BRAKK!!!
"Christian," seruku memanggil namanya.
Yang merasa terpanggil pun seketika melihatku dengan raut wajah sangat terkejut, mata membelalak lebar, pun orang yang tengah bersamanya. Memandangiku dengan sama terkejutnya.
"Hazel, sedang apa kau?" Christian masih terkejut mendapati aku menyela pembicaraan dia dengan seorang wanita yang terlihat sangat jelas berada dilevel berbeda denganku.
Hanya ada mereka berdua, tidak ada satupun sekretaris mereka yang mendampingi.
"Maaf aku telah mengganggu, aku akan pergi sekarang," ucapku gugup karena merasa bersalah telah merusak suasana mereka. Kupikir Christian kenapa-kenapa tadi.
Aku tak tau apa yang tengah mereka bicarakan, tapi keduanya tadi sama-sama terlihat begitu serius.
"Santai saja. Kau sudah disini. Bergabung saja bersama kami," ucap wanita itu, sepertinya dia berusaha untuk membuat keadaan jadi tidak canggung.
Aku menghela napas berat. Bodohnya diriku ini. Saking takutnya aku sesuatu terjadi pada Christian, sampai melupakan sopan santunku.
"Tidak apa. Kemarilah, sepertinya kau sangat khawatir dengan Christian," katanya berusaha lagi memancingku. Aku ragu, namun seketika aku melihat mata wanita itu, dia seperti menarikku.
Dengan langkah gemetar, aku berjalan mendekat kearah mereka, dan duduk disamping Christian. Kurasakan mata Christian yang menatapku terus-menerus. Memberikan segudang pertanyaan yang tak bisa kujawab sekarang.
"Aku tadi melihat kalian saat datang. Kurasa kalian berdua pasangan yang sangat serasi. Benar bukan?"
DEG!
Jantungku serasa berhenti berdetak. Ucapannya itu mengenai hatiku. Pasangan? Sepertinya itu tidak tepat antara aku dan Christian.
"Kalau begitu mari kita bersulang. Ayolah, Christian. Jangan menolakku lagi," kekehnya bergurau.
Aku seketika mendongak menatap wanita yang begitu anggun didepanku ini. Dia sedang menuangkan sampanye itu ke gelas khusus.
"Sayang sekali, hanya ada 2 gelas. Kau tidak apa-apa?" tanyanya padaku.
Aku menatap Christian sejenak, lalu balas menatap wanita itu. "Tidak apa," balasku serak.
Setelah mengisi penuh kedua gelas itu dengan sampanye. Dia tersenyum manis menatapku dan Christian secara bergantian.
"Angkat gelasmu, Christian" pintanya
Aku melihat lagi Christian yang tampak ragu, menatap gelas berisi sampanye itu dengan pandangan yang tak bisa dijelaskan.
Aku tanpa berpikir panjang, dengan cepat langsung mengambil gelas itu dan menenggaknya dalam satu kali tegukan.
Membuat Christian melongo kaget.
"Hahahaha. Astaga," wanita itu tertawa terpingkal melihatku langsung menghabiskan milik Christian.
"Maafkan aku. Aku akan menggantikan Christian meminumnya," ujarku gugup.
Christian seketika mencengkeram tanganku yang berada dibawah meja.
"Apa yang baru saja kau lakukan, Hazel? Apa kau sudah gila?" suaranya terdengar marah, tapi tertahan.
Dia masih memiliki wajah untuk tidak melampiaskan amarahnya didepan orang lain.
"Aku akan menggantikanmu meminumnya. Kau kan tidak bisa, Christian," sahutku datar.
Christian menggertakkan giginya, seketika rahangnya mengeras melihat kelakuanku yang diluar ekspektasinya.
"Jangan bodoh, Hazel" serangnya marah.
Aku lebih memilih untuk tidak menghiraukannya. Aku datang mengacau saat ini, ya karena untuk hal ini. Mencegah agar Christian tidak minum setetes pun alkohol itu.
"Kau sangat hebat. Begitu pengertian pada kekasihmu. Sungguh aku benar-benar menyukaimu" kata wanita itu menuangkan lagi sampanye kedalam gelas yang sekarang jadi milikku.
"Itu sudah seharusnya kulakukan. Mengingat jika Christian tidak bisa meminumnya,"
Kepalaku yang tadinya sudah segar, kini mulai berputar lagi. Ah apa karena aku terlalu gegabah menenggak minuman itu dalam sekali tegukan. Atau apa aku mulai mabuk? Sepertinya minuman ini memiliki kadar alkohol yang tinggi.
"Hentikan, Hazel. Berhenti sekarang, jika kau tak ingin aku kembali memberikan hukuman untukmu," ujar Christian mulai meninggikan suaranya.
Tapi aku lagi-lagi tidak peduli dan kembali menenggak minuman itu. Wanita itu juga melakukan hal yang sama. Tapi dengan bibir yang tertarik keatas membentuk senyuman lebar. Mungkin bagi wanita ini, situasi sekarang adalah hal yang lucu baginya.
"Ah, aku jadi bisa melihat kekuranganmu, Christian. Kupikir kau pria tanpa cela," ledeknya yang segera mendapatkan tatapan tajam dari Christian.
Christian terlihat sangat marah, "Ayo kita pulang sekarang," ajaknya padaku. Tapi aku hanya balas menggeleng, mengisyaratkan bahwa aku belum ingin pulang.
Sungguh, walaupun kepalaku mulai pusing, tapi rasa minuman ini sangat nikmat. Membuatku menginginkannya lagi.
"Biarkan saja. Kenapa kau sibuk sekali. Toh aku juga tidak akan minum bersamanya lagi," balas wanita itu semakin membuat Christian kepanasan.
Christian berdecak kesal.
"Tak perlu pedulikan dia," sahutku mulai melantur.
Christian menggeram melihatku yang tak ingin berhenti minum.
"Tolong tuangkan lagi untukku," kataku meminta lagi minuman yang membuatku rasanya melayang.
Wanita itu melakukan permintaanku.
"Sudah cukup, Hazel. Kau sudah mabuk" bentak Christian, dia sudah tak peduli lagi akan sifat aslinya yang mulai keluar.
Aku menangkupkan wajah Christian dengan kedua tanganku. "Tidak. Aku melakukan ini, karena aku tak ingin melihatmu kesakitan seperti malam itu. Apa kau ingin melihatku menderita karenamu? Jadi biarkan aku melakukan ini untukmu. Jangan menyelaku, Christian,"
"Kau mulai melantur, Hazel" balas Christian masih berusaha untuk membawaku pulang.
"Tidak. Aku tau dimana batasku" ujarku membela diri.
Wanita yang berada didepanku ini sedang sibuk menutup mulutnya untuk menghentikan tawanya yang ingin keluar.
"Kalian ini benar-benar sangat lucu," komentarnya masih sambil cekikikan.
Aku pun ikut tertawa bersamanya, lalu dia menuangkan lagi sampanye kedalam gelasku.
Christian benar-benar sudah tak habis pikir lagi dengan keberanianku.
"Kedepannya, jika kau ingin mengajak Christian lagi untuk minum, maka ajaklah aku juga. Aku akan jadi penyelamat untuknya,"
"Baiklah. Aku akan mendengarkanmu," balasnya masih cengengesan.
Sudah habis kesabaran Christian, "Kita pulang sekarang, Hazel. Jangan membantahku lagi," katanya garang sembari menarik tanganku.
Aku mencoba meronta-ronta namun tangannya kuat sekali, hingga tak bisa kumelepaskan diri.
"Chris, apa yang kau lakukan,"
Christian tampak tersentak. Tapi segera menyadarkan lagi dirinya.
"Pulang sekarang, Hazel," matanya melotot sempurna.
Tangannya yang besar dan hangat menarikku cukup kasar hingga aku bangkit dari dudukku.
"Aku suka minum bersamamu. Tolong hubungi aku lagi," kataku melambai pada wanita itu.
"Itu tidak akan pernah terjadi, Hazel," Christian langsung menolak permintaan yang sebenarnya tidak kutujukan padanya.
Christian lalu menyeretku keluar dari ruangan itu. Aku menghempaskan tanganku tapi tidak berhasil, malah semakin kuat genggamannya.
"Saya pulang lebih dulu. Tolong urus untuk sisanya," katanya dingin saat melihat sekretarisnya muncul didepan Christian.
Lalu menarikku kembali, bahkan tidak mendengar jawaban dari sekretarisnya itu.
'Dasar tidak sopan' batinku.
Kepalaku rasanya semakin pusing. Didalam perutku berguncang-guncang karena cepatnya Christian berjalan. Darahku rasanya semakin panas dan berdesir, mungkinkah ini efek dari sampanye yang aku minum tadi.
Ketika sampai ditempat parkir, tidak butuh waktu lama bagi Christian untuk mencari dimana mobilnya. Setelah menemukannya, dia langsung mendudukkanku dan memasang sabuk pengaman agar aku tetap aman.
Lalu dia berjalan memutar dan masuk ke kursi pengemudi, menyalakan mesin dan menginjak pedal gas dalam-dalam.
Aku merasa jika diriku ini sudah berada diambang batas kesadaran. Namun aku berusaha untuk tetap mengendalikan diri.
"Kau harus terima hukumanmu, Hazel," ucap Christian dingin.
Aku hanya menyengir lebar membalasnya.
Karena aku tidak sepenuhnya sadar atau bagaimana, tau-tau saja kami sudah berada di rumah. Apakah memang secepat ini perjalanan dari hotel ke rumah atau karena aku sedang merasa diawan hingga tidak menyadarinya.
Christian keluar dari mobil, dan langsung menggendongku masuk kedalam rumah. Terburu-buru naik kelantai 2 dan membuka pintu kamarku, lalu menghempaskan tubuhku keatas ranjang.