"Tolong tinggalkan kami berdua, Nona Hazel" ucap Brams yang terdengar gemetar namun berusaha untuk menutupinya.
Aku menolak. Aku tak ingin pergi, aku ingin tau apa yang terjadi pada Christian. Juga aku tak rela jika harus menjauh.
"Tapi-"
"Hazel, tolong tinggalkan kami berdua" Christian memotong ucapanku. Saat bicara saja napasnya seperti sulit terdengar bunyi 'ngik' dan alisnya berkerut. Kenapa dia bisa sampai sesakit itu? Apa dia itu sebenarnya alergi alkohol? Tapi tidak ditemukan bintik atau apapun yang mengindikasikan dia alergi alkohol.
Aku menghela napas, akhirnya mengalah. "Baiklah, panggil aku jika kau butuh sesuatu,"
Christian hanya mengangguk lemah, begitu juga Brams yang tampak diam namun terlihat sangat khawatir. Rahangnya mengeras seolah dia sedang menahan sesuatu yang bergejolak didalam dirinya.
Aku berjalan dengan pelan, berharap Christian akan menghentikanku dan memintaku untuk tetap disampingnya. Tapi sampai saat aku berhenti didepan pintu, dia hanya diam dengan mata yang menatap sayu padaku.
Aku memutar kenop pintu, keluar dari kamar yang rasanya membuat dadaku sesak, lalu kembali menutup pintu.
Aku penasaran. Apa ada sesuatu yang disembunyikan olehnya, hingga aku tak boleh tau? Kenapa Brams bisa menjadi sepanik itu? Aku belum pernah melihatnya begitu. Karena Brams itu sangat tenang dalam menghadapi apapun.
Aku menempelkan telingaku ke daun pintu, berharap bisa mendengar sesuatu yang sedang mereka bicarakan.
'Ah sial. sepertinya pintu ini terlalu tebal. Aku tak bisa mendengar apapun,' batinku menendang kecil pintu yang berwarna putih itu.
Semakin aku memikirkan apa yang terjadi pada Christian, semakin hatiku gelisah tak menentu. Mungkin karena ini pertama kalinya aku melihatnya seperti tadi, hingga kupikir dia mengalami sesuatu.
Selama ini aku selalu melihat Christian dengan tubuh bugarnya, dengan wajahnya yang begitu segar, tapi malam ini aku menyaksikan keadaan yang sangat berbanding terbalik dengan yang biasanya aku lihat. Itu jadi menimbulkan pertanyaan dalam diriku.
Dia tadi sedang tidak mabuk. Aku tau, dia tidak sedang dalam keadaan tidak sadar. Lalu apa artinya wajah pucat dan tubuhnya yang panas itu. Juga detakan jantungnya yang 2 kali lipat lebih cepat dan juga keras. Berdebum-debum bagaikan saat seseorang memainkan alat musik drum.
Aku berpikir keras mencari jawabannya, namun tidak ada yang terlintas didalam kepalaku.
"Kupikir lebih baik aku membuatkannya teh hijau agar dia lebih tenang," gumamku lalu berlari menuruni tangga,
Aku tau, kesukaannya adalah teh hijau buatanku. Ya aku tau jika teh hijau cukup bagus sebagai antioksidan dan baik untuk jantung. Maka dari itu aku selalu membeli stok teh hijau jika kehabisan stoknya.
Semoga saja perasaannya akan membaik setelah minum teh hijau buatanku.
'Christian. Aku sungguh gelisah memikirkanmu,' batinku mengeluh.
Aku pergi ke dapur dan menyiapkan segala hal untuk membuat secangkir teh hijau.
Beruntung aku telah menyelesaikan naskah akhir dari komik buatanku, dan itu sudah kuserahkan pada Mbak Senna sebagai editorku. Jadi saat ini aku bisa fokus untuk menjaga Christian yang tengah sakit.
Setelah melakukan langkah demi langkah, aku pun selesai membuatnya. Entah kenapa perasaanku jadi senang memikirkan seorang Tuan Muda Christian menikmati teh hijau ini.
Aku mendadak tersenyum sendiri. Duh aku mulai gila. Kenapa aku bisa merasa sangat senang padahal ini hanya tindakan kecil yang biasanya aku lakukan untuknya.
Aku membawa secangkir teh hijau itu dengan perasaan gembira dan senyum yang tak lepas dari bibirku. Berjalan menaiki tangga sambil bersiul pelan, lalu dengan perasaan gugup ketika sampai didepan pintu kamar Christian.
Sejenak aku ragu-ragu untuk memutar kenop pintu, takut aku mengganggu percakapan antara Christian dan Brams. Tapi aku meyakinkan diri, aku akan langsung pergi setelah memberikannya teh hijau ini.
Aku menarik napas dan membuangnya dari mulut, jantungku berdetak kencang, dengan pelan aku memutar kenop pintu.
Pintu pun terbuka sedikit, disaat itulah aku baru bisa mendengar pembicaraan antara mereka berdua.
"Saya harap Tuan Muda tidak melakukan tindakan bodoh seperti ini lagi. Anda tau jika itu tidak baik untuk kesehatan Anda. Tapi kenapa masih melakukannya juga,"
Brams terdengar memarahi Christian karena 'Tindakan bodoh' yang dia lakukan. Apakah itu maksudnya minum alkohol?
Aku yang tadi hendak masuk, jadi menahan langkahku. Aku ingin tau apa yang Christian ucapkan.
"Saya hanya ingin, Tuan Muda lebih memperhatikan lagi kesehatan Anda. Apa mungkin ada sesuatu yang menggangu Tuan Muda?" tanya Brams lagi yang masih belum mendapatkan respon dari Christian.
Hah? Apa benar ada sesuatu terjadi padanya?
"Tidak ada. Aku pergi hanya untuk menghilangkan stress. Aku tidak minum terlalu banyak, Brams. Aku tau itu tidak baik. Tapi aku ingin melarikan diri sejenak," setiap kata yang diucapkan Christian kenapa terdengar begitu menyakitkan.
Kalau dia memang tidak bisa minum alkohol ya kenapa dia harus minum. Apalagi dia katakan untuk menghilangkan stress. Apa yang sebenarnya ada didalam kepalanya.
Kalau dengan minum alkohol membuat tubuhnya sakit, kenapa dia harus rela menahan rasa sakit itu. Bukankah itu memang tindakan yang sangat bodoh.
"Apapun alasannya, tolong Anda tidak perlu seperti itu lagi. Saya sangat khawatir sesuatu terjadi. Dan juga tolong Anda perhatikan jadwal minum obat-"
"Hazel, apa yang kau lakukan disana?"
Christian baru saja memotong ucapan Brams. Aku yakin dia melakukannya dengan sengaja setelah melihatku yang menguping disini. Christian memang menyembunyikan sesuatu. Minum obat? Obat apa yang dimaksudkan oleh Brams? Kenapa dia harus minum obat itu?
Ah sudahlah, aku sekarang sudah ketahuan tengah menguping pembicaraan mereka. Rasanya sangat memalukan.
"Kemarilah, Hazel. Untuk apa kau berdiri disana?" ujar Christian lagi memanggilku.
Aku menelan ludah dan membuka pintu lebih lebar agar aku bisa masuk.
"Aku membawakanmu teh hijau ini," balasku sambil nyengir. Karena tatapan tajam dari Brams tertuju padaku.
Ah apa Brams takut jika aku mendengar pembicaraan mereka barusan.
"Terima kasih. Maaf, aku sudah merepotkanmu. Kemarilah, aku akan meminumnya"
Aku berjalan pelan, dan memegang nampan berisi teh hijau itu dengan kuat, lalu meletakkannya diatas meja didekat lampu tidur.
"Brams. Nanti kita bicara lagi. Aku tidak akan lagi membuatmu khawatir"
Brams mengangguk, "Baiklah kalau begitu. Saya mohon kepada Nona Hazel. Kedepannya jangan biarkan Tuan Muda untuk minum alkohol lagi. Itu tidak baik untuk kesehatannya,"
Aku hanya mengangguk dan tersenyum kikuk,
"Brams, dia tak tau jika aku pergi hari ini. Jangan melibatkannya," balas Christian seperti tidak terima hal ini terjadi atas kesalahanku.
"Maaf jika Tuan Muda tidak berkenan. Tapi saya hanya ingin meminta bantuan Nona Hazel untuk memperhatikan kesehatan Tuan Muda,"
"Aku sama sekali tak masalah. Aku akan membantumu, Brams. Maaf aku tidak tau tentang hal itu," selaku cepat sebelum Christian membalas ucapan Brams dan terjadilah adu mulut.
"Terima kasih, Nona Hazel. Silahkan beristirahat, saya akan datang lagi besok,"
Aku dan Christian mengangguk bersamaan, lalu memperhatikan Brams yang keluar dari kamar hingga dia menutup pintu.
"Maaf, aku telah membuatmu berada dalam kesulitan"
Aku duduk dipinggiran ranjang dan menatap Christian. "Tidak apa. Lagipula itu juga sudah jadi tanggungjawabku selagi masih terikat perjanjian,"
Christian tersenyum simpul.
"Apa kau sudah merasa lebih baik?" tanyaku memastikan
Dia mengangguk, "Ya. Itu berkatmu"
Aku tertawa kecil, "Aku tidak melakukan apapun"
"Kau tadi menggenggam tanganku sampai Brams datang, kan" potong Christian.
Lalu dia melanjutkan, "Setidaknya itulah yang membuatku bisa bertahan"
Aku mengusap pipinya, suhu tubuhnya sudah normal kembali. "Aku hanya merasa sangat khawatir sesuatu terjadi padamu. Maksudku, kau sudah tidak pulang selama 3 hari ini. Juga tak mengatakan apapun, aku hanya berpikir jika kau sedang menghindariku,"
"Katakan saja jika kau merindukanku" kekeh Christian.
Christian menggenggam tanganku yang berada dipipinya, "Akhir-akhir ini aku memiliki banyak pekerjaan. Jadi tak sempat untuk menghubungimu. Aku takut jika aku pulang akan menggangu waktu istirahatmu. Tidak berniat untuk mengindarimu. Baiklah aku minta maaf membuatmu terkejut sewaktu di kantor hari itu,"
Aku tercengang. Ini bukan seperti Christian yang sombong seperti biasa. Ini Christian yang lain. Sejak kapan seorang Tuan Muda Waters bisa mengucapkan kata 'maaf' saat harga dirinya yang tinggi itu menolak untuk mengucapkannya.
"Christian. Apa wanita-wanita itu sudah mencuci otakmu? Kau sangat berbeda dari biasanya. Kemana perginya sifat angkuhmu itu?" tanyaku polos.
Seketika Christian jadi tertawa terbahak-bahak. Lalu menarikku kedalam pelukannya.
"Entahlah. Aku tak tau apa yang terjadi padaku," balasnya sambil cekikikan kecil dan mengusap-usap punggungku. "Malam ini bisakah kau tidur disini?"
Aku berdehem singkat. Mengiyakan permintaannya.
"Kenapa hari ini kau tak memarahiku? Biasanya kau selalu emosi melihatku" celotehku asal.
"Mungkin karena aku sedang tidak berdaya?"
Aku mendadak tertawa, "Aku sungguh khawatir sesuatu terjadi padamu. Kalau kau tak bisa minum alkohol, kenapa kau harus meminumnya?"
"Hazel. Aku sungguh tidak apa-apa. Hanya alergi alkohol saja. Bukan masalah besar. Kau begitu peduli padaku, apa karena itu bagian dari tanggungjawabmu?"
Aku tersentak kaget lalu spontan mendorongnya, menatap matanya yang juga menatapku.
"A-apa maksudmu? Aku tidak begitu,"
Ya aku memang khawatir karena alasan yang aku belum tau pasti. Tapi jujur aku memang tak ingin sesuatu terjadi padanya. Ini tidak ada hubungannya dengan tanggungjawab ku atas kematian Liam.
"Maaf, lebih baik kita tidur sekarang," gumamnya sambil kembali memelukku. Sepertinya dia sedang tak ingin bertengkar denganku.
"Kupikir kau membenciku, Christian" lirihku pelan sebelum akhirnya aku menutup mataku. Detakan jantungnya yang sudah normal kembali membuatku nyaman, pelukannya yang melindungiku itu membuatku merasa bahwa dia memang sedang melindungiku.
Samar-samar aku masih mendengar Christian bicara. Tapi aku terlalu lelah untuk membuka mata dan bertanya padanya apa yang dia bicarakan.