"Apa menurutmu akhir ceritanya tidak terlalu memaksakan?"
Aku saat ini tengah berdiskusi dengan Mbak Senna mengenai akhir kisah dari komik romantis yang aku buat. Komik ini sebenarnya telah mendapatkan hak cetak. Tapi karena bagian akhir cerita belum selesai, maka dari itu belum bisa untuk dicetak.
"Jadi harusnya bagaimana? Aku memang sedikit memaksakan akhirnya,"
Aku kembali merenungi akhir kisah ini. Akhir kisah yang aku buat dengan akhir yang sedih. Pemeran utama wanitanya pergi meninggalkan si pemeran utama pria.
Tapi menurutku itu adalah ide yang terbaik, jika mereka memaksakan terus bersama hanya akan menimbulkan perselisihan, dan perkelahian yang tidak ada habisnya.
Mereka itu bagaikan air dan minyak yang tidak mungkin bisa bersatu. Jadi ketika dipaksakan bersatu yang ada hanyalah kehancuran untuk keduanya.
"Rasanya tidak adil. Walaupun mereka berdua berpisah, ya setidaknya ada sesuatu yang membuat keduanya memiliki akhir yang indah. Misal dengan si pemeran utama wanita mendapatkan pasangan baru, atau si pemeran utama pria belajar mengintrospeksi diri dan menerima kekurangannya. Rasanya jika kau mengatakan, 'oh ya sudah mereka berpisah', itu kurang mengena. Mungkin sebaiknya ada alternatif akhir yang lain untuk keduanya,"
Aku mengerutkan kening. Benar juga apa yang dikatakan Mbak Senna. Setidaknya aku harus memberikan harapan bahwa hidup untuk kedua pemeran utama itu akan lebih baik.
Sebenarnya aku hanya ingin realistis saja. Rasanya terlalu mengada-ada baik untuk si wanita, karena jika sudah berada diusia kepala 3 jenuh untuk berhubungan tanpa adanya keseriusan dan kejelasan. Sedangkan untuk si pria bisa belajar dari kesalahannya. Secara dalam karakter ini, pemeran utama pria itu memiliki sifat egois yang sudah mendarah daging, tidak suka ditentang dan tidak suka dibantah. Semuanya harus berdasarkan pada keinginannya. Rasanya sulit untuk mengubah sifat tersebut.
Mengingat jika banyak dikehidupan nyata tidak seperti itu. Tapi bagaimana dengan Christian? Dia bisa berubah hanya dalam semalam saja.
Ah, kenapa aku jadi memikirkan dia.
Ya ini kan hanya cerita saja. Sepertinya tidak ada masalah untuk membuatnya terlihat berbeda dari kenyataannya.
"Kalau begitu tidak ada sisi tragisnya," cetusku.
Mbak Senna terlihat menghela napas, "Sepertinya kau sangat tidak ingin melihat tokoh utamanya pada bahagia. Saat-saat para pembacamu meminta akhir yang khusus untuk mereka berdua apalagi bagi si tokoh utama wanita. Dari awal kau sudah membuat si tokoh wanita sengsara, merasakan segala kepahitan dalam hidupnya. Apa salahnya jika diakhir dia bisa menemukan pasangan yang baik untuknya,"
Mbak Senna justru terlihat sangat tidak terima dengan akhir yang aku buat.
"Ya sudahlah, aku akan mengubahnya nanti," ucapku setengah-setengah.
Mbak Senna mengangguk senang, "Pastikan kau mengubah ini. Karena akhir cerita sangat berpengaruh,"
"Ya, ya, aku paham" balasku acuh.
Mbak Senna mendadak serius dan menatapku dalam-dalam.
"Hazel, kau sudah sampai ditahap ini. Hanya tinggal sedikit lagi, kau bisa menerbitkan komikmu sendiri. Bukankah itu impianmu selama ini? Kau selalu mengatakan padaku jika kau tak puas hanya dikirim melalui daring. Jadi aku minta padamu, kau berikanlah yang terbaik akan karyamu. Itu akan semakin memudahkanmu untuk mencetak karya-karya lainnya,"
Aku tertegun. Ah iya benar, ini adalah karya pertamaku yang dicetak. Sehingga para pembacaku bisa membeli komiknya, tanpa harus membacanya dari internet lagi. Seharusnya aku memberikan yang terbaik untuk hal ini seperti yang dikatakan oleh Mbak Senna.
"Maaf, aku akan berusaha lebih baik lagi," ujarku datar.
"Baiklah, aku menantikannya. Jika kau bingung, coba tanyakan saja pada Christian. Bukankah dia sudah banyak membantumu"
Mbak Senna lalu bangkit berdiri, dan berjalan pergi begitu saja.
Aku jadi teringat lagi. Christian juga suka membaca buku. Salah satu anak perusahaannya adalah perusahaan penerbit yang sudah tidak diragukan lagi, menerbitkan buku-buku terbaik dan penjualannya selalu pecah.
Christian jugalah yang menjadi sponsor untuk komik yang aku buat ini. Awalnya aku menolak jika perusahaan dia yang harus menerbitkannya, aku merasa tak percaya diri mengingat perusahaan itu sangatlah besar sedangkan karyaku tidak ada apa-apanya.
Tapi Christian justru mengatakan padaku, bahwa aku memiliki potensi, dan dia ingin aku bekerja sama dengannya.
Terlebih Christian menyukai gambar buatanku.
Sebenarnya dia secara tidak sengaja terlibat dengan semua ini. Jika diingat kembali, peristiwa itu yang mengantarkan aku sampai ketitik dimana aku bisa menerbitkan komikku sendiri.
Saat itu aku hampir saja dipecat dari perusahaan. Aku dituduh melakukan plagiat akan komikku yang saat ini kutulis. Padahal aku tidak melakukannya. Yang membuatku syok itu adalah temanku sendiri dengan teganya mengatakan bahwa aku menjiplak ide darinya. Memang ada beberapa alur yang terkesan mirip, tapi aku yakin jika dia lah yang meniruku.
Christian yang waktu itu menjemputku untuk pulang kerja bersamanya, mendengar bahwa aku terkena tuduhan itu, dan entah dia sedang baik hati atau bagaimana dia membantuku menemukan bukti bahwa karyaku adalah asli buatanku dan bukan plagiat.
Sejak itu, Christian selalu membantuku untuk masalah ini. Lambat laun hubunganku dan Christian diketahui oleh rekan-rekanku, dan demi meningkatkan kualitas perusahaan, maka pihak perusahaanku pun banyak meminta kerjasama dengannya. Hingga dia memutuskan ingin menerbitkan komikku yang sebenarnya cerita yang biasa saja.
Tentu itu berita baik untuk perusahaan. Secara baru ini mereka bisa langsung bekerja sama dengan perusahaan sekelas milik keluarga Waters. Aku pun seketika menjadi primadona mereka, mereka juga turut membicarakan betapa keren dan tampannya seorang Christian Waters, tak pelak membuat beberapa pasang mata memandang dengki padaku.
Aku pernah bertanya pada Christian mengapa dia ingin menerbitkan komikku? Karena ternyata dia juga sudah lama membacanya.
Awalnya dia hanya iseng saja mencari-cari komik disebuah website khusus untuk komik, lalu menemukan komik milikku. Dia suka dari segi ceritanya, katanya aku benar-benar menuliskan sesuatu yang berdasarkan fakta. Aku juga tidak menggunakan nama pena, sehingga dia mudah untuk mengenali karyaku.
Sebuah hubungan antara pria dan wanita, diusia dewasa begitu banyak rintangan yang harus mereka lalui, faktor internal dan eksternal yang rasanya menjadi titik pusat masalah diantara mereka. Ditambah dengan perbedaan prinsip dan kepribadian. Juga berbagai permasalahan hidup baik si tokoh utama wanita dan pria.
Semua masalah kompleks itu membuat Christian menyukai alur cerita komikku. Bukan hanya tentang percintaan biasa.
Padahal aku sama sekali tak memasukkan unsur komedi didalamnya. Benar-benar sangat gelap dan realistis.
Aku juga sempat membaca komentar mengenai alur ceritanya yang katanya begitu menyakitkan, bahkan ada yang terang-terangan mengatakan berhenti membacanya.
Aku menghela napas. Tahap akhir ini adalah yang paling tersulit. Sebelumnya aku juga sudah beberapa kali membuat komik dengan genre yang berbeda, namun hasilnya tidak memuaskan seperti yang sekarang ini.
Aku menyandarkan kepalaku disandaran kursi, menutup mataku, kepalaku rasanya berdenyut-denyut.
"Sepertinya kau sedang kalut, Hazel,"
Suara berat dan ciri khas seringai saat dia berbicara. Aku bisa membayangkannya itu siapa.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanyaku membuka mata dan melihat sosok Christian dengan sangat tampan dan berkarisma duduk dihadapanku.
"Senna menghubungiku, mengatakan bahwa kau tengah berperang dengan dirimu sendiri menentukan akhir kisah komikmu"
Christian mengambil lembaran kertas yang ada diatas meja dan membaca bagian akhirnya.
"Jika kau kesulitan, katakan padaku. Toh aku juga suka membacanya. Aku hanya akan memberikan saran sebagai pembaca,"
Christian dengan tenang membaca setiap dialog antara si tokoh utama pria dan wanita, saat-saat mereka berpisah disebuah taman yang sering mereka datangi. Dengan berat hati si wanita memutuskan hubungan dengan si pria yang tak mungkin akan berhasil.
Lalu si wanita pergi dengan diiringi dinginnya angin musim gugur dan daun-daun maple yang berjatuhan.
"Kau bisa menambahkan alternatif ending dibagian akhir. Seperti chapter khusus untuk akhir dari masing-masing mereka. Aku juga setuju dengan yang dikatakan oleh Senna. Tadi dia sudah menceritakan garis besarnya padaku. Mungkin seperti itu akan membuat para pembaca lega, dan tidak lagi menduga-duga bagaimana kisah hidup si wanita setelah mereka berpisah atau bagaimana kisah hidup si pria setelah mereka berpisah,"
Mengapa Christian dengan mudahnya menenangkan hatiku yang tengah kalut ini. Seperti yang dikatakan Christian, daripada membuat pembaca semakin penasaran dengan perjalanan hidup si tokoh utama, lebih baik jelaskan saja dibagian chapter khusus.
Saran dari Christian itu sangat berguna.
"Katakan sejujurnya padaku. Apa komik ini memang sebagus itu dimatamu?"
Pertanyaan itu terlontar begitu mulus dari bibirku. Christian tampak tenang dengan senyuman diwajahnya dia menjawab, "Aku sangat menyukainya, terlepas dari apakah ini berakhir sedih atau bahagia, aku menyukai alur ceritanya. Tidak berlarut-larut juga selalu ada kejadian tidak terduga. Mungkin selanjutnya kau bisa membuat cerita dengan genre misteri. Itu cocok untukmu," balasnya setengah meledekku setengah serius.
"Sialan," sambarku datar.
Sepertinya Christian adalah penggemar garis keras komik ini. Aku senang akan hal itu.
"Terima kasih, karena selalu mendukungku" ujarku pelan namun dia tersenyum dan mengangguk.
"Kau harus membayar semua itu dengan jadi pelayan pribadiku. Sudah beberapa hari kau tidak masuk kerja," guraunya kembali menggodaku.
Aku tertawa terpingkal, ternyata dia masih sama saja suka menyiksaku.