Chereads / Friendship With Forbidden Love / Chapter 14 - Suci dan Lukanya

Chapter 14 - Suci dan Lukanya

Suci sedikit menimbang-nimbang apakah yang dia inginkan sebagai balasan atas pertolongannya kali ini untuk Akbar. Sampai pada akhirnya dia menyerah juga karena tak mampu mendapatkan jawaban.

"Gue tagih lu kalau udah dapat jawabannya," final Suci pada akhirnya dan Akbar hanya bisa memutar kedua manik matanya jengah saat mendengar apa yang dikatakan oleh sahabat terbaik yang Tuhan kirimkan untuknya.

"Kayaknya gue memang harus pergi sekarang, Bar," tukas Suci saat membawa kedua manik matanya pada jam yang sedang melingkar dengan indah di pergelangan tangannya.

"Hati-hati, Ci!" Suci hanya mengangguk atas apa yang dikatakan oleh Akbar tak lupa senyum termanis versi irinya sendiri dia sunggingkan untuk sang sahabat yang telah sukses menemani Suci melewati terendah dalam hidupnya.

"Iyalah, Bar. Ingat gue masih punya Mentari, yang menjadi alasan gue untuk pulang dan juga baik-baik saja." Hubungan persahabatan yang telah terjalin di antara mereka sejak 10 tahun yang lalu adalah alasan kenapa sangat mudah untuk Akbar menangkap ada yang tidak beres dengan ibu dari Mentari Chamissya Damayanti.

"Lu masih mengharapkan dia, Ci?"

"Gue harus berangkat sekarang, Bar! Have a nice day!" Bukan niat Suci untuk tidak menjawab apa yang menjadi pertanyaan dari Akbar, tapi jika itu dia lakukan maka itu sama saja dengan Suci membuka luka lama yang hanya bisa ditutup, tapi tidak bisa untuk dia sembuhkan.

Karena versi sembuh dari luka ini menurut Suci adalah dengan bersama lagu dengan orang yang masih menduduki takhta kedua tertinggi di hatinya, Firmansyah Satria Utama.

"Ci ...." Panggilan dari Akbar kembali mengurungkan niat Suci untuk meninggalkan ruangan sang sahabat.

Suci hanya berbalik tanpa mengeluarkan sepatah dua kata. Kedua manik matanya menatap Akbar dengan tatapan yang Akbar sendiri pun tak bisa untuk mendeskripsikannya.

"Untuk pertanyaan gue tadi lu nggak perlu jawab, kedua manik mata lu sudah menjawabnya. Tapi lu harus ingat satu hal, dia yang pergi tanpa alasan jangan pernah lu biarin kembali dengan sebuah penjelasan." Suci hanya mengulum senyum setipis benang untuk apa yang dikatakan oleh Akbar.

Akbar tidak pernah tahu apa yang ada di dalam diri Suci saat ini karena bukan dia mengalaminya. Berat? Tapi apakah dengan Suci merengek semuanya akan ringan? Tidak. Jadi untukmu Akbar Maulana Bagaskara berhentilah bersabda seolah-olah kamu bisa sekuat Suci dalam melewati ini.

"Terserah lu." Seperti itulah respons yang diberikan oleh Suci sesaat sebelum dia benar-benar menghilang dari balik pintu ruangan milik Akbar. Melihat tingkah Suci yang seperti itu Akbar hanya bisa geleng-geleng kepala karenanya.

"Dasar batu!" umpat Akbar meski saat ini sosok yang dia umpati itu kini tidak lagi terjangkau oleh kedua manik matanya.

Dengan kepala yang terus lurus ke depan Suci lantas menuruni lantai teratas dari Firma ini menuju lantai dasarnya. Baginya dia adalah ratu yang sangat pantang untuk tertunduk, karena jika tertunduk maka mahkotanya akan ikut terjatuh. Tidak, bukan itu yang diinginkan oleh Suci.

Hidup sebagai putri mahkota Firma Hukum Mahendra dan Rekaan tidak lantas membuat dia bahagia dan serba baik-baik saja setiap harinya. Jauh dari itu Suci justru hidup dengan banyak luka yang telah semesta berikan padanya.

Dengan pembawaan yang tenang Suci tampak sibuk untuk memutar-mutar kemudi kereta besi miliknya. "Setengah jam lagi sidang dimulai," kata Suci sambil membawa kedua manik matanya ke arah jam yang saat ini sedang melingkar dengan sangat indah di sebelah pergelangan tangannya.

Saat menyadari kalau saat ini dia sedang adu cepat dengan sang waktu, Suci kian mempercepat laju kereta besinya, tempat yang sering menjadi tongkrongannya saat ini. Karena sebagian besar pekerjaannya harus berada di tempat ini.

CIT!

Rem kereta besinya berhasil dia injak dan saat ini dia telah berada di pelataran gedung Pengadilan Agama. Suci lalu memandang nanar gedung yang saat ini berada tepat di hadapannya.

"Miris." Itulah satu kata yang secara tidak langsung terucap dar kedua bibir ranum milik.

Iya tidak ada orang yang ingin bahtera rumah tangga mereka bermuara pada tempat ini. Tak sekali dua kali juga dia diselimuti bersalah yang amat besar saat berhasil mengubah status orang yang dulunya adalah pasangan suami istri kini menjadi duda maupun janda.

Sekali ini tak ada orang yang mau atau bahkan mengharapkan itu dar bahtera rumah tangga yang telah mereka lalui, tapi semesta begitu kejam sehingga harus membuat mereka mengambil perceraian sebagai jalan ninja terbaik.

Setelah meyakini kalau saat ini tidak ada lagi berkas yang dia lewatkan untuk persidangan yang akan dia lalui, Suci pun membawa dirinya untuk memasuki gedung Pengadilan Agama.

Sejauh mata memandang, kedua manik mata pekat milik Suci tampak kesulitan untuk mencari sosok lawyer yang akan menjadi lawannya nanti di persidangan.

"Pak Rafa ke mana, sih?" gumam Suci saat kedua manik matanya tak kunjung mendapati sang rivalnya hari ini.

"Jangan sampai ikrar talaknya harus ditunda." Seakan tiada hentinya, Suci terus saja bergumam di dalam hatinya saat ini..

"Mana kebelet lagi." Masalah demi masalah seakan tiada hentinya hinggap dalam hidup Suci untuk kali ini.

"Adi!" seru Suci dengan nada tinggi yang dia miliki. Adi adalah petugas sidang yang berjaga tepat di depan ruang sidang yang akan dilalui oleh Suci nantinya.

"Apa?" tanya Adi dengan nada datar khas dirinya.

"Titip bentar, ya? Aku mau ke toilet." Tanpa menunggu persetujuan dari Adi Suci lantas berlari ke arah toilet untuk membuang hajatnya.

Ada rasa lega yang tak dapat Suci sembunyikan saat dia berhasil mengeluarkan apa yang ingin dia keluarkan.

"Panggilan sidang kepala Bapak Putra Harimata dan Feby Mahardika untuk segera memasuki ruang sidang kartika." Panggilan dari operator itu sontak saja mengalihkan atensi Suci. Dia lantas bergegas meninggalkan toilet.

"Di rival gue aku udah—"

"Dia udah di dalam, cepat kamu masuk!" Mendengar apa yang dikatakan oleh Adi, Suci lantas menyergah apa yang dokumen yang tadi dia titipkan pada Adi.

"Silakan!" kata Adi sembari membukakan pintu untuk teman SMA nya itu.

DEG!

Melihat siapa yang duduk di kursi penggugat saat ini, sekujur tubuh milik Suci lantas membeku, karena orang tersebut mendadak dia lupa bagaimana caranya untuk bernapas.

Bersambung ....