Chereads / Mission: No More Love / Chapter 23 - dia berharga

Chapter 23 - dia berharga

Mikari berdecih. "Jadi kau lebih peduli pada keselamatan gadis itu?"

Nata memutar mata. Tentu saja dia jauh lebih peduli pada Dara—dan memang sudah seharusnya dia peduli—karena gadis itulah yang memegang kunci keselamatan nasibnya.

Jika ada sesuatu yang terjadi pada Dara, maka Nata kemungkinan besar akan ikut terkena dampaknya. Sehingga yang bisa Nata lakukan adalah memastikan gadis yang tertidur di sampingnya itu baik-baik saja. Setidaknya sampai Nata berhasil mengabulkan keinginan paling tulus dari gadis itu.

"Tentu saja. Aku bisa kena hukuman lebih banyak jika dia sampai terluka." Nata membayangkan hal tersebut, mendapatkan hukuman tambahan, seketika dia bergidik ngeri. Bisa-bisa dia tidak diizinkan kembali ke surga dalam waktu yang lebih lama lagi.

Nata pun berusaha mengemudi dengan sebaik mungkin agar tidak menimbulkan sesuatu apapun yang bersifat mengancam keselamatan sosok di sebelahnya.

Sementara seniornya di belakang duduk dengan kaki menyilang, tampak seperti seorang nyonya dengan Nata sebagai sopirnya.

"Itu benar, sih," si malaikat senior berujar setuju. Dia manggut-manggut sebagai gestur.

Kemudian hening.

Nata sibuk pada kemudi, memastikan keamanan sang gadis yang rupanya sangat penting dalam nasib hidupnya. Nata baru menyadari hal tersebut. Betapa tetangga barunya itu adalah satu-satunya yang memegang kunci keberhasilan dalam misi ini.

Jika Nata gagal mengabulkan keinginan gadis itu, maka gagal sudah kepulangannya ke surga. Bisa-bisa dia diusir selamanya. Belum lagi jika jabatannya sebagai malaikat ikut dicopot.

Nata tidak bisa jika itu benar-benar terjadi. Dia tidak mau menjadi malaikat terbuang yang selanjutnya setelah beberapa ratus tahun tidak ada.

Benar, sudah beberapa ratus tahun tidak ada malaikat yang membuat kesalahan fatal sampai diberhentikan sebagai malaikat. Jika Nata kali ini gagal menjalankan misinya, maka dia akan menjadi the next malaikat terbuang yang akan diabaikan di bumi dengan menyedihkan.

Nata yang sedang berkendara sambil memikirkan nasibnya yang berada di ujung tebing, sudah benar-benar terpojok dan seakan tidak ada jalan keluar selain memaksa Dara agar memiliki keinginan yang wajar-wajar saja supaya mudah dikabulkan. Di belakangnya, seniornya malah duduk dengan begitu nyaman tanpa kecemasan apapun.

Mikari mencondongkan tubuh ke depan. Dia melihat wajah Dara yang tampak damai dalam tidurnya. Mikari mengelus rambut Dara yang sedikit berantakan di sisi wajah.

"Apa yang kau lakukan?" Nata mengernyit tidak suka melihat seniornya menyentuh Dara.

Mikari tidak menoleh pada Nata sedikit pun. Masih tetap fokus pada wajah Dara yang tampak indah dengan polesan make up yang seadanya. Ah, tidak bisa dibilang seadanya sebenarnya. Mengingat gadis itu menambahkan warna merah di bibirnya berulang kali sampai mencolok hanya dengan dilirik saja.

Mikari tersenyum terpesona. "Dia cantik."

"Jangan mengganggunya," Nata memperingatkan.

Lelaki itu hanya khawatir bagaimana jika Dara tiba-tiba terbangun dan melihat Mikari ada di dalam mobil bersama mereka. Pasti Dara akan terkejut setengah mati mengetahui hal tersebut. Karena hal itulah dia memilih untuk memperingatkan seniornya itu sebelum berbuat lebih jauh dan berakhir membangunkan Dara.

"Ngomong-ngomong, itu gaun yang kau minta padaku, kan?" tanya Mikari begitu melihat gaun hitam yang membungkus tubuh Dara dengan sempurna.

Nata menyahut, "Iya."

Mikari memperhatikan bagaimana tubuh yang terbungkus gaun itu begitu indah. Tubuh dengan kulit pucat yang tampak semakin pucat karena warna gaun itu kontras.

Malaikat senior itu sungguh terpesona dengan penampilan gadis itu. Bahkan meski dia hanya duduk dan tertidur begitu, dia tetap tampak menawan. Tampak memesona walau dia hanyalah manusia biasa.

Nata yang menyadari Mikari belum juga melepaskan tatapannya dari Data pun berdeham, mencoba menginterupsi. Tetapi Mikari tidak merasa terganggu sedikit pun.

Pada akhirnya Nata harus mengatakan peringatan lewat mulutnya secara langsung, "Berhenti memperhatikannya."

"Kenapa? Kau cemburu?" Mikari menjawab asal. Dia masih setia memandangi sang gadis yang terbalut gaun hitam itu. Dia tidak tahu kalau Nata sudah berwajah masam karena diperlakukan begitu.

Sungguh, Nata hanya khawatir Dara akan terbangun dan terkejut melihat ada orang lain di dalam mobil ini. Hanya saja Mikari tidak mau memahami hal tersebut.

Nata membayangkan bagaimana jika Dara membuka mata dan mendapati Mikari sedang memandanginya dengan begitu intens. Tidakkah itu akan terasa tidak nyaman?

Nata bingung bagaimana menjelaskan hal ini kepada seniornya yang keras kepala itu.

Namun itu tidak berlangsung lama karena Mikari akhirnya menarik diri, mundur dan kembali duduk dengan nyaman di kursi belakang.

"Kupikir kau akan memakainya sendiri," ujarnya mendadak tanpa ada angin ataupun hujan sebagai pengantar.

Nata melirik seniornya lewat spion. Dia menampilkan raut kebingungan. "Apa maksudmu?"

Mikari melirik Dara, melirik gaun yang melekat di tubuh gadis itu. Kemudian dia kembali menatap pada Nata yang masih menatapnya lewat kaca spion.

Mikari pun memberitahu, "Kupikir kau akan memakai gaun itu untuk dirimu sendiri. Ternyata untuk gadis ini."

"Kau gila?" Nata tidak bisa tidak berteriak.

Membayangkan apa yang ada di dalam otak seniornya sangatlah sulit. Terlalu tidak tertebak dengan cara yang aneh. Padahal mereka sudah cukup dekat karena memang sering bertugas bersama. Tetapi Nata masih saja kesulitan untuk mengikuti alur pemikiran seniornya yang atau itu.

Mikari menyilangkan tangan di depan dada, kemudian menatap ke luar jendela.

"Mana sopan santunmu pada senior?" tanyanya tanpa menoleh pada sosok yang dia tanyai. Dia lebih memilih menatap jalanan yang penuh dengan kendaraan yang seakan tidak akan pernah ada habisnya di jalanan ini. Satu mobil lewat, sepuluh mobil datang. Semuanya hanya membuat keadaan semakin ramai. Pada malam hari sekali pun.

"Maaf," ujar Nata tanpa merasa bersalah. Hanya ucapan lewat supaya tidak membuat seniornya itu semakin marah. "Lagi pula, buat apa aku memakai gaun seksi begitu? Mengada-ngada saja kau ini."

"Bisa saja, kan, kau ingin cosplay menjadi pelacur di bar," ujar Mikari.

Mikari tersenyum oleh pemikirannya sendiri.

Dia mengingat apa yang melintas dalam pikirannya saat juniornya itu meminta tolong dicarikan sebuah gaun elegan yang mampu menarik hati para lelaki. Saat itu Mikari menurut saja karena dia memang tidak sedang sibuk, dia segera mencarikan gaun yang sesuai dengan deskripsi Nata; elegan, dan menarik.

Kemudian dia pun mendapatkan gaun hitam itu dan segera memberikannya kepada Nata.

Dia mendatangi Mata sekarang ini karena dia penasaran seperti apa penampilan Nata jika menggunakan gaun itu. Siapa sangka yang memakai gaun itu ternyata seorang gadis yang kini sedang tertidur pulas ditemani dua malaikat.

Nata bergumam sebal, "Bisa-bisanya kau berpikiran sekotor itu."

"Apanya yang kotor?" Mikari menatap bagian belakang tubuh Nata yang tidak tertutup sandaran jok. "Kau terbiasa menyamar menjadi banyak hal demi mengabulkan keinginan orang-orang. Siapa tahu suatu hari nanti kau perlu menyamar menjadi seorang penari striptis di tempat hiburan malam. Semuanya demi mengabulkan permohonan manusia. Tidak ada yang kotor tentang itu, Nata."