Chereads / Just About Us (Move To New Link) / Chapter 4 - I'm Sorry, I Love You Part 4

Chapter 4 - I'm Sorry, I Love You Part 4

6 bulan lalu

"Apa kau benar dengan Hazel Grace Scott?"

Aku menatap aneh kepada seorang pria tinggi nan tampan yang entah datang dari mana tiba-tiba menanyakan namaku. Aku yakin, aku belum pernah bertemu dengannya sebelum ini. Aku sungguh yakin.

"Y-ya," jawabku sedikit gugup tanpa memandang matanya yang tengah menatapku dengan pandangan intimidasi itu. Garis rahangnya menjelaskan bahwa pria itu begitu dingin dan tanpa belas kasihan. Keningnya yang berkerut samar, dan matanya tak melepaskanku dari pandangannya.

Aku merasa gerah. Entah siapa pria ini, aku tak mengenalnya. Aku bangkit berdiri, hendak meninggalkan pria itu sebelum dia bertanya yang macam-macam lagi. Sebelum aku jadi semakin jauh berbicara dengannya.

Aku dengan cepat membereskan buku catatan juga laptopku, dengan tergesa memasukkannya kedalam tas. Aku tak akan menjadi waspada seperti ini, jika pria didepanku tidak menatapku terus-terusan. Itu menambah kepanikanku.

Ketika sudah memasukkan semua barang, aku memutar tubuh, namun ketika aku ingin melangkahkan kaki, lenganku sudah ditahan olehnya. Aku sontak memberikan tatapan marah padanya.

"Anda ini siapa? Lepaskan saya!" pintaku tanpa membesarkan suaraku. Beberapa pelanggan lain juga mulai melihatku dan dirinya, aku tak ingin menimbulkan keributan apapun. Tapi kenapa pria ini tak kunjung melepaskan genggamannya. Malah semakin kencang.

Pria itu tersenyum, tapi tidak meninggalkan kesan hangat. Malah menunjukkan kesan dingin dan tegas. "Aku akan melepaskanmu, asalkan kau bersedia berbicara denganku"

Aku mengerutkan kening. "Mungkin Anda salah orang, tolong lepaskan saya. Kalau tidak, saya akan teriak dan mengatakan pada orang-orang jika Anda berniat mencelakai saya," ancamku penuh penekanan. Suaraku sedikit gemetar karena entah bagaimana aku jadi gugup sendiri.

Tapi dia tidak bergeming. Hanya tersenyum kecil.

"Saya tidak salah orang. Hazel Grace Scott adalah orang yang saya cari. Orang yang telah membunuh Liam Waters,"

Aku membulatkan mata mendengar kalimatnya yang sontak membuatku menepiskan tangannya lalu pergi meninggalkannya. Tangan dan kakiku gemetar, air mata telah mengucur dari sudut mataku, kepalaku memutar kembali kenangan yang tak seharusnya.

Dengan terburu-buru, bahkan sampai menabrak orang aku keluar dari cafe, beruntung aku telah membayar makanan yang kupesan, jadi aku tak perlu repot membayarnya lagi.

Setelah keluar dari cafe, aku berjalan begitu saja mengikuti arah trotoar, yang aku inginkan hanya mencari tempat agar aku bisa menenangkan diri. Tak peduli apakah pria tadi mengikutiku juga atau tidak.

Agar orang-orang tak memberikan tatapan simpati padaku, aku menundukkan wajah. Bahkan aku melihat air mataku, jatuh menetes kejalan. Tiba-tiba mataku menatap sebuah tempat bermain. Lebih tepatnya taman bermain yang sepertinya dikhususkan untuk anak-anak. Tanpa pikir panjang, aku segera kesana dan duduk disalah satu ayunan yang tersedia. Taman bermain ini, tidak ada pengunjung. Atau mungkin anak-anak disekitar sini belum pada datang.

Sudahlah bukan itu yang harusnya aku pikirkan. Kenapa pria tadi menyebutkan nama seseorang yang telah aku simpan dalam lubuk hatiku ini. Sebenarnya siapa dia, bisa tiba-tiba datang dan mengatakan bahwa aku adalah penyebab kematian seorang Liam Waters. Walaupun itu tidak benar, tapi entah kenapa rasanya sangat menusuk jantungku.

"Kau disini,"

DEG! Suara berat nan tinggi itu menyapaku. Aku mendongak menatap wajah sang Empunya suara. Pria tadi yang mencekal lenganku. Mengatakan bahwa diriku adalah pembunuh dari Liam Waters.

"Pergilah. Saya tidak ingin berbicara dengan Anda!" usirku meradang.

Hubunganku dengan Liam Waters telah berakhir. Aku bahkan sampai mengalami trauma akibat kepergiannya itu.

"Kita bahkan belum bicara. Sebagai orang yang telah membunuh kakakku. Bukankah kau harusnya bertanggungjawab?"

Aku mengernyit. Mendadak berhenti menangis. Aku ingat jika Liam tidak memiliki saudara.Tapi siapa pria ini mengaku sebagai saudaranya? Apakah Liam sengaja menyembunyikannya.

"Liam tidak memiliki saudara. Sebaiknya Anda tidak mengubah fakta. Kalau tidak ingin saya melaporkan Anda ke polisi,"

Pria itu berkacak pinggang, menampilkan barisan gigi putih nan rapih itu. Juga ada gingsul yang entah bagaimana membuatnya terlihat manis.

"Jadi dia memang sengaja menyembunyikannya darimu" katanya sambil tertawa sinis.

Aku semakin tak mengerti. Apa ada rahasia yang disembunyikan oleh Liam? Aku tak pernah tau, Liam tak berbicara banyak tentang keluarganya. Namun yang aku tau, hanyalah kenyataan bahwa Liam telah meninggalkan keluarganya. Tak ingin berhubungan apapun dengan mereka lagi.

"Kurasa kau memang sangat berarti untuknya. Membuatnya sanggup untuk meninggalkan keluarganya sendiri dan lebih memilih untuk hidup bersamamu. Apa kalian sudah merencanakan pernikahan. Kalau begitu sayang sekali, karena hal itu tak akan pernah terwujud" lanjutnya. Kalimat-kalimat ketus yang terlontar dari bibirnya itu mencerminkan apa yang ada didalam hatinya.

"Jangan sembarangan bicara. Sepertinya Anda telah salah paham. Saya tidak pernah menghasut Liam untuk meninggalkan keluarganya," serangku sembari berdiri dan menunjuk tepat didadanya.

Aku hanya berbicara fakta. Aku bahkan tak tau apa yang melandasi Liam berbuat seperti itu. Ya aku juga bukannya tidak penasaran, hanya saja aku tak enak jika harus bertanya padanya. Itu akan menyinggung perasaannya.

Pria itu kembali mencekal lenganku. Sepertinya dia tidak suka ada yang menyentuhnya.

"Jangan pernah sentuh aku sembarangan. Kau bukan orang yang pantas. Datanglah besok ke Green Cost Ville jam 10 pagi. Kau akan tau apa yang akan aku lakukan padamu" sambarnya sambil menggertak gigi lalu menghempaskan tanganku begitu kasar.

Saking kasarnya sampai rasanya hampir patah.

"Pastikan kau datang. Jika kau beraninya melanggar apa yang aku katakan. Bersiaplah untuk menerima hukuman,"

Lalu pria itu berbalik arah dan berjalan menuju sebuah mobil sedan hitam yang terparkir tak jauh dari taman. Kemudian mobil itu bergerak maju, dan menghilang meninggalkan sejuta tanda tanya yang aku tak tau apa jawabannya.

Kenapa ini justru terjadi padaku. Liam telah pergi meninggalkanku 3 bulan yang lalu, dan sekarang seseorang yang mengaku sebagai saudaranya datang padaku dan meminta aku untuk bertanggungjawab atas kematian Liam.

Aku tak tau kenapa takdir begitu tega mempermainkanku. Terjebak didalamnya membuatku tak bisa keluar. Putus asa dan tak memiliki harapan.

Apakah ini memang jalannya hidupku? Kenapa rasanya begitu tidak adil. Aku pun juga merasa kesulitan apalagi setelah kepergian Liam. Tapi aku sekarang tak tau harus bersandar pada siapa.

"Liam, apa yang sebenarnya kau sembunyikan dariku?" lirihku menangis lagi.

Tik....tik...tik...

Rintisan hujan mulai membasahi tanah. Lambat laun semakin deras, dan dalam sekejap saja aku sudah basah kuyup. Aneh, padahal perkiraan cuaca hari ini cukup cerah. Tapi kenapa aku malah kehujanan disini sembari menangis, menangisi hal yang rasanya begitu sulit untuk dicerna dan diterima oleh akal sehat.

Aku yakin pria tadi itu tidak akan melepaskanku begitu saja. Setidaknya hingga dia memutuskan untuk tidak lagi memintaku bertanggungjawab.

Kira-kira dikehidupan sebelumnya dosa apa yang telah aku lakukan, hingga dihidupku saat ini begitu sulit dan tak terkendali.

Apakah ini bisa dianggap sebagai penebusan dosa?

Hujan terus mengguyur tubuhku dengan begitu semangatnya. Sepertinya tak ada tanda-tanda akan berhenti. Entah kenapa aku juga tak ingin pergi dari tempat ini. Mungkin air hujan bisa membantuku untuk menjernihkan pikiranku yang seperti benang kusut tak terurai lagi.

Tak cukup kehilangan ayah, ibu juga adikku. Aku pun turut kehilangan, Liam, orang yang akan menjadi pasangan hidupku. Tapi aku juga akan kehilangan seluruh kehidupanku.

KARENA PRIA ITU. PRIA ITU!!