"Kau punya rencana apa hari ini?"
Aku terlonjak kaget saat tiba-tiba Christian memelukku dari belakang.
Tadi pagi kulihat dia masih tidur maka dari itu aku bangun lebih dulu.
"Kau sudah merasa lebih baik?" ucapku balas bertanya
Aku selalu suka balkon di kamar Christian. Karena pemandangan yang terlihat itu bukan lagi perumahan-perumahan mewah dengan lantai yang bertingkat-tingkat. Tapi sebuah danau kecil yang begitu damai dan tenang.
Christian mengangguk singkat. "Jadi kau punya rencana apa hari ini?"
Aku sangat tak terbiasa dengan Christian yang begini. Aku lebih suka adu mulut dengannya. Bisakah seseorang berubah hanya dalam satu malam.
"Christian, aku merasa kau berbeda dari biasanya," aku pun mengajukan protes padanya.
Bukannya aku tak suka dia begini. Tapi ini sangat aneh untukku. Christian begitu membenciku, dan dia melakukan sesuatu yang sangat berbeda dari biasanya. Tentu aku merasa risih dan tak nyaman.
"Hazel, aku hanya ingin bersikap lebih baik padamu. Hanya tinggal 3 bulan lagi kan perjanjian kita. Apa aku bahkan tak bisa untuk lebih dekat denganmu" jawab Christian lembut.
Hah? Apa yang barusan dia katakan. Apa dia masih sakit?
Aku memutar tubuhku dan meletakkan punggung tanganku dikeningnya. Tidak panas, sudah normal.
"Apa kau bercanda dengan yang kau katakan barusan?" tanyaku menyelidik.
Christian menggeleng, "Tidak. Aku hanya berpikir mungkin kita bisa menghabiskan waktu yang tinggal tersisa 3 bulan ini. Membuat sebuah kenangan. Ya anggap saja itu sebagai bentuk penebusanku atas sikap-sikapku yang dulu. Kau minta padaku untuk bersikap dengan benar padamu,"
"Tolong tampar aku," pintaku asal.
Christian tampak bingung,
"Iya, tolong tampar aku. Aku pasti saat ini sedang bermimpi kan. Kau tidak mungkin bisa mengatakan hal-hal keren seperti tadi," sambarku polos.
Christian tertawa kecil. Menampilkan gigi gingsul yang sangat memikat itu.
"Kau ini ada-ada saja. Aku serius, Hazel. Sekarang semuanya bergantung padamu. Kau ingin menerima niat baikku atau kau lebih nyaman jika kita seperti dulu lagi"
Christian mengacak-acak rambutku. Aku belum pernah merasa sedekat ini dengannya.
"Ya kupikir tidak ada salahnya kita menggunakan sisa waktu ini,"
Christian mengusap pipiku lembut, "Terima kasih. Aku senang kau menerima niatku. Juga terima kasih karena tadi malam sudah datang menolongku,"
Seketika pipiku merasakan panas, aku yakin wajahku memerah saat ini. Perubahan sikap Christian sangat mendadak, membuatku jadi gugup menerimanya.
Tok...tok..tok...
"Sarapan sudah siap. Mohon untuk Tuan Muda dan Nona Hazel agar turun menikmatinya,"
Christian menggenggam tanganku, "Ayo kita ke bawah sebelum Brams mengomel"
Aku tertawa mendengar lelucon garingnya itu. Tapi diam-diam aku merasa senang, tangannya yang hangat dan besar begitu pas menggenggam tanganku.
Ini rasanya berbeda saat Liam yang menggenggamnya. Aku justru merasa sangat nyaman saat bersama dengan Christian.
Aku dan Christian pun turun dan menuju meja makan. Sarapan super sehat yang dimasak oleh koki profesional sudah menjadi rutinitas baruku.
Sepertinya ini demi gaya hidup sehat sang Tuan Muda Waters.
"Hmmm," Brams berdehem keras setelah melihatku dan Christian saling berpegangan tangan.
"Santai saja, Brams" ujar Christian dengan cuek menanggapi Brams.
Aku pun melepaskan genggamannya ditanganku. Walaupun aku senang tapi aku perlu waktu membiasakan diri untuk ini. Lagipula aku tak ingin melibatkan perasaan apapun.
"Kau belum menjawab pertanyaanku. Kau punya rencana apa hari ini?"
Aku terkekeh, "Maaf aku lupa. Hari ini hanya ingin bertemu dengan Mbak Senna. Naskah akhir ku sudah kukirimkan padanya, dan dia memintaku untuk menemuinya hari ini. Sepertinya ada yang ingin dia diskusikan denganku"
Christian mengangguk mengerti sambil mengunyah salad buah dimulutnya.
"Setelah itu?" tanyanya
"Belum ada rencana apapun," balasku pendek.
Ya aku memang belum memutuskan akan melakukan apa setelah bertemu dengan Mbak Senna.
"Bagus. Kau ikut aku saja nanti"
Ini perubahan baru lagi. Aku tau ini akhir pekan, dan biasanya baik diakhir pekan pun, Christian selalu mengutamakan pekerjaannya.
"Kau kan biasanya bekerja" cetusku langsung.
Christian mendadak berhenti makan dan menatapku, "Aku sudah katakan padamu. Aku ingin jadi lebih baik untukmu. Jadi terima saja apapun yang aku lakukan,"
Matanya menunjukkan ketulusan. Ketulusan itu baru pertama ini aku melihatnya. Aku bertanya-tanya apakah mungkin dia sudah jatuh cinta padaku hingga memutuskan untuk berbuat baik padaku?
"Apa kau jatuh cinta padaku?" pertanyaan tak tau malu itu terlontar begitu saja dari bibirku. Tanpa aku pikirkan dulu akibatnya yang mungkin bisa mempermalukanku.
"Ahh. Maafkan aku. Aku hanya bicara melantur," lanjutku jadi super malu.
"Kenapa? Kau begitu percaya diri saat mengatakannya tadi"
Aku langsung memandang Christian dengan sengit. Bisa-bisanya dia malah mempermainkanku.
"Kenapa kau harus mengatakan bahwa aku percaya diri. Itu sangat memalukan, kau tau." aku mengerucutkan bibir dan dengan malas menyendokkan makanan kedalam mulutku.
"Hazel, anggap saja begini. Aku hanya punya waktu untuk hidup sekitar 3 bulan lagi. Aku tak ingin jatuh cinta pada siapapun untuk menghindari rasa sakit saat-saat aku akan pergi. Tapi bukan berarti aku ingin menghabiskan waktu 3 bulanku dengan datar-datar saja. Untuk itu, memilihmu sebagai pasanganku untuk melakukan banyak aktivitas adalah pilihan yang tepat. Aku tak akan jatuh cinta padamu. Percuma aku jatuh cinta padamu, saat kau masih mencintai Liam,"
DEG!!!!
Rasanya tepat mengenai hatiku. Mendadak seluruh darahku berhenti mengalir mendengarnya mengatakan bahwa aku masih mencintai Liam. Mungkin memang benar aku masih mencintainya, tapi aku rasa hal itu berbeda saat ini, saat aku bersama dengan Christian.
Atau apa yang sebenarnya tengah kurasakan? Atau aku berpikir bahwa aku masih mencintai Liam, padahal sebenarnya sudah tidak lagi?
Ahh aku sungguh tidak mengerti ini.
"Tenang saja. Tidak akan ada apapun yang terjadi diantara kita. Hubungan kita murni karena perjanjian yang aku buat. Jadi selama sisa waktu itu, bersenang-senanglah bersamaku"
Pikiranku tiba-tiba kosong. Yang ada hanya ucapan-ucapan manis dari Christian yang membuat hatiku senang dan kupu-kupu dalam perutku berterbangan.
"Baiklah" jawabku singkat.
Christian tampak tersenyum lebar dan melanjutkan kembali sarapannya.
Namun kenapa Christian harus mengandaikan dirinya punya sisa waktu hidup sebentar lagi. Seolah mengatakan bahwa dia memang tinggal sebentar lagi didunia ini.
Ah itu tidak benar kan.
Aku memperhatikannya dalam diam. Dia sudah selesai sarapan dan saatnya minum vitamin.
Aku penasaran, aku merasa jika itu bukan vitamin biasa. Bukan hanya satu macam vitamin, tapi ada beberapa lagi. Apakah baik-baik saja mengkonsumsi sebanyak itu?
"Vitaminmu sudah mau habis. Kapan kau akan memesannya lagi?" tanyaku tiba-tiba setelah melihat botol vitamin itu yang tinggal sisa beberapa butir lagi.
"Nanti aku akan memesannya,"
Aku mengangguk-anggukkan kepalaku tanda mengerti namun tidak melepaskan pandanganku darinya.
"Christian" panggilku lagi.
"Ya?"
Dia menoleh kearahku. Biasanya saat sarapan aku tak pernah bicara satu katapun dengannya. Tapi hari ini sungguh-sungguh berbeda.
Melihatnya yang begitu seksi berada dihadapanku, aku jadi tak bisa menahan pikiran kotor dalam kepalaku. Jakunnya yang naik turun saat dia menelan ludah membuatnya jadi 100 kali lipat tampak seksi.
Bibirnya yang mengatup rapat benar-benar sangat menggiurkan.
Astaga, aku sudah berpikiran mesum tentang pria ini. Apa aku jadi terlihat seperti wanita murahan?
Kenapa dia begitu menggoda, aku tak tahan ingin mengecup bibirnya.
"Hazel, ada apa? Kau memikirkan apa?" tanya Christian cengengesan. "Apa kau memikirkan hal mesum tentangku?" godanya lagi.
Aku seketika memerah dan menghindari kontak mata dengannya.
'Sialan. Bisa-bisanya dia menebak isi pikiranku'
"Jangan bicara sembarangan, mana mungkin aku seperti itu," elakku sambil mengipas-ngipaskan wajahku yang panas.
Aku buru-buru mengambil air putih dan meneguknya hingga tandas. Pokoknya Christian jangan sampai tau bahwa aku memang memikirkan hal yang dewasa tentangnya.
"Jujur saja padaku, Hazel"
Mata cokelat gelap itu memandangku dengan lembut dan penuh perhatian. "Apa kau tau, matamu itu sangat indah. Jika aku adalah orang yang polos dan baru pertama kali melihatmu, aku mungkin akan langsung mengiyakan apapun permintaanmu, Christian. Jadi bisakah kau jangan memandangku begitu karena itu akan melemahkan pendirianku"
Tapi pertemuan pertamaku dengannya bukanlah pertemuan yang baik.
"Kau sangat jujur pada dirimu sendiri. Aku menyukainya,"