Bukannya pergi untuk membersihkan diriku di bawah guyuran air, aku justru kembali merebahkan diri di ranjang.
Tubuhku rasanya lelah padahal aku belum melakukan kegiatan apapun.
Suara merdu Justin Timberlake menyanyikan lagu favoritku itu membuatku menggeram.
Siapa pula yang menghubungiku pagi-pagi begini.
"Ada apa?" ketusku setelah melihat nama Mbak Senna tertera di layar ponsel.
"Kenapa bicaramu ketus sekali. Kau tak ingin mendengar kabar bahagia ini," balas Mbak Senna juga tak kalah ketus.
Aku mendumel dalam hati. Suasana hatiku benar-benar seburuk ini.
"Ada apa, mbak?" tanyaku lagi berusaha untuk merendahkan suaraku. Namun ya gagal.
"Komikmu akan mulai dicetak minggu depan,"
Sayangnya aku tidak begitu antusias mendengar kabar baik itu.
"Oh ya, baiklah kalau begitu," balasku datar.
Pasti Mbak Senna sedang mengerutkan keningnya, heran melihatku menjawab tanpa ada antusias sama sekali.
"Sepertinya kau sedang banyak pikiran. Aku tutup. Istirahatlah," lanjutnya lalu langsung memutuskan sambungan telepon, tanpa menunggu jawaban dariku.
Beruntung Mbak Senna tidak bertanya lebih lanjut ada apa denganku.
Aku juga tak mengerti ada apa denganku sebenarnya.
Aku menghempaskan ponselku begitu saja di atas ranjang. Lalu memejamkan mata. Aku harus berusaha mengingat kembali malam tadi. Sehingga aku bisa menyelesaikan kesalahpahaman antara aku dan Christian.
Di dalam kepalaku, aku ingat setelah sampai di rumah, Christian melempar tubuhku dengan kasarnya ke atas ranjang.
Lalu setelah itu, Christian ingin meninggalkan aku sendiri tapi sepertinya aku menahan tangannya.
Ha ingatan macam apa ini. Apa aku sudah jadi seagresif itu ya. Astaga, tidak dapat dipercaya.
Kemudian apalagi yang terjadi. Aku mengerutkan kening semakin dalam. Mencoba dengan keras mengingat kejadian apalagi setelah aku menahan tangan Christian.
Tiba-tiba aku membuka kedua mataku dan langsung terduduk dengan tegang.
Aku ingat sekarang.
Setelah aku menahan tangan Christian, aku menarik tubuhnya hingga ke atas ranjang. Lalu aku menindih tubuhnya yang berarti aku ada di atas Christian.
Aku ingat, aku mengatakan sesuatu padanya. Kira-kira seperti inilah yang kukatakan pada Christian.
"Hei, pria tampan. Kau terlihat sangat tampan tapi juga begitu berbahaya. Aku harus bagaimana," ocehku saat itu.
Astaga, alkohol memang tidak baik untukku. Aku memang tidak boleh lagi minum itu.
Christian saat itu tidak menggubrisku, malah dia berusaha untuk menyingkirkan tubuhku yang dengan rusuh berada di atasnya.
Tapi karena aku sudah kehilangan akal sehatku, aku pun menahan kedua tangan Christian dengan kuat agar dia tidak bisa bergerak lagi.
"Kenapa kau diam saja? Ah benar juga. Sepertinya aku merasa tidak asing denganmu. Kau terlihat seperti Christian Waters yang sangat menyebalkan itu," lanjutku sambil terkekeh padanya.
Aku tidak bisa melihat jelas bagaimana raut wajah Christian karena lampu kamar yang tidak dinyalakan.
Ah jika aku mengatakan hal seperti itu saat ini, pasti Christian akan memberikan tatapan galaknya padaku.
"Namun, apa kau tau. Aku sangat menyukai Christian Waters yang saat ini begitu baik padaku. Dulu aku sangat membencinya, tapi saat ini aku tak ingin berpisah darinya,"
Aku menjambak rambutku dengan pelan. Ternyata aku benar-benar sudah kehilangan semua harga diriku.
"Katakan padaku. Kau ini Christian Waters yang baik atau yang jahat? Jika kau Christian Waters yang jahat, aku akan mengusirmu dari kamarku," aku cekikikan kecil sembari mencubit-cubit pipi Christian.
Aku sungguh menganga tak percaya. Benarkah itu yang kulakukan. Oh Tuhan, tolong selamatkanlah aku.
Aku bangkit berdiri dan berjalan mondar-mandir karena rasanya ingatanku semakin jelas. Semakin jelas menunjukkan bahwa aku cukup kurang ajar pada Christian.
"Kenapa kau diam saja. Ayo jawab aku. Kau Christian Waters yang baik kan,"
Christian memang hanya diam saja. Tidak sekalipun membalas perkataanku. Aku tak tau dia memandangiku bagaimana.
"Karena kau diam saja. Maka akan aku anggap jika kau adalah Christian yang baik hati. Jadi aku punya satu kejutan untukmu,"
Ha. Ini dia kejutan itu. Inilah alasannya kenapa aku bisa sampai memakai baju tidur transparan dan super seksi ini.
Aku yang saat itu menindih tubuh Christian, kemudian bangkit dan berjalan terhuyung-huyung menuju lemari baju, dan ya begitulah akhirnya.
Setelah aku mengganti bajuku, aku pergi lagi kesisi Christian.
Tapi sebelumnya aku menghidupkan lampu tidur, agar dia bisa melihat penampilanku.
Karena kepalaku rasanya melayang, aku benar-benar tak tau bagaimana raut wajah Christian. Apa dia hanya datar dan tetap tenang, atau mungkin dia terlihat gusar atau bagaimana. Aku sama sekali tidak tau. Tak ada gambaran mengenai hal itu.
Setelah itu aku naik lagi ke atas tubuhnya.
"Bagaimana? Apa kau suka? Ini pertama kalinya aku memakai baju ini,"
Oh aku ingat. Setelah melihatku berpakaian berani seperti itu, Christian membalikkan tubuhku. Jadi aku berada di bawahnya dan dia ada di atasku.
Dan ya selanjutnya seperti yang kupikirkan. Kami berciuman, lalu dia mengusap dengan lembut seluruh tubuhku.
"Aku menyukainya, Hazel. Kau terlihat begitu seksi," bisik Christian ditelingaku.
Kalimat itulah yang baru aku dengar dari bibirnya.
Setelah itu kejadian apalagi yang telah terjadi. Sepertinya karena aku benar-benar sudah di atas awan, sentuhan Christian, efek alkohol yang masih terasa membuatku merasa melayang tinggi.
Itu membuatku semakin melantur. Dalam bayanganku itu, aku melihat Christian juga melihat Liam di waktu yang bersamaan.
"Semakin aku melihatmu, aku jadi semakin melihat Liam pada dirimu, Christian. Semakin kau menyentuhku, aku seperti merasakan jika Liam juga turut menyentuhku. Dan itu membuatku gila karena aku semakin merindukan Liam,"
JEDUAARRR!!!!!
Inilah yang menyebabkan kesalahpahaman antara aku dan Christian.
Aku beberapa kali memukul kepalaku yang sangat bodoh ini. Kenapa aku bisa mengatakan hal sensitif seperti itu. Ya Tuhan. Kenapa aku begitu kejam pada Christian.
Dia dan Liam sungguh berbeda. Aku tak seharusnya menyamakannya atau membandingkan keduanya.
Aku ingat jelas, setelah itu Christian menghentikan aktivitasnya, lalu berbicara dengan dingin padaku.
"Katakan. Katakan sekali lagi, apa yang baru saja ucapkan,"
Aku dengan santainya mengucapkan, "Aku merindukan Liam. Kau membuatku semakin merindukannya. Jadi bisakah kau sentuh aku lagi, agar aku bisa mengingat bagaimana saat-saat Liam juga menyentuhku,"
Setelah itu aku muntah di baju Christian lalu pingsan begitu saja. Itulah akhir tragedi tadi malam.
Aku menghentikan langkahku. Pantas Christian marah sekali. Dia mendengar apa yang tertanam di alam bawah sadarku. Tentu itu sangat membuatnya frustasi.
Dia pasti tak pernah terpikirkan aku akan mengatakan hal sekejam itu. Tapi mau bagaimana lagi, alam bawah sadarku mengatakan jika aku memang merindukan Liam, dan itu kuutarakan pada Christian. Yang namanya alam bawah sadar itu tak pernah berdusta, bukan.
Tentu Christian pada akhirnya akan berpikir jika aku mempermainkan hatinya. Sungguh sebenarnya bukan itu maksudku.
Seperti yang Christian katakan, bahwa aku sebenarnya masih terjebak dengan Liam di dalam hatiku. Untuk itu aku membutuhkan Christian agar aku bisa lepas darinya.
Dan saat aku mulai melupakan Liam, aku justru minum minuman yang paling berbahaya hingga membangkitkan lagi alam bawah sadarku yang dengan lantang mengatakan bahwa aku merindukan sosok Liam.
Aku benar-benar sudah gila. Karena kejadian yang sangat mengejutkanku dalam 6 bulan terakhir ini membuat ingatanku jadi tumpang tindih. Sebagian masih memikirkan Liam, sebagian lagi membuat ingatan baru bersama Christian.
Dan ya beginilah aku berakhir sekarang. Menyakiti Liam, juga menyakiti Christian.
Jika aku memang tidak jatuh cinta padanya, harusnya aku tidak memberikan harapan apapun pada Christian.
Tapi dalam hatiku mengatakan, bahwa aku sudah memiliki perasaan untuk Christian.
Aku harus bicara dengan Christian. Dia harus tau bagaimana perasaanku. Aku tak ingin perasaan bimbangku ini menyakiti ku, menyakiti Liam yang sudah mati, juga menyakiti Christian.
Walaupun aku masih butuh waktu untuk benar-benar melepaskan Liam. Tapi aku yakin Christian bisa membantuku.
Walaupun aku masih samar-samar merasakan kehadiranku dalam hidupnya Christian. Tapi aku tak akan menyerah.
Aku tau jika Christian orang yang hangat dan pengertian. Dia hanya kesepian terlebih aku merenggut salah satu orang yang berharga untuknya, Liam.
Aku menatap jam di dinding dengan tatapan hampa. Semoga Christian masih ada di rumah. Aku sudah pernah katakan jika akhir pekan pun Christian akan berada di perusahaannya untuk bekerja.
Aku ingin kesalahpahaman ini selesai hari ini juga.Tak bisa menunda, karena ini hanya akan membuatku semakin uring-uringan dan berpikiran yang tidak-tidak.
Rasanya hal ini menekan dadaku dengan kuat. Kuatnya sama seperti jika kau menyelam begitu dalam di lautan lepas.
Aku buru-buru melepaskan baju haram ini, lalu menggantinya dengan kaus dan celana pendek.
Dan berlari keluar kamar, menuruni anak tangga dengan cepat. Di dalam kepalaku rasanya memutar begitu banyak kata-kata yang akan ku sampaikan pada Christian, tapi belum ada satupun yang tepat dan pas.
Aku celingak-celinguk melihat ke sekeliling rumah. Di mana Christian.
"Selamat pagi, Nona Hazel," Brams menyapaku dengan lembut.
"Ah ya, pagi Brams. Apa kau melihat Christian?" tanyaku langsung sambil mataku dengan liar melihat lagi ke seisi ruangan.
"Tuan Muda sedang berada di kolam renang," jawab Brams singkat.
Aku dengan langkah cepat dan gemetar menuju halaman belakang rumah, yang terdapat kolam renang dan beberapa gazebo. Jika ingin bersantai, di gazebo itu adalah pilihan yang tepat.