"Kak Malik?" Bukannya langsung menjawab panggilan yang ditujukan padanya Suci lantas memanggil pria yang saat ini sedang berada di hadapannya.
Sedangkan Ghea? Jangan tanyakan bagaimana wanita itu sekarang, kedua manik matanya terus saja menatap sanga atasan dengan tatapan yang sulit untuk diterka oleh sang objek, tapi tidak dengan Suci.
Suci pastinya paham dan juga sangat mengerti dengan apa yang saat ini sedang dipikirkan oleh Ghea.
"Kok nggak masuk?" tanya Malik dengan senyum renjana yang menghiasi bibir ranumnya.
"Bagaimana mau masuk kalau yang punya ruangan aja nggak ada di sini. Dari mana sih, Kak?" tanya Suci dengan menilik tajam ke dalam dua manik mata milik Malik Ibrahim. Suci seperti merasa kau ada yang tidak beres yang sedang terjadi pada sang atasan saat ini. Suci dan Malik bukanlah orang yang kemarin sore bertemu kemudian berkenalan.
"Oh … itu tadi kakak ada urusan sebentar." Hanya itu jawaban yang diberikan oleh Malik untuk Suci. Apakah Suci puas dengan jawaban seperti itu? Tentu saja jawabannya adalah tidak. Rasa penasarannya sungguh tidak dapat dipuaskan dengan jawaban seperti itu.
"Ci … kamu urusin tuh si Akbar."
Rasa ingin tahu Suci tentang apa yang sebenarnya terjadi kini kian menjadi-jadi saat Malik memberinya titah seperti barusan. Kini Suci sadar kalau sang sahabat itu sedang tidak dalam kondisi yang baik-baik saja pastinya.
"Akbar kenapa?" Suci sampai meninggikan suaranya di hadapan Malik saat ini. Akbar ada segalanya di hidupnya saat Firman Afif pria yang sangat dia cintai itu pergi meninggalkan dirinya.
"Kamu lihat aja sendiri, Ci." Dengan nada dingin Malik berujar demikian sehingga tanpa pamit dan sepatah kata pun akhirnya Suci meninggalkan Ghea juga Malik dan kedua orang itu tidak punya pilihan lain selain memaklumi apa yang sedang dilakukan oleh Suci.
Melihat ada segelintir rasa khawatir dalam diri Suci saat menjelaskan kondisi Akbar saat ini terlintas rasa tak enak hati pada Suci terlebih lagi Akbar.
Tapi entah dari bagian mana itu Malik seperti sedang mendapat bisikan yang pada akhirnya membuat dia menjadi seakan-akan tidak peduli lagi dengan sang adik. Cinta memang bisa membuat seseorang menjadi buta dan itu juga berlaku untuk Malik Bagaskara yang notabenenya hanyalah manusia biasa.
Karena meninggalkan ruangan Malik dengan langkah yang teramat lebar jadi saat ini sosok Suci tidak lagi tertangkap oleh kedua manik mata milik Ghea dan juga Malik.
Mendadak rasa canggung muncul di antara kedua insan manusia ini.
"Mari silakan masuk." Entah salting atau semacamnya yang jelas berada di dekat Ghea adalah hal yang tidak baik untuk kesehatan jantung Malik.
Malik lalu menitah Ghea untuk duduk di kursi yang berhadapan langsung dengannya dan dipisahkan oleh meja kerja dengan kaca berwarna gelap.
"Malik Bagaskara," ucap Malik lalu mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Ghea, wanita yang sampai saat ini masih dia cintai dalam diam.
"Ghea Laurensia." Ghea pun membalas uluran tangan dari lelaki yang saat ini merupakan atasannya di Firma Hukum Bagaskara dan Rekan.
Ghea juga tidak bisa menampik kalau saat ini dia merasa ada yang aneh dengan dirinya. Dia merasa kalau lelaki yang berada tepat di depannya ini sungguh tidak asing, mereka seperti pernah bertemu tapi kapan dan di mananya mereka bertemu itulah yang sulit untuk Ghea temukan jawabannya.
"Maaf, tapi ada yang mengganggu perasaanmu?" tanya Malik karena bukan hal yang sulit untuk dia bisa mengerti dengan apa yang sedang Ghea rasakan.
Ghea sungguh kelabakan dengan pertanyaan yang baru saja terlontar dari mulut Malik, tak lupa dia juga mengumpati dirinya sendiri kenapa juga dia terlalu mudah untuk ditebak perasaannya. Malik yang terlalu peka atau Ghea yang terlalu bodoh dalam menyembunyikan ekspresinya.
"Nggak kok, Pak," jawab Ghea dengan cepatnya.
Malik tahu kalau saat ini ada yang sedang mengganggu perasaan Ghea, tapi Malik lebih memilih untuk memendamnya saja karena dia berpikir kalau hal ini pasti akan membuat Ghea merasa tidak nyaman.
"Apakah Suci sudah menjelaskan job deskmu?" Atas pertanyaan yang terlontar dari mulut Malik, Gea hanya menjawab hal tersebut dengan gerakan kepala naik turun.
Karena sudah tidak ada lagi yang perlu untuk dibicarakan, pada akhirnya Malik mempersilahkan Ghea untuk menuju ruangannya yang berada tepat di sebelah ruangan Malik.
~~~
Saat Suci menangkap ada yang berbeda dengan Malik saat dia berbicara tentang Akbar, wanita dengan paras cantik yang begitu memesona itu akhirnya mau tidak mau harus memanjangkan langkahnya untuk bisa sampai ke ruangan orang nomor dua di Firma Hukum tersebut.
Tampak begitu jelas napas Suci mulai tersengal-sengal dan di keningnya saat ini ada banyak peluh yang bercucuran.
Tentu saja hal tersebut karena dia khawatir terjadi hal yang buruk pada sang sahabat.
BRAK~~~
Pintu ruangan Akbar terbuka dengan sangat brutal, menampilkan sosok seorang Suci Indah Lestari dengan penampilan yang terlampau kacau.
"AKBAR!" pekik Suci dengan nada suara yang sangat mencekik. Dia pikir saat ini penampilannya yang terlihat paling kacau, tapi ternyata dia salah, bukan Suci yang kacau mala Akbar.
Paras tampan rupawannya bagaikan menghilang hanya dalam satu kedipan mata saja.
Karena saking mengkhawatirkan kondisi Akbar saat ini, Suci sampai tidak menghiraukan keselamatannya yang nyaris saja terjauh andai dia tidak bisa mengendalikan keseimbangannya.
"Lu nggak apa-apa?" Pertanyaan tersebut bukanlah berasal dari manis Suci melainkan dari Akbar. Aneh memang, tapi inilah kenyataan yang sebenarnya kalau Akbar selalu menempatkan Suci sebagai prioritas utamanya.
Tidak ada cinta di antara mereka, yang ada hanya persahabatan yang tulus bahkan teramat tulus.
Bagi Suci dan juga Akbar sahabat itu ibarat tangan dan juga mata. Saat mata menangis, tanganlah yang menyeka air mata. Dan di saat tangan terluka yang akan menangisinya adalah mata.
"Yang seharusnya itu khawatir gue, bukannya lu." Ada rasa sakit yang teramat sulit untuk Suci jabarkan ketika melihat kondisi Akbar saat ini.
"Nggak apa-apa kok." Suci tentu saja tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh Akbar barusan.
"Berhenti berbohong, bagi gue lu itu bukanlah penipu ulung." Suci memberikan ultimatum yang sangat tegas pada Akbar, sehingga jalan ninja yang diambil oleh lelaki tersebut adalah diam.
"Kak Malik yang melakukan ini ke lu?" tanya Suci dengan penuh selidik pada Akbar.
Bersambung ….