"Nggak, kok." Tak peduli sekeras apa pun Akbar saat ini dalam berkilah untuk saat ini Suci lebih memilih untuk memakai logika dibandingkan perasaannya.
"Bohong!"
"Kali ini masalah apa lagi?" tanya Suci dengan tatapan yang tidak sedetik pun melepaskan Akbar. Kini ruang gerak Akbar telah terkunci seluruhnya.
"Ghea," jawab Akbar dengan jujurnya. Suci sungguh enggan untuk mempercayai jawaban yang diberikan oleh sahabatnya itu, tapi hal tersebut urung untuk dia lakukan karena dalam kedua manik mata Akbar, Suci bisa dengan jelas melihat yang ada di sana hanyalah kejujuran tanpa adanya dusta meski secuil.
"Ghea?" Suci mengulang kalimat itu dengan sebelah alis yang terangkat naik dengan begitu sempurna. Akbar tentu saja mengerti dengan apa yang saat ini sedang ada di pikiran Suci.
"Kak Malik mengira gue ada hubungan spesial dengan Ghea."
Mendengar penjelasan yang diberikan oleh Akbar jelas saja membuat Suci menjadi ambigu. Iya, Suci ambigu harus menanggapi penjelasan Akbar dengan ekspresi yang seperti apa.
"Kalau lu mau ketawa, ya ketawa aja."
Sejurus kemudian tawa dari wanita cantik tersebut lantas menggema di seluruh sudut ruangan Akbar. Bahkan ada air bening yang menetes dari kedua sudut mata Suci saat dia meluapkan air matanya. Sedangkan Akbar pria yang telah kehilangan pesonanya itu hanya bisa memutar kedua manik matanya jengah kala mendengar tawa Suci yang kian lama kian nyaring dan entah kapan akan berakhir.
"Bisa diam nggak?" celetuk Akbar karena sampai semenit ini berlalu tawa Suci belum ada tanda-tandanya akan mereda.
"Yey … kata lu kalau mau ketawa ya ketawa aja terus ini apa? Disuruh berhenti," omel Suci dengan nada sinis.
Akbar hanya diam tak lagi menanggapi apa yang dikatakan oleh Suci, karena berdebat dengan Suci bukanlah hal yang mudah untuk dia lakukan, Suci akan selalu menang dengan mudahnya. Sedangkan dia? Dia hanya akan kalah dengan keadaan yang sangat memalukan.
"Mau ke Rumah Sakit nggak?" Tawaran yang diberikan oleh Suci langsung saja ditolak oleh Akbar tanpa melalui pemikiran yang panjang terlebih dahulu.
"Nggak!" jawab Akbar dengan sangat tegas dan tanpa keraguan sama sekali.
"Masa gini aja harus ke rumah sakit, lu jangan ngaco deh," tambah Akbar.
BRAK~~~
Untuk kedua kalinya pintu ruangan Akbar kembali terbuka dengan tidak beretika. Ini masih pagi tapi masalah tidak hentinya datang menghampiri.
Bukan hanya Akbar yang terkejut dengan terbukanya pintu, tapi Suci juga merasakan hal yang sama. Kedua pangkal bahu Suci sontak terangkat karena serangan yang sangat mendadak ini.
"Manda?" ucap Suci dan Akbar dengan kompaknya saat melihat dalang dari ini semua adalah Amanda Larasati wanita yang notabenenya adalah kekasih Akbar.
"Lu kenapa, Nda?" tanya Suci saat melihat kondisi Manda yang lebih kacau darinya setiba di ruangan ini beberapa saat yang lalu.
Tapi Manda tidak sedikit pun mengeluarkan sepatah kata pun untuk menjawab pertanyaan yang terlontar dari mulut Suci. Dia terus saja membawa kedua kaki jenjangnya untuk mendekat ke arah pria yang telah menjadi kekasihnya kurang lebih 4 tahun itu.
PLAK~~~
Satu tamparan dengan sekuat tenaga Manda lampiaskan pada Akbar. Suci yang berada tidak jauh dari mereka saat ini sontak membekap mulutnya dengan menggunakan kedua telapak tangannya.
Sudah jatuh tertimpa tangga pula, mungkin itu adalah kata yang paling pas untuk menggambar apa yang saat ini sedang dialami oleh Akbar.
"Manda!" pekik Suci yang tentu saja tidak terima jika sahabatnya diperlakukan secara kasar seperti itu.
Tapi tidak sedikit pun Manda menaruh rasa peduli juga empati pada pria yang telah menemaninya melalui hari selama 4 tahun ke belakang ini.
"Kamu selingkuh, Bar. Dan tidak ada pembenaran di atas kesalahan, kamu tahu itu. Kesalahan apa pun yang kamu lakukan aku akan selalu memaafkannya kecuali selingkuh." Kini stimulus otak Suci dan juga Akbar sedang bekerja dengan sangat baiknya sehingga mereka sudah dapat menyimpulkan apa yang sedang terjadi pada Manda sekarang.
"Aku nggak selingkuh." Akbar berusaha untuk memberikan pembelaan atas dirinya sendiri. Layaknya Malik beberapa saat yang lalu, yang tidak ingin mendengar apa pun penjelasan dari Akbar begitu pun dengan Manda saat ini, masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
"Sekuat apa pun kamu menyangkal aku tetap pada pendirianku, kalau kamu selingkuh dengan Ghea." Nama Ghea yang terlontar dari mulut Manda semakin memperkuat dugaan Suci dan Akbar kalau yang menghasut Manda untuk berbuat seperti ini adalah Malik Bagaskara.
Tampaknya cinta telah sepenuhnya membutakan hati Malik saat ini, dia tidak bisa lagi berpikir dengan sangat jernih Sungguh besar pengaruh seorang Ghea Laurensia di hidupnya saat ini.
"Kamu ada bukti? Kamu tahukan apa akibatnya jika kita nggak ngomong pakai bukti?" tanya Suci dengan nada penuh tantangan dan sembari berkacak pinggang. Mungkin saja saat ini Suci sedang menyatakan perang terbuka untuk seorang Amanda Larasati.
"Aku punya buktinya kalau dia selingkuh dengan Ghea." Bukannya merasa gentar karena ditantang untuk membuktikan ucapannya Ghea justru yang kini membuat Suci juga Akbar merasa sedang mati kutu.
"Mana?" tanya Suci sembari menadahkan sebelah tangannya meminta bukti yang akan diberikan oleh Manda.
"Ini!" Manda mengeluarkan gawai yang dia miliki kemudian berikan pada Suci.
Kedua manik mata Suci seperti ingin rontok kemudian jatuh berserakan saat ini juga saat melihat bukti yang dimiliki oleh Manda.
Karena melihat ekspresi Suci yang sungguh natural tanpa akting sedikit pun, mau tidak mau rasa penasaran yang dimiliki oleh Akar pun ikut terpancing untuk melihatnya dengan lebih dekat.
"Kamuflase," ucap Suci lalu mengembalikan gawai yang saat ini sedang digenggamnya pada sang empu.
"Apa lagi, sih? Ini semua tuh udah jelas, Akbar selingkuh , Ci." Intonasi suara Manda menurun dengan harapan dia bisa mendapatkan simpati dari putri mahkota Firman Hukum Mahendra tersebut.
Jika menyangkut tentang perasaan Suci lebih memilih untuk mencari pembenaran di hati bukannya di logika.
Dan saat ini hatinya mengatakan kalau Akbarlah yang benar.
"Apalagi yang kamu minta?" tanya Manda dengan senyum durjana yang terus saja tersungging di bibir ranumnya dan hal itu membuat Suci sedikit tersulut emosinya.
"Nggak semua yang kamu lihat itu adalah kebenaran yang sesungguhnya." Suci memberikan penekanan di setiap katanya.
Bersambung ….