"Jadi wahana apa dulu yang ingin kita mainkan?"
Aku memutar-mutar pandanganku menyisir setiap wahana yang sangat seru itu.
"Aku tidak suka naik wahana yang ekstrim," sahut Christian datar.
Sontak aku melihatnya, dengan alis mata berkerut aku berseru padanya, "Tidak seru kalau tidak naik wahana ekstrim. Tidak memacu adrenalin"
Aku mendadak terkekeh, "Atau kau sebenarnya takut kan? Makanya kau bilang tidak suka,"
Christian tampak tidak terima dengan kata-kataku. "Siapa yang bilang aku tidak berani? Aku hanya tidak suka,"
Aku menatapnya aneh. Ada pula orang yang tidak suka wahana-wahana yang bisa memacu adrenalin.
"Tapi aku ingin,"
"Ya sudah kau sendiri saja. Aku akan menunggumu disini,"
Apa-apaan ini. Katanya dia ingin menghiburku. Tapi malah dia tak ikut bermain bersamaku.
"Hazel, bukannya aku tak ingin menemanimu. Tapi itu terlalu sulit untukku. Aku tak bisa bermain wahana yang bisa menyebabkan detak jantungku tak beraturan. Jadi aku akan menunggumu disini selagi kau bermain. Atau kita bermain yang lain saja,"
Christian sangat serius sangat mengatakan kalimat penyesalan tadi. Raut wajahnya juga menunjukkan bahwa dia benar-benar merasa tak nyaman jika harus bermain wahana yang sangat memabukkan dan bikin jantungan.
Aku jadi tak tega jika harus memaksa Christian, walaupun aku penasaran kenapa sebenarnya dia tak boleh naik wahana begitu, tapi aku tak punya hak untuk menanyakannya.
"Kalau begitu kita bermain yang lain saja," ucapku sedih.
Aku berjalan melewatinya untuk melihat-lihat kira-kira permainan seru apa yang bisa dimainkan walaupun tidak memacu adrenalin.
GREB!!
Christian menahan tanganku, "Hazel, aku tak ingin ketidakmampuanku bermain wahana ekstrim itu jadi membuatmu sedih dan kecewa. Lagipula kau masih bisa menikmatinya sendiri tanpaku,"
Eh itu bukan maksudku. "Tidak tidak tidak. Aku tak bisa menikmatinya dengan baik kalau kau tidak ada. Kita kesini untuk sama-sama menghibur diri kan. Lagipula aku sama sekali tak masalah jika tak bisa. Tak usah terlalu dipikirkan,"
"Baiklah jika begitu"
Christian melepaskan genggamannya, lalu berjalan berdampingan disebelahku.
Tiba-tiba aku menjadi sangat antusias dan melihat sebuah tenda permainan tembak-menembak. Aku tak pernah menang saat bermain yang satu ini.
"Christian, ayo bermain itu," kataku spontan merangkul tangannya dan membawanya ikut melangkah ke tenda yang aku maksud.
Christian yang pasrah hanya ikut saja apa yang aku katakan.
Petugas yang menjaga permainan itu memberikan kami dua pistol mainan. Harus menembak dengan tepat kaleng-kaleng yang menjadi sasarannya. Setelah semua kaleng itu jatuh baru bisa mendapatkan sebuah boneka beruang yang cukup besar.
"Siapa yang tidak bisa menjatuhkan semua kaleng itu, dia akan mentraktir untuk makan malam," tantangku dengan angkuh yang hanya dibalas dengan anggukan kepala singkat dari Christian.
Aku mengambil ancang-ancang, mengatur posisi yang pas untuk menembak. Aku punya firasat yang kurang bagus untuk ini karena aku sejujurnya tak bisa menembak dengan tepat sasaran.
Aku melihat Christian yang berada disebelahku dengan raut wajah santai dan tenangnya, seolah ini bukan hal besar untuknya.
'Cih, sangat angkuh sekali' batinku meledek Christian.
PRANG!! PRANG!! PRANG!!!
Aku melongo terkejut tak percaya jika Christian semudah itu menjatuhkan semua kaleng yang ada.
Aku sampai mengucek mata, apakah yang aku lihat ini adalah nyata atau tidak.
Christian tersenyum angkuh padaku, membuatnya semakin besar kepala. Matanya menantangku yang sepertinya dia tau jika aku tidak bisa.
Petugas yang menjaga tenda itu pun sampai dibuat menganga tak percaya.
"Ini sangat mudah untukku. Sekarang giliranmu," bisiknya ditelingaku dan menghembuskan napasnya. Aku merinding sekujur tubuh.
"Dasar besar kepala. Aku juga bisa," balasku tak kalah sombong.
Christian hanya menatapku dengan pandangan matanya yang menjengkelkan seolah memang ingin mempermainkanku.
Aku dengan cepat menembakkan peluru ke kaleng-kaleng itu, tapi hanya 2 peluru yang mengenai dari 8 kaleng yang ada.
Christian cekikikan sambil membelakangiku. Tak enak hati karena menertawakanku.
Aku mengembalikan pistol ke petugasnya, lalu si petugas ingin memberikan sebuah boneka beruang sesuai aturannya pada Christian.
"Berikan saja padanya," katanya masih tertawa memegangi perutnya dan menunjuk kearahku.
Aku dengan cepat mengambil boneka itu, mengucapkan terima kasih dan berlalu meninggalkan Christian yang masih terpingkal.
Perasaan aku sedang tidak membuat lelucon, kok bisa dia tertawa seperti orang kesurupan. Semakin menyebalkan.
Dengan wajah menahan kesal aku meninggalkannya. Tapi seketika aku melihat kebelakang. Dia sudah tidak ada disana. Aku mendadak jadi panik karena tak menemukan dia. Mataku berputar ke sekeliling tapi tidak juga menemukannya.
Kemana perginya Christian. Mataku sudah setajam elang pun tidak juga bisa menemukannya.
Napasku memburu, jantungku berpacu secepat kuda berlari. Tanganku mendadak gemetar, pikiran macam-macam pun mulai datang. Jangan katakan dia seperti yang terakhir kali di kelab malam.
"Aku disini, Hazel"
Aku memekik kaget dan seketika memutar arah kesumber suara. Mataku langsung melotot marah padanya.
"Kau ini kenapa menghilang tiba-tiba," ujarku sengit. Rasanya sangat menyebalkan. Kupikir terjadi sesuatu ternyata tiba-tiba dia ada dibelakangku.
"Aku ingin memberikan ini padamu," jawabnya polos sembari memberikan beberapa balon berwarna-warni.
Aku jadi semakin jengkel, "Kau pikir aku anak-anak? Siapa juga yang suka dikasih balon," pekikku semakin marah.
Membuatku jadi darah tinggi. Pulang dari sini aku akan memeriksa tekanan darahku.
"Maaf. Aku tak bermaksud membuatmu jadi kesal dan marah. Ini aku berikan balon untukmu," lanjutnya masih cekikikan. Sengaja meledekku.
"Apa bagimu itu terasa menyenangkan mempermainkanku? Selalu saja begitu," ucapku mendadak semakin emosi dan mengungkit lagi kejadian kemarin-kemarin.
"Hazel, aku tak berniat untuk mempermainkanmu. Apa kau tak suka caraku menghiburmu? Aku juga tak berniat untuk meledekmu. Hanya saja aku tak bisa menahan diriku untuk tidak tertawa saat aku mengerjaimu"
Christian memanggil beberapa bocah yang sedang bermain-main disekitar mereka. Memberikan balon-balon itu pada mereka dan mereka menerimanya dengan senang hati.
Bukannya aku tak suka bagaimana Christian menyenangkanku. Tapi menyebalkan. Ibaratnya senang diatas penderitaan orang lain.
"Baiklah, baiklah. Aku tidak akan melakukannya lagi. Jangan merengut, kau terlihat semakin jelek," ujar Christian mengacak-acak rambutku dengan gemas.
"Christian, kenapa kau jahat sekali," balasku sambil melempar boneka beruang itu padanya.
Christian semakin tertawa kencang, aku yang melihatnya mendadak jadi senang sekali.
Christian begitu lepas dan terlihat sangat bahagia.
Aku tidak ingin kehilangan momen ini. Aku mengambil ponselku dan diam-diam memotret dirinya yang sedang tertawa sambil memegang boneka beruang itu.
'Sangat tampan,' batinku terpesona.
Buru-buru aku menyimpan kembali ponselku, daripada nanti Christian meledekku lagi jika dia tau aku memotretnya diam-diam.
Semoga kebahagiaan ini bisa bertahan setidaknya setelah kami meninggalkan tempat ini.
"Ayo kita bermain yang lain lagi," ajaknya lagi merangkul lenganku.
"Itu saja bagaimana?" tunjukku ke sebuah permainan kuda-kudaan yang berputar-putar itu.
Christian dengan kerennya menaikkan sebelah alisnya, "Baiklah jika kau ingin"
Aku mengangguk senang dan menghampiri permainan yang sudah tak asing lagi. Christian berbicara pada petugasnya lalu membiarkan aku dan Christian masuk ke arena dan naik ke salah satu kuda yang kosong.
Sudah sebesar ini masih saja naik wahana untuk anak-anak.
Ah tapi aku tidak peduli. Toh tidak ada urusannya dengan orang lain.
Hal-hal seperti ini mungkin tidak akan bisa aku rasakan lagi kedepannya. Jadi aku hanya ingin menikmati setiap waktu yang kuhabiskan juga bersama dengannya.
Aku melihat Christian tengah menatapku sambil tersenyum simpul memegangi boneka beruang itu kuat-kuat didadanya.
Entah kenapa rasanya begitu hangat saat aku melihat Christian bisa tertawa seperti tadi.
Terlepas dari sikapnya yang menyebalkan tapi dia mungkin tidak se-jahat yang aku pikir diawal-awal kami bertemu.
Kuda-kuda itu sudah memutar beberapa kali, hingga akhirnya berhenti. Aku dan Christian pun turun.
"Ayo kita minum dulu,"
Aku mengajaknya ke sebuah gerai jualan makanan dan minuman ringan. Karena aku tidak suka makanan dan minuman manis, jadi hanya memesan air putih saja. Pun Christian juga begitu.
"Setelah ini kita akan main apa lagi?"
Christian tampak berpikir lalu menyebutkan satu permainan yang juga aku suka.
Aku mengangguk antusias dan dengan cepat menghabiskan air putihku.
Walaupun hari sudah semakin sore, tapi tak menyurutkan niatku untuk bermain.
Pengunjung-pengunjung yang lain juga tampak sangat menikmatinya. Bahkan teriakan para pengunjung yang menaiki wahana ekstrim itu sampai terdengar ditelingaku.
Mendengarnya saja membuat jantungku berdegup-degup ikut merasakan sensasinya.
Sangat menyenangkan sekali