Hatiku jadi gelisah memikirkan ucapan Christian. Dia tadi berbicara sungguh-sungguh. Seolah apa yang dia katakan akan menjadi kenyataan.
Aku melirik Christian dari sudut mataku. Bibirnya yang tipis masih menyunggingkan senyum mempesona kepada para tamu undangan.
Ya, saat ini kami sedang berada dipesta ulang tahun itu. Tapi aku yang semula bersemangat menghadiri acaranya, kini sudah tak mempedulikannya lagi.
Perasaan campur aduk menghinggapi dadaku. Sekalipun Christian mengatakan bahwa dia tadi berbicara asal, tapi aku tidak mempercayainya. Bibirnya bisa saja mengatakan kebohongan, tapi matanya tidak.
Christian pasti mengatakan hal tadi karena itu terus mengganggunya, dan dia mengatakannya dengan raut wajah penuh keseriusan.
"Hazel....."
Aku ingin tau kenapa Christian mengatakan hal tadi, lalu memintaku melupakan apa yang dikatakannya. Aku juga ingin ada didekatnya, tapi dia seharusnya tak perlu mengatakan bahwa dia akan pergi meninggalkanku.
Kalau dia juga ikut pergi, lalu aku bersama dengan siapa? Bukankah dia seharusnya juga ikut membawaku bersamanya.
Terus apa maksudnya tadi. Tak peduli apakah aku mencintainya atau tidak, dia hanya ingin aku ada disampingnya. Apa dia tak peduli bagaimana perasaanku sebenarnya?
Tapi bagaimana sebenarnya perasaanku itu?
"Hazel..."
Christian menyikut siku tangan kananku.
"Ah iya, ada apa?" balasku gelagapan.
Aku terlalu sibuk dengan pikiranku hingga tak kusadari jika Christian sudah memanggil namaku berulang kali.
"Apa kau merasa tak enak badan?" tanya Christian setelah melihatku banyak melamun.
"Ya sedikit pusing. Mungkin karena keramaian ini," jawabku jujur. Aku hanya ingin pergi sejenak dari situasi ini.
Dari saat aku dan Christian memasuki gedung pesta ini, kami sudah menarik semua perhatian. Banyak yang tidak menyangka, seorang Christian Waters menggandeng seseorang yang mereka pikir tak mungkin terjadi.
Aku tak terlalu memikirkan hal itu, karena didalam kepalaku masih terngiang-ngiang kejadian sewaktu berada di kamarku tadi.
"Istirahatlah. Duduk disana. Aku akan menemuimu nanti," Christian menunjuk sebuah tempat yang berada disudut ruangan, tempat itu tidak mencolok sehingga tidak ada orang disana. Tempat yang benar-benar tidak kelihatan sekalipun orang-orang melihatnya.
Aku mengangguk singkat, kepalaku terasa berkunang-kunang ketika aku melangkahkan kakiku.
Rasanya seluruh dunia ini berguncang dan aku hampir saja terjatuh, hingga sebuah tangan menahan pinggangku.
"Apa kita pulang saja? Kau terlihat pucat," intonasi suara Christian yang terdengar khawatir membuatku sedikit merasa lebih baik. Oh dia sungguh perhatian dengan kondisiku.
Aku menggeleng, "Tidak. Ini adalah acaramu. Jangan tinggalkan. Aku akan baik-baik saja setelah istirahat sejenak,"
Christian terlihat ragu, lalu menghela napas panjang. "Baiklah. Ayo aku antar kau kesana,"
Christian menuntunku berjalan ketempat yang ditunjuknya tadi. Tangannya yang besar dan hangat, menggenggam tanganku begitu nyaman.
"Duduklah disini. Jangan kemana-mana. Jangan sembarangan menerima minuman dari orang lain. Hubungi aku jika terjadi sesuatu. Kau mendengarku, Hazel?" celoteh Christian memberikan proteksi lebih pada diriku.
Anggukan kepala singkat dariku menandakan aku menanggapi ucapannya.
"Tunggu aku. Aku akan segera kembali," ucap Christian sembari mengecup singkat keningku.
Oh tidak. Ini terlalu membuatku merasa nyaman, dan merasa dilindungi. Christian tidak seharusnya memberikan perhatian terlalu berlebihan jika tidak ingin aku jatuh cinta padanya.
"Christian-"
Belum sempat aku melanjutkan ucapanku, seseorang yang mengaku sebagai sekretaris Presiden Direktur Waters ini menyela. Ini adalah kedua kali ku bertemu dengannya.
Christian mengangguk serius setelah mendapatkan pemberitahuan dari sekretarisnya. Aku samar-samar mendengar hal itu. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan Christian.
"Kau tak apa aku tinggal disini?" tanya Christian sekali lagi memastikan bahwa aku akan baik-baik saja.
Aku tersenyum simpul, lalu menarik tengkuk Christian mendekat.
Cup... Kuberikan satu kecupan singkat dibibir tipisnya yang saat ini sedang berkerut karena khawatir.
"Aku baik-baik saja. Pergilah. Jika sesuatu terjadi aku akan segera menghubungimu,"
Christian mendekatkan lagi bibirnya padaku siap membalas kecupan singkat tadi. Tapi gerakannya terhenti saat suara deheman keras dari sekretarisnya, menandakan bahwa Christian harus menahan keinginannya itu.
Christian berdecak kesal, lalu menatap tajam pada pria yang tingginya hampir sama dengan Christian.
"Kita harus cepat," selanya tidak takut dengan amarah Christian yang mungkin bisa terlepas.
Christian masih menunjukkan kekesalannya. Namun ketika dia beralih menatapku, sikapnya jadi melunak.
Dia mengusapkan singkat jarinya dipipiku. Lalu berbalik dan berjalan menjauh dari diriku. Karena kalau terus-terusan disana, yang ada dia tidak jadi bertemu dengan seseorang yang disebutkan 'penting' itu.
Aku menghela napas panjang, lalu menyandarkan kepalaku disandaran sofa yang sama empuknya dengan sofa yang ada di rumah.
Memejamkan mataku, untuk menghalau denyutan dikepalaku yang rasanya semakin intens.
"Kau datang juga rupanya,"
Sialan. Tak bisakah orang-orang membiarkanku tenang sedikit? Kenapa ada saja orang menyebalkan hari ini. Baru saja beberapa detik aku merasa damai. Kini sudah terusik lagi.
"Apa kau datang bersama dengan Tuan Muda keluarga Waters?"
Aku membuka mata dengan perlahan. Aku tau siapa yang berbicara.
"Aku bahkan lebih terkejut melihatmu ada disini. Dengan siapa lagi kau melintah? Ah apa mungkin dari jajaran Direksi keluarga Waters?" sindirku pedas.
Yang ada didepanku ini adalah orang yang telah memfitnahku.
"Kenapa? Kau takut merasa tersaingi?"
Apa? Merasa tersaingi? Aku tertawa terpingkal mendengar ucapan lucu itu.
"Kau tau aku dengan siapa, bukan? Apa menurutmu ada lagi yang berkuasa daripada Christian?"
Seketika dia terdiam. Seberapa keras dia mendekati seorang keluarga Waters atau siapapun itu dari jajaran Direksi perusahaan Christian, tetap tidak akan merubah fakta bahwa Christian ada dilevel tertinggi.
"Kau bisa bicara seperti itu, karena ada Christian yang mendukungmu. Kau telah menghancurkan karirku. Kau pikir aku bisa tinggal diam setelah diperlakukan begitu?" ujarnya meradang.
Aku tertawa mengejek. "Kau menyalahkan orang lain atas kesalahanmu sendiri. Apa pengalaman tidak pernah memberikanmu pelajaran. Kau seharusnya sadar jika kau salah, bukan malah membalikkan fakta," balasku semakin memanas-manasi dia.
Kepalaku yang tadinya berdenyut, seketika jadi segar kembali. Rasanya menyenangkan membalas ucapan seorang bermuka dua ini.
"Beraninya kau," katanya sambil mengangkat tangan dan mengayunkannya kearah pipiku.
PATSS!!!
Aku menangkap tangannya. Dia pikir dia bisa menindasku seenak hatinya. Aku bukan orang yang menerima begitu saja perlakuan buruk dari orang lain. Christian adalah pengecualian.
"Kau pikir kau merasa hebat setelah hampir membuatku dipecat dari perusahaan? Kini kau menerima balasan dari perbuatanmu. Sebaiknya kau banyak-banyak berdo'a minta pengampunan. Kalau tidak ingin hidupmu semakin sengsara,"
Dia meringis sakit saat aku mencengkram tangannya dengan sangat kuat. Lalu kuhentakkan tangannya, hingga dia mundur beberapa langkah.
"Jika kau melakukan sesuatu padaku. Maka Christian yang akan membalasnya. Kau tentu tak ingin hal itu terjadi kan. Karena Christian bisa dengan mudah menghancurkanmu," ancamku.
'Maafkan aku telah menggunakan namamu, Christian. Tapi ini untuk keselamatanku,' batinku meminta maaf pada Tuan Muda Waters. Kalau tidak ada Christian yang mendukungku, aku tidak mungkin bisa sangat percaya diri dalam mengintimidasinya.
"Jadi lebih baik kau lupakan pembalasan dendam mu padaku. Sebelum itu menjadi bumerang untukmu sendiri,"
Aku tersenyum menang. Dia tak berkutik lagi. Wajahnya penuh amarah, dagunya berkerut karena tak bisa melampiaskan amarahnya.
Tangannya mengepal kuat disisi tubuhnya.
"Pergilah, jika kau tak ingin Christian menemukanmu disini, dan dia berpikir bahwa kau telah menyakitiku,"
Tanpa bisa membalas satupun perkataanku, dia pergi begitu saja. Entah kenapa dia bisa sampai dipesta ini, yang jelas aku tak ingin berurusan dengannya.
Aku yakin dia akan memahami ancamanku tadi. Ya anggap saja sekalian aku menyelamatkannya dari kemarahan Christian.
Aku sendiri pun takut jika Christian kehilangan kendali.
Tubuhku serasa ringan lagi. Begitu juga hatiku. Wah tiba-tiba saja ini terasa begitu melegakan.
Saatnya untuk mencari Christian dimana sekarang. Aku berjalan masuk kembali kedalam kerumunan. Bermacam-macam pembicaraan terdengar ditelingaku, mulai dari bisnis hingga kehidupan pribadi.
Ya bagaimana tidak, mereka berbicara begitu santai dan menikmati berbagai hidangan mulai dari dessert hingga sampanye.
Eh. Sialan aku melupakan sesuatu. Christian tidak boleh minum alkohol.
Aku semakin mempercepat langkah mencari dimana Christian, seluruh sudut gedung pesta ini telah kususuri tapi tetap tidak kutemukan.
Aku pun keluar dari gedung. Mataku dengan liar mencari-cari sosok tinggi dan sangat mencolok itu, tapi tetap juga tak menemukannya. Sepanjang lorong dilantai yang sama dengan gedung pesta kususuri tapi tetap juga tak tau dia dimana. Mana mungkin aku cari keseluruh bagian hotel mewah ini kan.
Hingga aku melewati sebuah ruangan yang bertuliskan VIP ROOM. Dari dalamnya aku mendengar ada suara tawa. Tapi hanya samar-samar saja.
Sepertinya Christian ada didalam.