Chereads / Friendship With Forbidden Love / Chapter 22 - Hanya Selir

Chapter 22 - Hanya Selir

Kadang kita tidak pernah tahu kapan orang akan terbiasa sabar atau berpikir untuk menyerah.

***

"Ada informasi yang ingin gue pastiin dari Suci, Fa!" Rafa tilik kedua manik mata milik Firman secara lekat-lekat, mencoba untuk mencari sedikit saja kejelasan di sana, tapi sayang Firman terlalu abu-abu untuk Rafa yang penuh dengan warna ini.

"Tentang suami?" terka Rafa langsung pada titik permasalahannya. Rafa sebenarnya tidak mau terlalu berharap atas apa yang menjadi ekspektasinya barusan, tapi tetap saja dia memiliki rasa ingin tahu cukup tinggi tentang hal ini.

"Salah satunya," jawab Firman tanpa ada beban sedikit saja yang sedang bercokol dalam benaknya saat ini.

Rafa yang sudah mencoba untuk bersikap baik-baik saja, mendadak berubah haluan atas apa yang sedang dibenarkan oleh Firman. Sepertinya gelar manusia tak tahu cara bersyukur memang pantas untuk disematkan pada seorang Firmansyah Satria Utama.

"Gila, lo!" umpat Rafa tanpa mau pikir panjang.

Firman dengan santainya menggerakkan kepalanya naik turun saat mendengar apa yang dikatakan oleh Rafa. "Aku bukan babi, dan aku tidak buta. Tapi cintaku pada Suci membabi buta." Rahang bawah milik Rafa lantas terbuka dengan sangat lebarnya saat mendengar apa yang dikatakan oleh Firman barusan.

"Kalau pada akhirnya lo tahu kalau Suci ternyata sudah bersuami dan memiliki anak bagaimana?" tanya Rafa kali ini dengan sorot mata yang sangat tajam.

"Kalau dia sudah menikah? Gue akan rebut dia. Suci hanya punya gue, Fa. Hanya punya gue." Firman memberikan penekanan pada semua kata yang terlontar dari mulutnya saat ini. Apa pun itu Firman tidak butuh dengan yang namanya bantahan.

"Lo nggak bisa punya ratu dalam satu istana cinta, Man," kata Rafa memperingatkan Firman, tapi semua perkataan Rafa itu hanya dianggap sebagai angin lalu untuk Firman. Masuk telinga kanan, keluar lewat telinga kiri. Tidak ada gunanya, Rafa hanya sia-sia membuang ludahnya demi pria yang tak tahu bagaimana caranya bersyukur itu.

"Iya, gue tahu itu, Fa." Kata demi kata yang terus terlontar dari kedua bibir ranum milik Firman mau tidak terus saja membuat Rafa kesulitan untuk mencernanya dengan baik. Dia harus memutar keras otaknya, mencari jawaban tapi itu adalah hal yang sulit. Firman terlalu ribet untuk Rafa yang sederhana dalam berpikir itu.

"Lalu?" tanya Rafa dengan sebelah alis yang terangkat naik dengan sangat sempurna itu.

"Gue hanya punya satu ratu dulu, kini, dan selamanya. Ratu gue hanya Suci Indah Lestari." Mendengar apa yang dikatakan oleh Firman, Rafa hanya bisa memutar kedua manik matanya malas.

Dia tahu apakah bersahabat dengan Firman bisa dia katakan sebagai anugerah atau cobaan yang lebih dari cukup untuk menguji imannya. Entahlah, tidak ada yang tahu pasti.

"Siska?" tanya Rafa sekali lagi karena dia merasa tidak puas dengan apa yang dikatakan Firman sedari tadi.

"Hanya selir, mengerti?" Rafa mengusap wajahnya kasar saat mendengar apa yang dikatakan oleh Firman. Percuma saja membuatnya sadar. Pria berusia 25 tahun itu telah dibutakan seluruhnya oleh pesona yang dimiliki Suci Indah Lestari.

"Lo mau bantu gue apa nggak sih?" Rafa pikir berbicara tak tentu arah seperti ini akan membuat dia lupa akan apa yang menjadi keinginannya.

"Lo masih ingat rupanya?" kata Rafa dengan menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum durjana di sana.

"Lo harus ingat, apa pun yang berhubungan dengan Suci itu tidak akan hilang dengan mudahnya di dalam diriku," kata Firman dan pada akhirnya yang bisa dilakukan oleh Rafa hanya menyetujuinya tanpa melontarkan bantahan sama sekali.

"Oke, gue bantu lo!" kata Rafa dengan final. Dan karena itu kini Firman memiliki alasan yang tepat untuk menyunggingkan senyum termanisnya.

"Gue tunggu pas jam pulang kantor nanti." Mendengar apa yang dikatakan oleh Firman, Rafa hanya bisa untuk menggerutu kesal karenanya.

"Di sini yang bos itu siapa sih? Gue atau lo, hah?" Intonasi suara Rafa yang meninggi seperti bukanlah halangan yang berarti untuk Firman.

"Fa ... gue sih nggak ada niat untuk hitung-hitungan dalam hal pertemanan, tapi coba deh lo ingat-ingat apa yang telah gue lakukan untuk firma ini? Lo ingatkan bahkan saat libur pun gue rela masuk, rela meeting di luar jam kantor, lo pikir itu demi apa?" tanya Firman pada Rafa dengan nada yang dibuat sedramatis mungkin.

"Demi?" ulang Rafa dengan nada yang terdengar melengking. Dan polosnya Firman hanya bisa memberikan anggukan kepala dengan memperlihatkan raut wajah polosnya pada sang atasan.

"Demi lo tidak melihat Siska untuk waktu yang lebih lama. Ini buat diri lo sendiri, bukan untuk siapa-siapa, Man." Menanggapi apa yang dikatakan oleh Rafa, Firman hanya bisa menggaruk keningnya yang tak gatal sama sekali.

Sepertinya terlalu mudah untuk dia baca oleh Rafa. "Bisa juga ilmu telepati, lo?" kata Firman tanpa rasa berdosa sama sekali.

"Gue mau laporan tentang Suci dan juga tentang list perkara yang sedang atau akan kita hadapi bersama—"

"Firma Hukum Bagaskara dan Rekan. Semuanya akan siap beberapa jam lagi, Bapak Firmansyah Satria Utama," pangkas Rafa dengan begitu cepat.

Bersambung ....