Setelah mengatakan hal-hal menyakitkan seperti tadi, Christian berlalu dari hadapanku.
Matanya masih menunjukkan kabut kemarahan, yang tak bisa kuredam.
"Akhhh!!"
Aku membatu saat mendengar teriakan Christian yang sama seperti di wahana bermain tadi.
"Christian!!"
Aku berlari kearah Christian yang saat ini tengah berpegangan pada pegangan tangga. Christian memegangi lagi bagian dada kirinya.
"Hei. Ada apa?" tanyaku panik yang spontan langsung memegang tangannya.
Christian menepis kasar tanganku, "Pergilah. Jangan pedulikan aku!"
Aduh. Aku mengeluh dalam hati, dia ini kenapa keras kepala sekali sih.
"Aku bantu kau sampai ke kamar," tawarku sambil meraih lagi lengannya.
Christian menatap tajam padaku. "Aku sudah katakan tadi. Pergilah, jangan pedulikan aku. Apa kau tak bisa memahami kalimatku?"
Sabar, aku harus sabar. Christian tengah temperamen saat ini.
"Aku akan pergi setelah melihatmu masuk ke kamar. Jadi aku tak akan khawatir lagi,"
Christian tidak memperdulikanku, lalu menuruni beberapa anak tangga lagi dan berbelok kearah kamarnya yang berada dilantai 2.
Aku mengejar Christian, yang bahkan jalan tertatih-tatih karena menahan sakit dibagian dadanya.
"Berhenti mengikuti, Hazel" pekiknya marah, berbalik badan dan kembali memandangku dengan galak.
Tapi aku tidak menciut sedikit pun malah balas memandangnya.
Melihat aku yang tak gentar, Christian tak lagi berteriak padaku. Dia kemudian berbalik kedepan dan berjalan masuk ke kamarnya.
Sebelum aku sempat bicara padanya, Christian telah menutup pintu.
Tok...tok...tok...
"Christian, apa kau yakin kau baik-baik saja? Apa kau ingin makan atau minum sesuatu? Aku akan ambilkan untukmu,"
Aku kembali membujuk Christian agar dia mau bicara padaku.
Ceklek
"Demi Tuhan, Hazel. Bisakah kau tinggalkan aku sendiri?"
Aku terlonjak kaget saat pintu kamar Christian terbuka tiba-tiba lalu memunculkan sosok yang sedari tadi kupanggil.
"Tapi-"
Christian terlihat jengah dengan alasanku. Tentu saja begitu. Saat ini aku terlalu banyak bicara, yang semakin menegaskan dia bahwa aku berpura-pura peduli padanya.
"Lebih baik kau kembali ke kamarmu sekarang. Aku tidak menjamin aku tidak melakukan sesuatu padamu," ancamnya setelah itu menutup pintu dengan keras didepanku.
Aku menghela napas, sedih karena ternyata sihir kebahagiaanku telah berakhir.
Bukannya membuat Christian senang, aku malah membuat Christian jadi kembali benci padaku.
Karena Christian yang tak ingin melihatku sekarang, lebih baik aku kembali ke kamarku saja. Merenungi perbuatanku dan juga mengingat kembali ucapan-ucapan Christian.
Dengan langkah gontai dan tak bersemangat aku masuk kekamarku yang berada tepat disamping kamarnya.
Ya kamarku dan kamar Christian berada berdampingan. Jadi tak sulit bagiku jika ingin memeriksa kondisi Christian.
Ceklek
Aku membuka pintu dan menutupnya kembali, berdiri bersandar dibelakang pintu, dan menangis lagi.
Saat ini, hanya Christian yang aku punya. Baik dia hanya menganggapku sebagai mainannya atau yang lain. Tanpa sadar aku jadi bergantung padanya dan tak ingin kehilangannya.
Mungkin Christian yang temperamen seperti itu karena masa lalu yang sulit untuknya.
Tapi dari saat aku dan dia berada di wahana bermain tadi aku menyadari satu hal, bahwa Christian memang orang yang hangat.
Cukup sudah aku kehilangan Liam, kali ini aku juga tak ingin kehilangan Christian. Untuk itu aku mati-matian berusaha agar dia tidak benci lagi padaku.
Apa sesuatu telah terjadi pada diriku. Aku harus bagaimana sekarang, Christian tampak sangat marah padaku.
Aku harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki kesalahan ini. Apa aku coba mengajaknya untuk makan malam lagi ya, seperti yang dia rencanakan hari ini.
Aku berjalan lunglai dan merebahkan diriku diatas ranjang yang begitu empuk ini. Menatap langit-langit kamarku yang juga dipasangi lampu gantung namun tidak terlalu mewah.
Dering ponsel membangunkan lamunanku. Dengan malas aku mengambilnya dari dalam tas yang aku pakai tadi.
Tanpa melihat siapa yang menghubungi, aku langsung mengangkatnya
"Ya?" kataku malas
Siapapun orang yang menghubungiku saat ini sangat tidak tepat. Karena sudah membangun singa yang tengah tertidur. Keadaanku tengah kalut, jadi aku tak ingin siapapun menggangguku.
"Kau sudah memperbaikinya, bukan?"
Ah suara ini. Aku tau siapa yang berbicara diujung sana. Aku memutar bola mata dan menghela napas.
"Belum," jawabku pendek.
Terdengar helaan napas panjang darinya, "Kenapa belum juga? Kau tau ini sudah masuk tenggat kan. Apa ada lagi yang terjadi padamu? Atau ini ada hubungannya dengan Christian?" ocehnya panjang lebar. Dia pasti tengah kesal saat ini.
Setelah kejadian hari ini, aku mana ada lagi semangat untuk mengubah alur ceritanya.
Ternyata Christian cukup berpengaruh dalam perubahan suasana hatiku.
"Mbak. Aku pasti akan mengubahnya, tapi tidak untuk saat ini. Aku akan menepati perkataanku,"
Mbak Senna tidak punya pilihan lagi. Percuma jika aku memaksakan ingin mengubahnya. Itu tidak akan berjalan lancar mengingat kondisiku saat ini sangat buruk. Semakin dipaksakan, hasilnya juga tidak akan baik.
"Baiklah,"
Setelah jawaban singkat itu, aku menutup ponsel dan melemparnya begitu saja.
Masih kulempar disekitar ranjang. Jadi masih aman dan tidak akan rusak.
Apa Christian sudah tidur? Apa aku coba periksa keadaannya ya. Tapi kalau dia ternyata masih terjaga dan melihatku ada didalam kamarnya. Apa yang harus aku katakan padanya.
Aku sangat mengerti jika segala sesuatunya kadang tidak berjalan sesuai keinginan kita. Setelah semua itu yang bisa kita lakukan adalah menerima hal-hal dengan ikhlas baik itu mudah ataupun sulit.
Termasuk dengan terjebaknya aku bersama Christian. Selama 6 bulan ini aku belajar untuk menerima apa yang terjadi dalam hidupku. Mungkin ini memang jalan agar aku bisa menebus kesalahanku akibat kelalaianku yang menyebabkan Liam meninggal.
Anggap saja aku menerima hukuman yang Tuhan berikan padaku melalui Christian. Tapi setelah hari ini, bolehkah aku meminta lebih pada Tuhan jika aku ingin bersama Christian lebih lama.
Tapi bagaimana jika Tuhan berkehendak lain? Setiap kali aku meminta sesuatu secara berlebihan, seketika itu juga Tuhan tidak memberikannya padaku.
Lalu apakah aku akan membiarkan ini berakhir begitu saja? Kenapa rasanya banyak hal yang mengganjal berkaitan dengan pria itu.
Hari demi hari akan berlalu. Baik dirasakan atau tidak. Waktu bergulir begitu saja. Tau-tau sudah berakhir.
Apa Christian memang tak percaya sama sekali dengan yang kukatakan? Sampai dia bahkan enggan mendengar penjelasanku.
Ah sialan. Aku benci berada dalam situasi ini.
Aku bangkit dari tidurku, sebelum aku berubah pikiran aku akan menemui Christian.
Dengan langkah terburu dan desiran panas didalam tubuhku aku menuju kamarnya.
Ketika berada didepan pintunya aku kembali ragu.
'Tidak tidak tidak. Aku hanya akan melihat kondisinya, lalu pergi' batinku meyakinkan diri.
Aku memutar kenop pintu dengan sangat perlahan. Aku yakin Christian pasti sudah tidur.
Aku menjulurkan kepalaku untuk melihat situasi di kamarnya. Christian tak pernah tidur dengan lampu mati, dia selalu menyalakannya. Mungkin dia memiliki trauma akan gelap.
Setelah memastikan keadaan aman, aku masuk ke kamarnya, lalu menutup lagi pintu dengan sangat pelan dan gerakan penuh hati-hati.
Wah trik ini bisa digunakan saat akan mengendap-endap ke rumah seseorang. Persis seperti yang aku lakukan saat ini.
Aku berjalan berjinjit demi tidak menimbulkan suara karena benar Christian sudah tertidur.
Saat berada disampingnya, aku dengan gugup memandangi wajahnya yang tenang walaupun sedikit pucat.
Aku takut-takut menempelkan tanganku untuk memeriksa tubuhnya apakah dia demam lagi atau tidak.
Beruntung Christian tidak bergerak saat tanganku menyentuh kulitnya, mungkin dia tidak terasa saking pulasnya dia tertidur.
Aku pun duduk ditepian ranjangnya sambil memperhatikan dia yang tidur seperti orang mati.
Wajahnya tampak tidak berdaya dan menampilkan sisi polosnya.
"Kau lucu jika sedang tidur. Tapi sayangnya ketika bangun kau seperti binatang buas. Liar dan tak terkendali," lirihku sambil cekikikan kecil.
Setelah melihatnya aku pun jadi ikut mengantuk. Wah apa-apaan diriku ini. Benarkah Christian mempengaruhi perubahan suasana hatiku. Secepat ini aku mengantuk padahal tadi mataku terang benderang.
Aku tak ingin kembali ke kamar. Untuk malam ini saja, aku ingin tidur disampingnya.
Aku tau kau membenciku. Tapi aku merasa nyaman berada disampingmu. Jadi biarkan aku merasakan kenyamanan itu lagi malam ini.
Aku berjanji akan bangun sebelum kau bangun esok hari.
Aku bangun dan berjalan memutar sisi ranjang satunya lagi. Naik keatas ranjang dengan perlahan agar tidak membangunkan Christian.
Membaringkan tubuhku disampingnya, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuhku agar tidak kedinginan.
Aku memutar tubuhku kesamping, menghadapnya. Benar, ini terasa sangat nyaman.
Maafkan aku. Aku terlihat seperti wanita jalang saat ini.
Sebelum tidur, aku sempatkan tanganku untuk mengusap pipi Christian, lalu bergumam kecil.
"Selamat malam. Maafkan keegoisanku, Christian,"