POV Suci: Diajak Bercanda Oleh Semesta
Suci Indah Lestari, bukankah itu adalah nama yang sangat indah? Nama adalah adalah doa mungkin itu alasan kenapa papa dan juga mamaku menyematkan nama itu padaku agar setiap langkah yang aku pijaki, disertai dengan kebaikan dan juga keindahan.
Tapi sayang itu, itu tak sebanding dengan realita yang ada. Di umurku yang baru saja menginjak usia 18 tahun aku harus kehilangan apa yang seharusnya tidak aku berikan pada orang, kecuali dia yang paling berhak atas diriku dan telah mengambil alih tanggung jawab papa untuk menjaga, melindungi, dan mengasihaniku.
Iya, inilah aku dengan segudang aib yang aku miliki, jauh dari kata sempurna, tapi selalu memiliki cita-cita untuk menjadi wanita sholeh. Apakah itu salah? Tentu saja tidak 'kan?
Mungkin pertanyaan yang tepat bukanlah salah atau benarnya, tapi lebih kepada aku mampu atau tidak untuk istiqomah di jalan-Nya.
Cita-citaku adalah surga, tapi dengan masa laluku yang kelam apakah aku bisa untuk meraih itu? Aku sepertinya lupa dengan satu hal yang sangat penting yaitu, orang baik punya masalah lalu dan orang jahat sekali pun berhak memiliki masa depan.
Setiap kejadian selalu memiliki hikmah dan pelajarannya masing-masing, itulah yang sedikit banyak telah aku petik sampai aku berada di titik ini.
Hanya orang yang ingin naik kelaslah yang diberikan ujian, aku mempercayai itu saat ini. Aku tak bisa memungkiri aku pernah menjudge diriku sendiri sebagai orang yang memiliki nasib paling buruk, apa yang aku hadapi saat itu bukan lagi sebuah kesialan semata, mungkin lebih tepatnya itu adalah sebuah kiamat untukku.
Di saat aku sudah bisa berdamai dengan semua kenyataan yang ada, di saat aku telah menerima semau rasa sakit yang diberikan untukku, semesta justru kembali menghadirkan dia di hidupku. Aku tidak tahu harus menganggap ini sebagai cobaan atau anugerah. Aku gamang haruskah aku tertawa atau menangis dengan kehadirannya saat ini di hadapanku.
Lihatlah wajahnya saat pertemuan kenbali kami setelah dia mengambil apa yang segarusnya tidak dia ambil dahulu. Oke mungkin ini bukan sepeuhnya salah dia, tanpa aku sadari aku juga memiliki andil yang sangta besar untuk ini.
Saat dia meminta sesutu yang notabenenya bukanlah haknya, aku memiliki hak penuh untuk menolaknya, tapi saat itu au telah terbutakan oleh cinta, sehingga aku dengan mudahnya memberikan virginity yang aku miliki untuknya, untuk lelaki yang sama sekali belum ada hak atas diriku.
Oke ini salah kami berdua.
Untuk beberapa saat kami saling mengunci pandangan satu sama lain, bisakah aku memiliki tingkay percaya diri yang tinggi kali ini? Apa pun itu aku merasa pandangannya masih saja sama dengan cara dia menatapku saat kami pertama kali bertemu kali itu.
Aku rindu tatapan itu? Aku rrindu belain tangannya yang selalu mampu membuat suhu tubuhku menjadi panas dingin karenanya.
Iya, apapun yang berhubungan dengan Firmansyah Satria Utama masih menjadi candu yang memabukkan untukku.
Sejurus kemudian perkataan yang dilontarkan oleh satu-satunya sahabaatku yang telah menemaniku mulai dari titik terendah yang aku miliki sampai aku ada di sini sekarang, "Jika dia pergi tanpa alasan maka jangan biar dia kembali dengan sebuah penjelasan." Aku bingung, benar-benar bingung harus aku menuruti apa yang dikatakan oleh Akbar dan melupakan dia, lelaki yang telah menjadi patah hati terhebatku, entahlah. Aku gamang dan aku bimbang untuk hal tersebut.
Dengan kehadairan dia kembali di hadapanku saat ini aku bisa menyimpulkan satu hal, kalau duniaku sedang tidak baik-baik saja. Cara bercanda semseta kali ini benar-benar tidak lucu.