Chereads / Just About Us (Move To New Link) / Chapter 24 - I'm Sorry, I Love You Part 24

Chapter 24 - I'm Sorry, I Love You Part 24

Saat sampai di kolam renang, aku tidak melihat siapapun di sana.

Riak air kolam renang yang tenang. Juga suasana yang seperti tidak ada orang.

"Ch-christian," panggilku gemetar.

Aku mengerutkan alisku. Tidak ada sahutan. Di mana Christian jika dia tidak ada di kolam renang?

Berbagai pikiran buruk berlalu-lalang dipikiranku. Apa mungkin dia tenggelam? Tapi Christian saja bisa menyelam, berenang biasa bukan hal sulit untuknya. Tapi bagaimana jika Christian mengalami kram di kakinya, atau mungkin telah terjadi sesuatu.

Astaga. Aku harus bagaimana.

Tidak tidak tidak. Aku harus positif, mungkin Christian sudah selesai berenang dan dia sudah kembali ke kamarnya.

Namun kenapa aku semakin merasa gelisah dan panik sendiri. Seandainya benar jika Christian tenggelam, aku sebagai orang yang datang kesini, harus menyelamatkannya, kan.

Tapi tidak ada terdengar teriakan tadi atau suara apapun yang mengindikasikan bahwa Christian lagi dalam bahaya.

Jujur saja, aku ini penderita fobia air. Datang ke kolam renang seperti ini bukan hal yang mudah untukku.

Saat ini saja, dadaku rasanya berdetak sangat kencang. Mulut dan bibirku terasa kering, dan kepalaku berat.

Tanganku gemetaran dan keringat. Walaupun air kolam renang yang tenang, dan tidak membahayakan tapi sebagai orang yang pernah tenggelam di kolam renang itu sangat menakutkan untukku.

Oleh karena itu, aku tak pernah lagi melakukan kegiatan berenang.

Napasku mulai pendek-pendek dan pelan.

"Hazel. Apa yang kau lakukan disini?"

Christian tiba-tiba datang dan menarik tanganku menjauh dari tepi kolam renang. Ternyata aku tanpa sadar, berjalan sendiri menuju tepian kolam yang mungkin beberapa langkah lagi akan membuatku membangkitkan lagi trauma lama. Kurasa instingku menggerakkan tubuhku untuk memeriksa apakah benar Christian tenggelam atau tidak.

Rasa takutku memang menekan dadaku begitu kuat. Tapi rasa takut akan kehilangan Christian yang membuatku tidak mementingkan fobia airku.

Seperti aku sedang bertaruh nyawa untuknya.

"Apa kau sudah gila. Untuk apa kau datang kesini. Jangan bodoh, Hazel," teriak Christian marah padaku.

Aku mencengkram bajunya begitu kuat. Tangannya yang membawa tubuhku dalam dekapannya belum mampu untuk membuatku tenang. Aku belum bisa merespon ucapannya karena aku sedang mengendalikan diriku yang semakin takut melihat kolam renang itu. Ingatanku mulai memutar lagi kejadian yang paling aku benci seumur hidupku. Kejadian yang juga semakin dalam menorehkan luka.

'Tenang, Hazel. Tidak apa. Tidak akan membahayakanmu. Tarik napas, lalu buang,' batinku memberikan arahan pada diriku.

Karena aku memang tidak pernah pergi lagi baik itu ke pantai, kolam renang atau yang berhubungan dengan air. Aku tidak lagi merasakan kegelisahan seperti ini. Sejak terakhir kalinya, 8 tahun yang lalu.

Dan ketika hari ini aku kembali menghadapi hal ini, tentu akan membuatku semakin sulit. Rasanya seperti baru pertama kali merasakan trauma. Muncul kembali ke permukaan.

Christian menuntunku perlahan untuk menjauhi kolam renang. Membawaku naik ke kamarku, tanpa bicara apapun. Sedangkan aku yang masih berada dalam dekapannya, hanya bisa mencengkram ujung baju Christian dengan kuat.

CEKLEK!!!!

Pintu pun terbuka, lalu tertutup kembali.

Christian mendudukkanku ditepian ranjang. Wajahku yang pasti saat ini pucat, kutundukkan karena aku tak memiliki kekuatan untuk melihat Christian.

Aku masih gemetaran, namun sudah tidak sehebat tadi. Aku masih terus melakukan gerakan pernapasan dengan pelan, sembari memberikan sugesti kepada diriku.

Ingatanku saat aku tenggelam, perlahan-lahan mulai memudar, beriringan dengan degup jantungku yang mulai normal.

Christian mengusap-usap punggungku, untuk memberikan ketenangan.

Aku tak tau bagaimana Christian saat ini menatapku.

"Aku-," ujarku mulai bicara. Suaraku telah kembali, bibirku yang kering sudah kubasahi dengan air liurku.

"Aku-"

"Sssst," Christian mengangkat kepalaku, dan meletakan jarinya di bibirku.

"Jangan memaksa untuk bicara, Hazel. Aku akan menunggu sampai kau benar-benar tenang,"

Mataku berkaca-kaca. Ah sungguh, kenapa aku jadi wanita yang begitu lemah. Sedikit-sedikit menangis. Apa mungkin karena perasaanku begitu sensitif ya. Tapi memang wanita seperti itu kan.

Christian memelukku lagi. Aroma tubuhnya yang harum, membuatku lebih tenang.

"Dengarkan aku, Hazel. Aku tau kau memiliki Aquaphobia*. Oleh karena itu, aku sangat panik melihatmu berdiri dengan gemetar ditepian kolam renang tadi," katanya lembut sambil tangannya masih mengusap punggungku.

Ah, jadi Christian sudah mengetahuinya, ya.

"Lain kali. Jangan seperti itu lagi. Apa kau sedang mencariku, makanya pergi ke kolam renang?" tanyanya.

Aku hanya balas dengan anggukan kepala lemas.

Christian menghela napas panjang.

"Maafkan aku. Aku hanya berenang sebentar tadi. Kalau bukan karena Brams yang memberitahuku bahwa kau ada di kolam renang. Aku mungkin sudah kehilangan kesempatan untuk menyelamatkanmu dari pengulangan traumamu, Hazel. Hanya tinggal beberapa langkah lagi kau akan jatuh ke kolam renang, dan itu akan semakin memperparah kondisi psikismu,"

Christian sangat pengertian akan kondisiku. Aku sungguh merasa terharu.

"Aku minta maaf. Aku tidak akan mengulanginya lagi,"

Sayangnya, walaupun aku tahu jika aku memiliki Aquaphobia. Tapi aku tidak pernah berpikir untuk mengatasinya. Sekalipun aku telah pergi untuk konsultasi, namun tindakan nyata agar aku bisa sembuh tak pernah kulakukan.

Aku terlalu takut untuk itu.

Karena ketika aku berusaha untuk mengatasinya, ingatan tentang apa yang terjadi dengan orang tuaku, juga turut serta menyerangku.

Tentu itu akan semakin sulit. Sudahlah aku mengidap Aquaphobia, ditambah dengan kematian kedua orangtuaku. Membuatku akhirnya menyerah untuk sembuh.

Tak disangka. Tindakanku untuk mengabaikan kesembuhan psikisku, berdampak pada Christian. Dia sungguh terlihat cemas dan takut. Itu membuatku jadi tertekan. Aku tak ingin merepotkan Christian untuk banyak hal.

Aku menarik diriku dari dalam dekapan Christian.

"Christian. Aku mencarimu, karena ada yang ingin kukatakan padamu," lirihku. Mataku menatap lekat kearahnya.

Christian hanya memasang raut wajah datar saja.

"Aku sudah ingat apa yang terjadi tadi malam. Aku menemuimu untuk meluruskan kesalahpahaman ini"

Masih belum ada tanggapan dari Christian.

"Sebelum itu, aku ingin bertanya padamu. Apakah kau sudah memaafkanku atas kematian Liam?"

Aku tau ini harus dibahas. Karena jika Christian masih belum bisa memaafkanku, aku tak ingin bicara omong kosong bahwa aku memiliki perasaan untuk Christian.

Christian seketika menegang, tapi kemudian datar kembali.

"Kenapa kau tiba-tiba membahas-"

"Christian, tolong jawab saja aku," kataku frustasi.

Christian memberikan sentuhan lembut di pipiku. Rasa hangat dari tangan Christian dengan cepat mengalir sampai kedalam pembuluh darahku.

"Hazel. Aku sudah memaafkanmu. Lagipula, aku yang seharusnya merasa bersalah padamu. Kau hanya tidak tahu satu hal. Aku merasa berat untuk memberitahukannya padamu,"

Aku tercengang. Saat ini justru aku yang mendapatkan kejutan.

"Apa itu? Beritahu saja, Christian," desakku padanya.

Christian tersenyum pilu. "Sepertinya belum saat ini, Hazel. Jika aku beritahu sekarang, aku takut kau tak bisa menerimanya,"

Christian memalingkan wajahnya dari pandanganku.

"Christian, katakan sekarang," pintaku semakin tak sabaran.

Jika dia tidak mengatakannya sekarang, aku tak bisa mengatakan bagaimana perasaanku.

"Hazel. Sekarang bukan waktu yang tepat. Aku akan memberitahumu nanti," tolak Christian.

"Justru ini saat yang tepat," sambarku

"Tidak, Hazel,"

Sekeras apapun aku meminta padanya. Jika Christian mengatakan tidak, maka tak ada yang bisa mengubahnya.

Aku menunduk lesu. Apa yang ingin Christian katakan padaku. Kenapa dia terlihat serius sekali.

"Kalau begitu dengarkan apa yang akan aku katakan,"

Christian mengangguk, tangannya masih mengusap pipiku.

"Karena kau sudah memaafkanku. Aku ingin mengatakan ini. Aku memiliki perasaan untukmu, Christian. Aku ingin kau membantuku melepaskan diriku dari ingatan tentang Liam. Aku tau aku salah telah membandingkanmu dengan Liam. Tapi saat aku mengatakannya, aku dalam keadaan tidak sadar. Kau benar, dalam hati kecilku, aku merindukan Liam. Tapi sungguh itu sudah berlalu. Aku mau memohon bagaimana pun pada Tuhan juga tidak bisa mengembalikan Liam,"

Christian terlihat tenang dan mendengarkanku begitu baik. Sesekali tangannya berhenti mengusap pipiku, kala dia mendengar ucapan yang mungkin mengejutkannya.

"Hazel. Apa kau yakin padaku? Maksudmu benarkah kau memiliki perasaan untukku? Jujur saja. Kau telah mengetuk hatiku, Hazel. Aku tidak ingin melepaskanmu. Saat kau mengatakan bahwa kau melihat Liam dalam diriku. Itu membuatku sadar bahwa kau masih dibayang-bayangi oleh Liam. Aku ingin membantumu untuk lepas darinya. Apa kau bersedia memberikan kesempatan untukku?"

Aku mengangguk. "Tentu. Ayo kita jalani bersama, Christian. Aku sudah kehilangan Liam, jadi aku tak ingin kehilanganmu juga"

'Aku mungkin butuh waktu untuk benar-benar memberikan hatiku padamu. Tapi selama kau ada di sampingku, aku yakin cepat atau lambat, kau akan jadi pemilik seutuhnya,' batinku.

Christian tersenyum lalu memelukku lagi untuk kesekian kalinya. "Terima kasih. Aku akan melakukan yang terbaik, Hazel. Berkatmu, aku menemukan kembali hidupku yang sudah kehilangan harapan,"

Tik...

Setetes air mata jatuh mengenai pundak Christian. "Kita sama-sama saling memberi harapan pada kehidupan yang gelap ini, Christian. Kau juga memberiku kekuatan. Jadi biarkan aku melakukan hal yang sama padamu,"

"Hazel. Apakah kau tetap bisa memaafkan dan menerimaku jika aku melakukan kesalahan padamu?"

Aku ingin menarik diri dari pelukan Christian, tapi dia menahan kepalaku. Seperti dia tidak ingin aku melihatnya saat ini. Entah perasaanku saja atau bagaimana. Christian masih menahan diri dan perasaannya.

"Christian, setiap kesalahan itu bisa dimaafkan. Kecuali kau membohongiku sesuatu, dan-"

Aku menggantungkan kalimatku. Tak tau kata-kata ini pantas atau tidak kuucapkan.

"Dan apa?" tanya Christian penasaran.

"Selingkuh," cicitku lalu menarik kepalaku yang berada di pundaknya dan membenamkan wajahku di dadanya.

Malu sekali saat kukatakan hal itu padanya.

"Aku tidak ada niatan untuk menyelingkuhimu, Hazel" balas Christian tertawa kecil.

Aku tau ini terdengar begitu egois. Namun aku juga ingin untuk bisa melepaskan diri dari Liam dan yang bisa membantuku adalah Christian.

Mungkin aku tidak bisa menghilangkan dan melupakan semua kenanganku bersama Liam karena itu terlalu berarti untukku. Tapi setidaknya aku bisa menimpa ingatanku, dengan ingatan yang baru bersama Christian.