilkan bagian bawah pinggang sampai kaki yang masih polos. Sebuah tawa kembali terbit, sebelum sesaat setelahnya Calisa mendekat dan meraih wajah Alardo, mencium pipi dan sudut bibir lelaki itu singkat.

"Iya lupa," cengirnya sebelum meraih celana jeans asal dan memakainya secepat kilat. Entah kenapa, membuat Alardo kesal sudah menjadi hobinya sejak mereka kecil.

***

"Gue lihatin dari belakang sini. Gak boleh ciuman, gak boleh aneh-aneh. Kalau dia sampai lakuin itu, gue pastiin dia bakal masuk rumah sakit sekarang juga."

Alardo memberi nasehat sebelum melepaskan Calisa pada lelaki yang kali ini menjadi teman kencan kali ini. Mereka sedang berada di sudut belakang bioskop, namun Calisa masih belum menghampiri seseorang yang sudah duduk menunggu di kursi bioskop.

Calisa mengerang kesal, "Al, please. Papa bilang apa aja sih ke lo? Masa kencan kali ini juga masih sama kayak sebelum-sebelumnya. Gue udah dua puluh satu tahun dua minggu lalu. Udah legal buat yang sekedar gituan," cecar Calisa tidak setuju dengan larangan Alardo.

Alardo menggeleng tegas, "Om Satya bilang gue harus jagain lo sebaik mungkin. Gue gak mau kecolongan."

Calisa cemberut, bibirnya mengerucut beberapa senti. Ia pikir, bahwa tahun ini, ia sudah bisa merasakan indahnya berkencan ala-ala drama romansa dengan teman kencannya karena sudah berusia cukup. Tapi, apa yang ia dapati sekarang sangat tak sesuai dengan ekspektasi-nya.

"Al, masa ciuman doang gak boleh sih. Gue udah besar. Temen-temen aja udah pada first kiss pas zaman SMA. Masa gue sampe sekarang belum bisa-bisa?" Calisa mulai merajuk. Matanya memelas.

Melihat Alardo tampak tak berpengaruh,

Calisa berjinjit sedikit, meraih wajah Alardo dan mengecupi pipi, pun sudut bibir pria itu berulang kali.

"Ya, ya, ya?" Calisa masih mencoba bernegosiasi, mengalungkan tangannya pada pundak lelaki itu, merayu.

Alardo membuang napas kasar, "Fine. Maksimal pegangan tangan dan pelukan. Di luar itu, jangan salahin gue kalau dia masuk rumah sakit," tegas Alardo dengan keputusan akhir yang bulat.

Calisa mendesah kecewa, meluruhkan lingkaran tangannya dari Alardo dan menatap lelaki itu dengan kilat kesal yang kentara, "Lo gak asik, ah!"

Setelahnya, Calisa melangkah ke bagian depan dan duduk di samping lelaki yang juga melemparkan senyum padanya.

Sementara Alardo, lelaki itu kini menatap tajam teman kencan Calisa kali ini dengan tatapan tajam nan menusuk. Belum apa-apa, pria itu sudah merangkul Calisa dari samping.

***