"Aku pulang."
Aaron mulai melangkah. Alice memeluk dari belakang, berusaha menghentikan kepergian kekasihnya.
"Hmm, jangan dulu!"
Aaron melepas genggaman Alice. Ia membalikkan tubuh, menghadap si perempuan.
"Alice, sudah malam. Sana, istirahat! Atau kantong matamu akan muncul nanti."
Alice cemberut. Aaron langsung memegang wajahnya.
"Oke?"
Alice masih tetap cemberut. Hal ini tidak memutuskan niat Aaron untuk tetap pulang.
Saat Aaron sudah berjalan beberapa langkah, Alice berlari kecil mengikutinya. Ia jadi sedikit kekanakan.
Saat Aaron sudah mencapai mobil dan masuk ke dalam, Alice mengetuk kaca. Ini membuat Aaron harus berhadapan lagi dengannya setelah membuka akses penghalang.
"Ya, Alice? Ada apa?"
"Aaron, buka pintunya!"
Aaron membuka pintu. Meski begitu ia tidak turun, bahkan melepas seat belt.
Siapa sangka Alice berbuat sesuatu yang amat mengejutkan. Ya, Alice berlutut dan meraih benda penting yang ada di dalam celana Aaron.
"Alice ...."
Tangan Aaron memegang tangan Alice. Ia ingin pemilik Alice's Parfume Store itu menghentikan aksinya.
"Biarkan aku melakukannya malam ini. Please."
Aaron melepas tangannya. Ia benar-benar memenuhi keinginan Alice.
Alice bersemangat, tapi ia tahu betul bagaimana cara menyenangkan laki-laki. Ia melakukannya dengan cara yang begitu menggoda, benar-benar membuat mabuk kepayang.
Alice memuaskan Aaron layaknya seorang penikmat lollipop handal. Beberapa kali Aaron memejamkan mata, sesekali juga meremas rambut Alice.
"Oh, Alice ...."
Alice segera meraih tisu dan menyeka cairan kental yang menyembur di wajahnya.
"Sini, naik ke pangkuanku! Biarkan aku melakukannya juga malam ini!"
Tanpa ragu dan seolah terpana, Alice menuruti keinginan yang juga merupakan sebuat perintah itu. Tanpa basa-basi, Aaron akhirnya memberikan kepuasan, tidak hanya untuk Alice sendiri, tapi untuk berdua.
Malam ini, mobil mewah Aaron bergoyang, tepat di depan rumah Alice. Penumpangnya benar-benar dimabuk asmara.
***
Bunyi alarm terdengar makin lama makin nyaring. Ini berasal dari smartphone Aaron.
Sang pemilik mulai membuka mata di detik kesekian. Beberapa kali ia mengerjap-ngerjap, membuat jelas pandangan.
Kamar pribadi, rupanya Aaron sedang ada di sini. Posisinya telungkup dan ia merasa amat kelelahan.
Tiba-tiba Aaron jadi ingat pertemuan semalam dengan Alice. Ia jadi senyum-senyum sendiri.
Aaron mengusap wajahnya. Ia membuyarkan ingatan soal semalam.
Segera ia melepas jas dan dasi yang sejak kemarin belum meninggalkan tubuhnya. Hal itu dilakukan persis saat ia sudah bangkit dari tempat tidur.
Aaron lekas menyegarkan diri. Seperti laki-laki pada umumnya, ia melakukan dengan cepat.
Jika ada perempuan di sini, pasti dia tidak bisa berpaling. Pasalnya ia muncul dari dalam kamar mandi dengan kondisi basah dan menggoda.
Lemari super besar dihampiri. Di sana Aaron mengambil salah satu dari sekian banyak koleksi pakaian formal yang mendukung kinerja sebagai seorang presdir hotel.
Lanjut, Aaron berpindah. Ia mengganti bathrobe dengan pakaian formal itu di depan cermin. Ia lalu bergeser, mengambil sisir untuk merapikan rambut.
Sebagai sentuhan akhir, Aaron menyemprotkan parfum beraroma wooden yang sangat maskulin. Sekali lagi ia mematut di depan cermin.
Merasa persiapan sudah tuntas sepenuhnya, Aaron bergerak keluar kamar setelah mengambil smartphone. Begitu membuka pintu, ia menemukan seorang staf room service bersama trolley berisi sarapan .
"Selamat pagi, Pak Aaron!"
Aaron segera mengatasi keterkejutannya. Ia lalu memberi senyuman hangat nan ramah.
"Oh, hai! Selamat pagi!"
"Ini saya bawakan sarapan untuk Bapak."
Aaron melirik menu sarapan berupa beberapa buah roti bertekstur keras, butter, sup panas, buah, dan kopi. Ia lalu menggeleng.
"Bawa saja lagi!"
Aaron sudah berpaling dan hendak melangkah.
"Tapi, Pak ...."
Aaron mengambil sebuah apel merah. Ia lalu menggigitnya.
"Saya sudah selesai. Kalau begitu kamu bisa bawa ini lagi."
"Baik, Pak."
Stag room service berlalu bersama trolley yang masih penuh itu. Sama, Aaron juga pergi. Tujuan mereka berbeda meski arah kepergiannya sama.
Aaron terus melenggang dengan santai sambil makan buah. Begitu menemukan tempat sampah dan makanan manis itu habis, Aaron langsung membuangnya.
Soal langkah kaki, sebenarnya Aaron hendak menuju ruang GM. Sayang, urung. Bukan tanpa sebab, tapi karena ia menemukan laki-laki paruh baya itu di perjalanan.
"Pak!"
"Halo, Pak Aaron!"
"Apa kabar hari ini?"
"Baik dan siap melayani Bapak."
"Ah, terima kasih."
"Jadi, bagaimana, Pak? Fix rencana inspeksi mendadak kita?"
"Tentu ... tentu."
"Baiklah. Saya siap mendampingi kalau begitu."
"Sudah mengaturnya?"
"Ya, Pak. Hari ini kita akan pergi inspeksi ke 3 departemen berbeda saja."
"Oh, oke."
GM mengulurkan tangan, memberi kode agar Aaron mulai berjalan. Mereka berdua lalu melangkah berdampingan.
Beberapa saat berjalan dan menaiki lift sekali, Aaron dan GM akhirnya sampai di salah satu departemen tujuan terdekat, fitness center. Selalu, mereka berjalan berdampingan.
"Selamat pagi, Pak! Pagi juga, Pak Aaron!" sambut seorang staf perempuan bergaya sangat sporty.
GM dan Aaron kompak melempar senyuman. Mereka juga berjalan, lebih masuk lagi ke area fitness center bagian depan yang sekaligus menyatu dengan area lobby.
GM dan Aaron sama-sama mengedarkan pandangan ke sekitar. Presdir itupun menggosokkan jarinya ke meja resepsionis, ia menyapu debu di sana.
"Ah, bagus! Ini bersih. Pertahankan terus!" nilai Aaron usai melihat kondisi jarinya.
"Ya, Pak," ucap staf.
GM masih menilai. Ia bergeser lagi sambil terus melihat lingkungan sekitar.
"Hmm, cukup ramai untuk ukuran pagi hari, ya," ujar GM.
"Betul, Pak," respon staf.
"Pastikan mereka dilayani dengan baik!" perintah GM.
"Baik," ucap staf.
"Oke, nice! Mari kita lanjut lagi, Pak," kata Aaron.
"Ya, Pak Aaron. Mari," kata GM.
GM dan Aaron melangkah lagi, menuju tempat inspeksi kedua. Selama perjalanan, Aaron tiba-tiba terpikirkan soal mengajak kencan Alice. Iapun menyempatkan diri untuk menghubunginya via chat.
"Mari, Pak."
Aaron yang sibuk berkutat dengan smartphone karena tidak kunjung mendapat balasan itu mengalihkan fokus.
"Eh, ya."
GM dan Aaron masuk ke dalam laundry, ruangan yang bising. Bahkan, dari luar sudah tercium aroma chemical, amat menyengat.
"Bagaimana? Aman semuanya?"
Staf yang sedang menyortir sheet kotor menoleh.
"Ya, Pak. Sejauh ini aman-aman saja. Pekerjaan juga teratasi."
"Bagus!"
Aaron mendekati sebuah mesin cuci raksasa yang sedang bekerja. Ia memperhatikan lekat-lekat.
"Kalau ada alat yang harus diganti, katakan saja!"
Staf beralih fokus pada Aaron.
"Ya, Pak."
"Oke. Selamat bekerja!"
Tanpa diberi tahu, GM peka bahwa Aaron sudah ingin keluar dari laundry. Iapun langsung bergerak menyusul Aaron yang sudah melangkah lebih dulu.
Menuju departemen ketiga, rupanya Aaron gelisah. Ia terus memandangi layar smartphonenya yang tidak menunjukkan adanya notifikasi apapun.
Sebegitu gelisahnya, Aaron sampai menabrak seorang staf public area yang sedang melakukan vacuum karpet. Bahkan, smartphonenya juga nyaris terlepas dari genggaman.
"Maaf, Pak Aaron."
"Ah, tidak. Seharusnya saya yang minta maaf. Silakan bekerja kembali."
GM dan Aaron terus melangkah. Ya, masih dengan rasa gelisah itu.
"Pak Aaron baik-baik saja?"
"Emhh, bisa kita tunda pergi ke departemen ketiganya?"
"Ya, tentu. Semua keputusan ada di tangan Bapak."
"Baiklah. Karena saya harus pergi."